Sukses

Teknologi AI Salah Deteksi Wajah, Ilmuwan Ini Terpaksa Mendekam di Penjara

Penyidik lebih percaya dengan teknologi AI dibanding kesaksian rekan ilmuwan.

Liputan6.com, Jakarta Kemajuan teknologi saat ini memang begitu bermanfaat bagi banyak orang. Bahkan, teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) juga mempermudah pekerjaan masyarakat.

Namun, meski dirancang begitu modern, ada saja kesalahan-kesalahan dalam penggunaan AI. Bahkan, kesalahan akan teknologi AI ini juga bisa merugikan orang lain.

Dilansir Liputan6.com dari Oddity Central, Kamis (14/12/2023), seorang ahli hidrologi asal Rusia, Alexander Tsvetkov harus mendekam di penjara pada Februari 2023 lalu. Namun, ilmuwan tersebut dipenjara bukan karena kesalahannya.

Alexander diketahui ditahan karena sistem AI yang mendetaksi wajahnya mencocokan dengan sketsa seorang pembunuh. Hasil deteksi wajah tersebut menunjukakn kecocokan sebanyak 55% pada sketsa wajah yang digamber 20 tahun lalu oleh seorang saksi.

2 dari 3 halaman

Ditahan usai melakukan perjalanan kerja

Alexander Tsvetkov diketahui merupakan seorang ilmuwan di Institut Biologi Air Pedalaman Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia. Dirinya harus mendekam di penjara selama 10 bulan terakhir.

Ia ditahan pada Februari 2023 usai turun dari pesawat setelah melakukan perjalanan kerja ke Krasnoyarsk. Ia pun diberitahu jika ia telah diidentifikasi sebagai pelaku serangkaian pembunuhan lebih dari 20 tahun yang lalu.

Tak sampai disitu saja, penyelidik juga mengklaim jika Alexander dan kaki tangannya telah membunuh 2 orang di Moskow pada Agustus 2002. Akan tetapi, pihak kepolisian juga mengabaikan kesaksian beberapa ilmuwan bahwa Tsvetkov telah bersama mereka pada saat pembunuhan tersebut.

3 dari 3 halaman

Kesaksian tak begitu dipercaya dibanding teknologi AI

Terduga kaki tangan Alexander sebelumnya melapor dan mengakui aksinya. Dirinya juga turut serta mengidentifikasi ilmuwan tersebut sebagai saksi. Akan tetapi kesaksiannya cukup berbeda dengan sang ilmuwan.

Dia mengklaim bahwa Alexander pernah menjadi tunawisma bersamanya di Moskow, minum alkohol, dan merokok setengah bungkus rokok sehari. Akan tetapi hal tersebut langsung dibantah, Alexander mengaku tidak pernah menjadi tunawisma, tidak minum alkohol, dan tidak pernah merokok seumur hidupnya karena masalah paru-paru.

Tak sampai disitu saja, rekan-rekan ilmuwan Alexander yang bersaksi bahwa dia telah bersama mereka ratusan kilometer jauhnya dari tempat pembunuhan itu terjadi, namun pihak berwenang bahkan tidak mempertimbangkannya. Ahli hidrologi tersebut diduga dipaksa untuk menulis pengakuan yang kemudian dia tarik kembali, dan dia menghabiskan 10 bulan terakhir di balik jeruji besi, sementara keluarganya berusaha mati-matian untuk mengeluarkannya.

Pihak berwenang Rusia memilih untuk mempercayai perangkat lunak yang didukung oleh AI. Dalam deteksi wajah tersebut, penampilan sang ahli hidrologi tersebut cocok dengan penampilan buronan pembunuh sekitar 55%,