Sukses

Prediksi Harga Rokok 2024 Imbas Cukai Naik 10-15 Persen, Batang hingga Elektrik

Kenaikan harga rokok di tahun 2024 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 dan 192 Tahun 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia merespons tahun baru dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok, yang dinaikkan rerata sebesar 10 persen pada 2024. Kenaikan ini, yang berkisar antara 10 hingga 15 persen, sejalan dengan ketetapan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 dan 192 Tahun 2022.

Meskipun demikian, terdapat pengecualian pada tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang hanya mengalami kenaikan sebesar 5 persen. PMK 191 Tahun 2022 secara tegas menyebut penyesuaian atas pertimbangan berbagai aspek. Mulai dari jenis hasil tembakau hingga harga jual eceran per batang atau gram.

"Pengaturan kembali tarif cukai dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor terkait jenis hasil tembakau, golongan pengusaha pabrik hasil tembakau, dan harga jual eceran per batang atau gram," bunyi Pasal II PMK 191 Tahun 2022.

Selaras dengan kebijakan tersebut, rokok elektrik turut mengalami penyesuaian cukai yang lebih besar, rata-rata sekitar 15 persen. Hal ini diatur dalam PMK Nomor 192 Tahun 2022. Berikut prediksi harga rokok 2024 yang naik imbas kenaikan cukai 10-15 persen, Kamis (21/12/2023).

2 dari 3 halaman

Ini Prediksi Harga Terendahnya di Tahun 2024

Menjelang tahun 2024, industri rokok di Indonesia menghadapi perubahan signifikan yang mungkin berdampak pada konsumen. Prediksi harga rokok di tahun tersebut menunjukkan peningkatan yang cukup mencolok, yang dipicu oleh kenaikan cukai rokok sebesar 10-15 persen.

Daftar batas harga eceran rokok per batang atau gram, yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2024, yakni sebagai berikut:

Sektor Sigaret Kretek Mesin (SKM)

Sektor Sigaret Kretek Mesin (SKM) mengalami penyesuaian harga dengan Golongan I yang diperkirakan mencapai paling rendah Rp 2.260, dan Golongan II sekitar Rp 1.380.

Sigaret Putih Mesin (SPM)

Begitu pula dengan Sigaret Putih Mesin (SPM) yang diperkirakan memiliki harga paling rendah sekitar Rp 2.380 untuk Golongan I dan Rp 1.465 untuk Golongan II.

Sigaret Kretek Tangan (SKT)

Namun, perubahan yang mungkin lebih terasa terletak pada Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan (SPT). Golongan I diperkirakan memiliki rentang harga antara Rp 1.375 hingga Rp 1.980. Sedangkan untuk Golongan II mencapai Rp 865. Golongan III diantisipasi memiliki harga terendah sekitar Rp 725.

Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF)

Sementara itu, Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF) yang tidak memiliki golongan spesifik diproyeksikan akan mencapai harga terendah sekitar Rp 2.260.

Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM)

Jenis rokok lain, seperti Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM), memperlihatkan penyesuaian harga dengan Golongan I diprediksi memiliki harga paling rendah sekitar Rp 950, dan Golongan II sekitar Rp 200.

Jenis Tembakau Iris (TIS)

Jenis rokok lainnya, seperti Jenis Tembakau Iris (TIS), menunjukkan perubahan harga yang cukup bervariasi. Rentang harganya berkisar dari lebih dari Rp 275 hingga lebih dari Rp 55 - Rp 180, tergantung pada golongan dan jenisnya.

Jenis Rokok Daun atau Klobot (KLB)

Hal serupa terjadi pada Jenis Rokok Daun atau Klobot (KLB), yang diprediksi akan memiliki harga terendah sekitar Rp 290.

Jenis Cerutu (CRT)

Jenis Cerutu (CRT) juga ikut terpengaruh, dengan kisaran harga mulai dari lebih dari Rp 198.000 hingga Rp 495 - Rp 5.500 untuk harga terendahnya.

Rokok Elektrik Padat dan Cair

Rokok elektrik, sebagai bagian yang semakin berkembang dalam pasar rokok, tidak terlepas dari penyesuaian harga. Rokok Elektrik Padat diperkirakan akan dihargai sekitar Rp 5.886 per gram, sementara Rokok Elektrik Cair Sistem Terbuka sebesar Rp 1.121 per mililiter, dan Rokok Elektrik Cair Sistem Tertutup sekitar Rp 39.607 per cartridge.

 

3 dari 3 halaman

Rokok Elektrik Dikenai Cukai Lebih Tinggi

Adapun keputusan terkait batas harga jual eceran rokok sigaret tertuang dalam PMK 191 Tahun 2022 dan rokok elekrik dalam PMK 192 Tahun 2023. Pengaturan ini memberikan gambaran jelas terkait harga batas rendah yang akan berlaku pada tahun mendatang.

Meskipun demikian, penyesuaian tarif cukai yang jauh lebih tinggi pada rokok elektrik, menuai pro dan kontra di kalangan pelaku industri. Selain itu, kini Kementerian Keuangan atau Kemenkeu RI juga tengah mengemuka wacana pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik sebesar 10% di luar tarif cukai yang berlaku.

Chief Marketing Officer PT Indo Emkay Abadi (Emkay), Eko Priyo HC, menyampaikan keberatan terhadap pengenaan pajak tambahan pada rokok elektrik yang diperkirakan akan memberatkan para pelaku industri, terutama pengusaha vape yang mayoritas adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Kami jelas keberatan dengan berlakunya pajak rokok untuk rokok elektrik pada 2024, sehingga ada tambahan 10% pajak di atas cukai yang berlaku," kata Eko dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip Rabu (21/12/2023).

Menurutnya, dampak pajak tersebut akan sangat membebani industri rokok elektrik yang masih tergolong kecil dan baru mulai berkembang. Dia menambahkan bahwa industri rokok elektrik sudah cukup tertekan dengan kenaikan tarif cukai pada tahun sebelumnya. Kondisi ini semakin dipersulit dengan rendahnya daya beli konsumen yang masih berada dalam pemulihan dari dampak ekonomi pasca pandemi.

Eko juga menyayangkan kurangnya dialog yang terjadi antara pemerintah dan pelaku usaha terkait kebijakan ini.

"Pernah ada sosialisasi yang sifatnya satu arah, seolah-olah memberitahukan mekanisme pengenaan pajak. Kami rasa ini bukan ruang diskusi yang tepat," keluhnya.

Keputusan yang diambil tanpa ruang bagi pelaku usaha untuk menyampaikan keberatan atau pendapatnya dianggapnya kurang memperhatikan sisi keberlanjutan dan dampak terhadap industri rokok elektrik secara keseluruhan.