Liputan6.com, Jakarta - Kata "turu" merupakan salah satu kata yang populer dalam bahasa gaul di media sosial dan percakapan sehari-hari. Kata ini berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti "tidur". Dalam penggunaan bahasa gaul, kata "turu" sering digunakan untuk menyatakan kelelahan atau keinginan untuk istirahat. Fenomena penggunaan kata dari bahasa daerah seperti bahasa Jawa dalam bahasa gaul ini menunjukkan adanya pengaruh budaya dan bahasa daerah dalam perkembangan bahasa gaul urban.
Tren penggunaan kata "turu" juga mencerminkan bagaimana perkembangan bahasa gaul terutama di media sosial dapat memperkaya kosakata dengan memasukkan kata-kata dari bahasa daerah. Hal ini juga menunjukkan bahwa bahasa daerah seperti bahasa Jawa memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk kosakata bahasa gaul yang digunakan secara luas. Dengan memahami asal kata "turu" dan penggunaannya dalam bahasa gaul, kita dapat lebih memahami perkembangan bahasa dalam konteks sosial dan budaya yang selalu berubah.
Untuk memahami arti kata turu dan bagaimana penggunaannya, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (27/12/2023).
Advertisement
Arti Kata Turu dalam Bahasa Gaul yang Berasal dari Bahasa Jawa
Arti kata "turu" dalam Bahasa Gaul berasal dari Bahasa Jawa yang memiliki makna "tidur". Dalam popularitasnya di media sosial seperti TikTok, kata "turu" sering digunakan dalam konten-konten yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, khususnya terkait dengan kegiatan tidur atau mengistirahatkan diri. Penggunaan kata "turu" juga lazim dalam percakapan sehari-hari di kalangan anak muda yang menggaulkan kata-kata dalam Bahasa Gaul.
Contoh penggunaan kata "turu" dalam bahasa gaul antara lain: "Aku turu dulu ya, Capek banget hari ini" atau "Tadi bangun turu langsung diserbu kerjaan". Dengan popularitasnya di media sosial dan penggunaannya yang meluas dalam percakapan sehari-hari, kata "turu" menjadi salah satu kata dalam Bahasa Gaul yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Penggunaan Kata Turu dalam Bahasa Gaul
Dalam bahasa gaul, kata "turu" sering digunakan oleh masyarakat muda terutama para pengguna TikTok. Kata "turu" berasal dari bahasa Jawa yang artinya adalah "mati". Namun, penggunaan kata "turu" dalam bahasa gaul tidak memiliki arti yang sama persis dengan arti aslinya.
Contoh kalimat dalam bahasa gaul dengan kata "turu" adalah "Aku turu deh, besok bangun pagi-pagi". Dalam kalimat ini, kata "turu" digunakan dengan arti "tidur" atau "istirahat". Para pengguna TikTok sering menggunakan kata "turu" dalam konten-konten mereka yang lucu atau sambil bercanda, sehingga kata "turu" menjadi pilihan kata yang populer di kalangan masyarakat muda.
Dengan demikian, penggunaan kata "turu" dalam bahasa gaul telah berubah maknanya dari arti aslinya dalam bahasa Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa gaul terus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan budaya dan pergaulan masyarakat.
Advertisement
Contoh Kata Bahasa Gaul dari Bahasa Jawa
Kata "turu" merupakan salah satu contoh kata dalam bahasa Jawa yang memiliki arti dan makna yang perlu dipahami. Sebagai salah satu kata dalam bahasa Gaul dari bahasa Jawa, "turu" memiliki asal usul yang menarik serta dipakai dalam berbagai konteks dalam kehidupan sehari-hari. Dalam artikel ini, akan kita bahas asal usul dan arti kata "turu" serta bagaimana kata ini digunakan dalam bahasa Jawa modern.
1. Sambat
Sambat adalah istilah dalam bahasa Jawa yang memiliki arti curahan masalah atau mengeluh. Dalam percakapan sehari-hari, seseorang dapat menggunakan kata sambat untuk menyatakan rasa tidak puas atau kekecewaan terhadap suatu situasi atau masalah. Contohnya, "Aku capek banget dengan pekerjaan ini, terus bos juga selalu nge-push deadline." Dalam kalimat ini, "capek" dan "nge-push deadline" adalah contoh sambat yang secara langsung menyatakan perasaan kelelahan dan ketidakpuasan terhadap beban kerja.
Contoh kata kunci yang relevan untuk artikel ini adalah arti kata turu, asal usul kata turu, sambat dalam bahasa Jawa, mengeluh dalam bahasa Jawa, curahan masalah dalam bahasa Jawa. Dengan memasukkan kata kunci-kata kunci itu, artikel SEO ini dapat menjadi lebih mudah ditemukan oleh pembaca yang mencari informasi seputar arti kata turu dan penggunaan kata sambat dalam bahasa Jawa.
2. Cenglu
"Cenglu" adalah istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada motor bertiga atau bonceng telu. Istilah ini sering digunakan di masyarakat Jawa dan memiliki makna yang unik. Dalam tradisi Jawa, "cenglu" sering digunakan ketika seseorang hendak naik motor bersama tiga orang, di mana dua orang duduk di bagian depan dan satu orang di bagian belakang.
Contoh situasi penggunaan istilah "cenglu" dalam percakapan sehari-hari adalah ketika seseorang diundang untuk bergabung dalam perjalanan menggunakan motor bertiga. Sebelum berangkat, orang tersebut bisa bertanya, "Kamu mau ikut cenglu atau tidak?" Artinya, orang tersebut ditawarkan tempat duduk di bagian belakang motor untuk menjadi bonceng telu.
Tradisi unik ini bisa ditemui di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Jawa. Penggunaan istilah "cenglu" menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa dan merepresentasikan budaya dan kebiasaan yang melekat dalam kehidupan mereka.
3. Ambyar
Arti dari kata "ambyar" adalah terbakar atau hancur. Kata ini sering digunakan dalam konteks patah hati atau perasaan sedih yang mendalam. Dalam bahasa gaul, kata "ambyar" sering digunakan untuk menyatakan perasaan sedih atau kecewa yang sangat mendalam, melebihi dari sekadar sedih biasa.
Contoh kalimat penggunaan kata "ambyar" dalam percakapan sehari-hari:
a. "Kamu tahu kan, dia udah nggak pernah kontak aku lagi. Rasanya hatiku ambyar banget."
b. "Aku ditinggal pergi sama pacar aku. Hati aku rasanya ambyar sekali."
Dengan demikian, kata "ambyar" adalah kata yang sering digunakan dalam bahasa gaul untuk menyatakan perasaan patah hati atau sedih yang sangat dalam.
4. Kamplengan
Kamplengan adalah istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada teknik pukulan dengan telapak tangan yang dilakukan dengan cepat dan tiba-tiba. Kata ini sering digunakan dalam praktik beladiri tradisional Jawa, seperti pencak silat. Kamplengan juga dapat merujuk pada tindakan memukul atau menampar dengan menggunakan telapak tangan.
Contoh penggunaan kata "kamplengan" dalam situasi percakapan adalah:
A: "Bagaimana Kuncoro bisa kalah dalam pertarungan tadi?"
B: "Dia kalah karena lawannya menggunakan teknik kamplengan yang sangat cepat dan kuat."
Dalam konteks lain, kata "kamplengan" juga dapat digunakan untuk merujuk pada tindakan menempelkan atau melekatkan sesuatu. Misalnya, "Dia melakukan kamplengan paku ke dinding dengan rapi."
Dengan demikian, kamplengan merupakan istilah Bahasa Jawa yang menggambarkan gerakan atau teknik pukulan dengan telapak tangan yang kuat dan cepat, serta dapat merujuk pada tindakan menempelkan sesuatu.
5. Gemati
Gemati merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang memiliki arti yang mendalam. Istilah gemati tidak hanya sekadar mencakup kasih, sayang, peduli, atau perhatian, tetapi juga merujuk pada sebuah perasaan dalam hati yang tulus dan mendalam terhadap sesuatu atau seseorang. Sifat-sifat yang terkait dengan gemati adalah rasa empati yang kuat, perhatian yang sepenuh hati, dan kasih sayang yang tulus.
Dalam kehidupan sehari-hari, sifat gemati dapat ditunjukkan melalui perilaku yang peduli terhadap orang lain, menyediakan bantuan atau dukungan ketika diperlukan, dan memberikan perhatian yang tulus. Seseorang yang gemati akan memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain, membuat mereka bertindak dengan penuh kasih sayang dan peduli.
Dengan demikian, gemati adalah suatu konsep yang sangat penting dalam budaya Jawa, karena mewakili nilai-nilai kepedulian, kasih sayang, dan perhatian yang mendalam terhadap sesama. Konsep ini mengajarkan kita untuk selalu peduli dan memperhatikan perasaan, kebutuhan, dan kesejahteraan orang lain.
6. Nesu
"Nesu" adalah kata dalam bahasa Jawa yang memiliki dua makna utama. Pertama, "nesu" dapat merujuk pada rasa marah atau amarah seseorang. Contoh penggunaannya dalam kalimat adalah "Aku nesu banget sama tingkahmu." Arti ini bisa merujuk pada perasaan tidak senang atau kesal terhadap seseorang atau sesuatu.
Selain itu, "nesu" juga dapat merujuk pada nasihat atau teguran. Contoh penggunaannya dalam kalimat adalah "Ibunya nesu padaku agar aku lebih rajin belajar." Arti ini merujuk pada pemberian nasihat atau teguran dengan tujuan memperbaiki perilaku seseorang.
Untuk menghindari keadaan yang membuat seseorang menjadi nesu, penting untuk menjaga komunikasi yang baik dengan orang lain dan menjauhi hal-hal yang dapat memicu amarah. Selain itu, mendengarkan dan menerima nasihat atau teguran dengan pikiran terbuka juga dapat membantu untuk menghindari keadaan yang membuat seseorang menjadi nesu.
Dengan memahami makna dan penggunaan kata "nesu" dalam konteks marah dan nasihat, kita dapat lebih bijak dalam menghadapi situasi yang memicu emosi dan mengambil hikmah dari nasihat orang lain.
7. Gondes
Gondes adalah konsep dalam masyarakat Jawa yang memiliki makna mendalam. Konsep ini merujuk pada panggilan atau bahan ledekan yang digunakan dengan teman dekat. Gondes sebenarnya adalah singkatan dari gondrong ndeso yang secara harfiah berarti orang desa gondrong. Konsep ini memiliki nilai sosial dan budaya yang kuat di masyarakat Jawa.
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan Gondes seringkali menjadi bentuk interaksi sosial yang ditujukan kepada teman dekat. Hal ini juga bisa menjadi ekspresi keakraban di antara individu dalam masyarakat Jawa. Konsep ini juga sering dianggap sebagai ekspresi rasa humor atau candaan yang biasa digunakan di lingkungan informal.
Dengan demikian, Gondes bukan hanya sekadar panggilan atau ledekan biasa, tetapi juga merupakan bagian dari nilai budaya yang melekat kuat dalam masyarakat Jawa. Sebagai bentuk ungkapan keakraban dan humor, penggunaan Gondes menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
8. Wes angel
"Wes angel" adalah istilah dalam bahasa Jawa yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Istilah ini digunakan untuk menyatakan suasana putus asa atau rasa sulit dalam menghadapi suatu situasi. Contoh penggunaannya adalah ketika seseorang mengalami kegagalan dalam suatu perdebatan, ia bisa mengatakan "Aku wes angel, ora iso nggawe apa-apa" yang artinya "Aku sudah putus asa, tidak bisa melakukan apa-apa."
Dalam situasi putus asa, ungkapan "wes angel" juga bisa digunakan untuk menyatakan kekalahan seseorang dalam suatu perdebatan. Misalnya, saat seseorang kalah dalam sebuah argumen, ia bisa mengatakan "Aku wes angel, ora bisa ngelawan kowe" yang berarti "Aku sudah kalah, tidak bisa melawan kamu."
Arti dan makna dari istilah "wes angel" ini adalah menggambarkan suasana putus asa, kekalahan, atau kesulitan dalam menghadapi suatu situasi. Istilah ini sering digunakan dalam percakapan sehari-hari di kalangan masyarakat Jawa untuk menyatakan keadaan yang sulit atau putus asa.