Sukses

Perbedaan Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka, Mana yang Lebih Baik?

Indonesia bertransisi dari Pemilu Proporsional Tertutup ke Pemilu Proporsional Terbuka yang memberikan pemilih kebebasan lebih besar.

Liputan6.com, Jakarta Dalam perpolitikan Indonesia, perdebatan sistem pemilihan umum terus berkembang, terutama untuk Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada cara pemilih memengaruhi hasil pemilihan.

Pemilu Proporsional Tertutup mengharuskan pemilih untuk memilih partai politik secara keseluruhan. Sementara, Pemilu Proporsional Terbuka memberikan kebebasan kepada pemilih untuk memilih kandidat langsung.

Sejarah Pemilu Proporsional di Indonesia memberikan landasan yang penting untuk memahami evolusi sistem pemilihan ini. Indonesia telah mengalami transisi dari Pemilu Proporsional Tertutup yang menekankan peran partai politik dalam menentukan perwakilan hingga beralih ke Pemilu Proporsional Terbuka yang memberikan lebih banyak kebebasan kepada pemilih.

Pertanyaan yang muncul, mana yang lebih baik di antara keduanya, tetap menjadi fokus perdebatan yang penting. Pemilu Proporsional Tertutup menawarkan stabilitas politik dan kendali partai politik yang kuat, sementara Pemilu Proporsional Terbuka memperkuat partisipasi langsung dan representasi yang lebih akurat. Evaluasi atas kelebihan dan kelemahan keduanya menjadi kunci untuk menentukan sistem pemilihan yang lebih efektif.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang perbedaan Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka, Kamis (28/12/2023).

2 dari 5 halaman

Pemilu Proporsional Tertutup

Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, sebagaimana dijelaskan oleh Ade Hermawan dalam bukunya "Kompilasi Pemikiran Sistem Pemilu" (2023), merupakan salah satu varian sistem pemilihan umum di Indonesia. Dalam kerangka ini, sistem proporsional merujuk pada metode setiap daerah pemilihan memiliki kemampuan untuk memilih beberapa wakil.

Dalam kategori sistem proporsional, terdapat dua jenis utama, yakni sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup.

Pada Pemilu Proporsional Tertutup, pemilih memiliki keterbatasan dalam pilihan mereka, sebagaimana dicatat oleh Ade Hermawan. Pemilih hanya diberikan opsi untuk memilih partai politik tanpa memiliki kebebasan untuk memilih kandidat secara langsung. Sebagai sistem perwakilan berimbang, ini membatasi partisipasi pemilih, memandatkan agar mereka memilih partai politik secara keseluruhan, bukan kandidat individual.

Sumber lain yang dikutip, "Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD RI 1945 dan Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021," menyoroti beberapa karakteristik utama dari Pemilu Proporsional Tertutup. Pertama, surat suara pada sistem ini hanya menampilkan logo partai tanpa daftar nama calon legislatif (caleg), menghilangkan opsi pemilih untuk memilih kandidat secara langsung.

Calon anggota parlemen dalam Pemilu Proporsional Tertutup ditentukan oleh internal partai politik (parpol) dan disusun berdasarkan nomor urut. Artinya, pemilih tidak memiliki peran dalam menetapkan siapa yang akan mewakili partai tersebut. Sebagai contoh, jika suatu partai mengajukan enam calon tetapi hanya meraih dua suara, dua orang di urutan pertama berdasarkan nomor urut akan mendapatkan kursi, memperkuat kendali partai atas representasinya.

Perlu dicatat bahwa calon anggota lembaga legislatif juga ditentukan oleh nomor urut dalam Pemilu Proporsional Tertutup. Demikian, meskipun sejumlah calon diajukan oleh suatu partai, hanya mereka yang mendapatkan suara tertinggi yang akan diberikan kursi. Hal ini menegaskan sistem ini lebih menitikberatkan pada peran partai politik dalam menentukan perwakilan dibandingkan partisipasi langsung dari pemilih.

Kesimpulannya, Pemilu Proporsional Tertutup merupakan model sistem pemilihan umum di Indonesia yang membatasi keterlibatan langsung pemilih dalam menentukan kandidat. Surat suara hanya menampilkan logo partai, sementara calon anggota parlemen dan lembaga legislatif ditentukan oleh internal partai politik dan nomor urut. Sistem ini menciptakan keseimbangan perwakilan politik, tetapi sekaligus membatasi peran aktif pemilih dalam menentukan representasi mereka di parlemen.

3 dari 5 halaman

Pemilu Proporsional Terbuka

Sistem Pemilu Proporsional Terbuka, seperti yang dijelaskan oleh Ade Hermawan, mewakili suatu metode pemilihan umum di Indonesia ketika pemilih memiliki keterlibatan langsung dalam menentukan wakil-wakil legislatif. Dalam sistem proporsional terbuka menjadi pengecualian dari sistem tertutup. Ini karena dalam sistem terbuka memberikan pemilih kebebasan untuk memilih kandidat secara langsung, tanpa terikat pada keputusan internal partai politik.

Menurut informasi yang dirangkum dari buku "Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD RI 1945 dan Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021," terdapat beberapa ciri khas Pemilu Proporsional Terbuka, yakni:

  1. Pertama, surat suara pada sistem ini memuat data lengkap tiap calon legislatif (caleg), termasuk logo partai, nama kader, foto, dan nomor urut. Hal ini memberikan pemilih informasi yang komprehensif tentang caleg yang bersaing, meningkatkan transparansi dalam proses pemilihan (Sumber).
  2. Dalam Pemilu Proporsional Terbuka, pemilih memiliki kebebasan untuk mencoblos atau mencoret kertas pada kotak yang berisi nama caleg, sesuai dengan petunjuk teknis Pemilu yang berlaku. Dengan demikian, pemilih memiliki kontrol penuh atas pilihan mereka, memungkinkan ekspresi preferensi secara individual tanpa pembatasan dari partai politik.
  3. Penetapan pemilih dalam sistem ini dihitung berdasarkan suara terbanyak, meskipun caleg tidak berada di nomor urut tertinggi. Hal ini mencerminkan prinsip utama Pemilu Proporsional Terbuka yang menekankan pada dukungan langsung dari pemilih terhadap caleg, independen dari urutan yang ditentukan oleh partai politik.

Pentingnya partisipasi langsung pemilih dalam Pemilu Proporsional Terbuka dapat diartikan sebagai upaya untuk mendorong representasi yang lebih demokratis. Memberikan kebebasan kepada pemilih untuk memilih secara langsung, sistem ini menciptakan dinamika yang lebih terbuka dan inklusif dalam proses politik, memperkuat hubungan antara pemilih dan wakil yang mereka pilih.

Kesimpulannya, Pemilu Proporsional Terbuka menonjolkan partisipasi aktif pemilih dengan menyajikan data lengkap caleg pada surat suara. Pemilih memiliki kebebasan untuk mencoblos atau mencoret kertas pada kotak yang berisi nama caleg, dan penetapan pemilih didasarkan pada suara terbanyak, tidak terbatas pada nomor urut tertinggi. Sistem ini mencerminkan prinsip demokrasi yang lebih langsung dan inklusif dalam menentukan perwakilan legislatif.

4 dari 5 halaman

Mana yang Lebih Baik?

Pemilu Proporsional Tertutup memiliki kelebihan dalam meningkatkan stabilitas partai politik karena memperkuat kontrol partai atas pencalonan dan penentuan anggota legislatif. Dalam sistem ini, partai memiliki kendali penuh terhadap urutan calon dan kursi yang diberikan, sehingga dapat lebih mudah mengatur kebijakan dan koalisi.

Namun, kekurangannya terletak pada kurangnya partisipasi langsung pemilih dalam menentukan kandidat, yang dapat mengurangi representativitas dan akuntabilitas terhadap keinginan masyarakat.

Di sisi lain, Pemilu Proporsional Terbuka memberikan keleluasaan lebih besar kepada pemilih untuk memilih kandidat secara langsung, meningkatkan partisipasi dan memberikan representasi yang lebih akurat terhadap preferensi masyarakat. Keberagaman suara ini dapat menciptakan parlemen yang lebih inklusif.

Meski demikian, kelemahannya terletak pada potensi fragmentasi partai dan pembentukan koalisi yang tidak stabil karena independensi caleg dan kurangnya kendali partai terhadap urutan calon.

Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada keterlibatan pemilih dalam menentukan kandidat.

Pemilu Proporsional Tertutup menekankan peran partai politik yang lebih besar dalam menentukan perwakilan, sementara Pemilu Proporsional Terbuka memberikan lebih banyak kebebasan kepada pemilih. Sementara Pemilu Proporsional Tertutup dapat memastikan kestabilan politik, Pemilu Proporsional Terbuka dapat memperkuat keterwakilan langsung dan akuntabilitas terhadap pemilih.

Ketidakpastian mengenai keunggulan yang mutlak antara Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka dapat bervariasi tergantung pada konteks politik dan kebudayaan suatu negara. Dalam beberapa kasus, akan lebih baik menerapkan Pemilu Proporsional Tertutup untuk menjaga stabilitas politik.

Sementara di negara lain, Pemilu Proporsional Terbuka dapat lebih mendekati prinsip-prinsip demokrasi langsung. Oleh karena itu, pemilihan antara keduanya perlu mempertimbangkan karakteristik unik dari masing-masing negara.

5 dari 5 halaman

Sejarah Pemilu Proporsional di Indonesia

Dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia, penerapan sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup memiliki perjalanan yang panjang. Menurut situs Garuda Kemdikbud, Indonesia pernah menerapkan sistem pemilu proporsional tertutup pada pemilihan umum tahun 1955, serta dalam pemilu orde baru yang berlangsung pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Sistem tersebut menitikberatkan pada peran partai politik dalam menentukan calon dan perolehan kursi, dengan pemilih hanya memilih partai secara keseluruhan.

Pada pemilu tahun 1999, terjadi perubahan signifikan dalam sistem pemilihan umum di Indonesia. Barulah pada tahun 2004, Indonesia beralih dan menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka. Transformasi ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sistem terbuka ini memberikan keleluasaan kepada pemilih untuk memilih secara langsung calon legislatif, meningkatkan partisipasi dan keterlibatan langsung masyarakat dalam proses politik.

Sejak tahun 2004, sistem pemilu proporsional terbuka terus diterapkan di Indonesia. Pemilu proporsional terbuka diterapkan pada pemilu tahun 2004, pemilu 2009, pemilu 2015, dan pemilu 2019. Penggunaan sistem terbuka ini mencerminkan semangat demokratisasi yang lebih kuat, di mana pemilih memiliki peran aktif dalam menentukan perwakilan mereka di lembaga legislatif.

Seiring berjalannya waktu, penerapan sistem pemilu proporsional terbuka di Indonesia menandai perubahan dalam dinamika politik negara ini. Transformasi ini menciptakan lingkungan politik yang lebih terbuka dan inklusif, dengan pemilih memiliki kebebasan untuk memilih langsung calon legislatif pilihan mereka.