Sukses

Kisah Tuduhan Perselingkuhan dalam Al-Qur’an, Dialami Orang-Orang Mulia

Kejadian ini menegaskan bahwa orang-orang mulia pun tidak luput dari fitnah.

Liputan6.com, Jakarta - Kisah tuduhan perselingkuhan dalam Al-Qur'an merangkum sejumlah peristiwa dramatis yang menimpa orang-orang mulia dalam sejarah Islam. Al-Qur'an mencatat beberapa insiden yang menghadirkan tuduhan perselingkuhan, termasuk yang menimpa Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW. Kejadian ini menegaskan bahwa orang-orang mulia pun tidak luput dari fitnah.

Selain Aisyah, kisah tuduhan perselingkuhan juga menimpa Maryam, ibu dari Nabi Isa. Kisah ini menjadi bukti betapa bahaya dan meresahkan tuduhan palsu, terutama bagi orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi. Al-Qur'an memberikan catatan yang menarik tentang bagaimana orang-orang mulia menghadapi tuduhan perselingkuhan, menunjukkan betapa pentingnya keadilan dan kebenaran dalam menangani fitnah semacam itu.

Kisah tuduhan perselingkuhan dalam Al-Qur'an ini ujian yang sulit bagi mereka. Akan tetapi, setiap peristiwa itu membawa pesan tentang kebijaksanaan, kesabaran, dan kepercayaan kepada Allah. Al-Qur'an menyoroti dampak buruk fitnah dan pentingnya menghindari penyebaran berita palsu yang berujung pada fitnah.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam kisah tuduhan perselingkuhan dalam Al-Qur'an yang dialami orang-orang mulia, Senin (1/1/2024).

2 dari 4 halaman

Nabi Yusuf Dituduh Selingkuh dengan Zulaikha

Kisah tuduhan perselingkuhan antara Nabi Yusuf dan Zulaikha menggambarkan sebuah ujian berat dalam kehidupan Nabi Yusuf. Meskipun Nabi Yusuf telah diangkat sebagai anak oleh Qithfir, Menteri Keuangan Mesir, Zulaikha, istri Qithfir, mendekapnya dengan niat jahat. Meski digoda dengan godaan yang kuat, Nabi Yusuf menolak dengan tegas, mengungkapkan kesetiaannya pada suaminya dan meyakinkan bahwa tindakan tersebut tidaklah benar.

Dikisahkan dalam Takdir dan Mukjizat Manusia Tertampan Yusuf Alaihi Salam (2015) oleh Sulistyawati Khairu, Nabi Yusuf dalam keteguhannya menolak godaan, mengucapkan perlindungan kepada Allah. Kesetiaannya pada suaminya teruji ketika Zulaikha, terdesak oleh penolakan Nabi Yusuf, merobek pakaiannya dan memalsukan tuduhan perselingkuhan.

Perempuan, yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, "Marilah mendekat kepadaku." Yusuf berkata, "Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung." (QS. Yusuf ayat 23)

Qithfir, suami Zulaikha, menangkap mereka di depan pintu, memicu pertarungan persaksian antara Nabi Yusuf dan Zulaikha. Puncaknya adalah ketika Qithfir menentukan bahwa jika pakaian Yusuf robek bagian depan, berarti dia berbohong, dan sebaliknya untuk Zulaikha.

Kisah ini mencerminkan keadilan Allah dalam menguji hamba-Nya. Nabi Yusuf, meskipun difitnah, tetap setia pada nilai-nilai moral dan kejujurannya. Meski bersaksi jujur, Nabi Yusuf harus mendekam di penjara untuk waktu yang lama. Namun, takdir membawa kebebasannya, dan ia diberi tanggung jawab tinggi sebagai bendahara Negara oleh raja Mesir sebagai penghargaan atas kebijaksanaan dan kejujurannya.

Setelah melalui cobaan dan penjara, Nabi Yusuf memperoleh kebebasan dan kesempatan untuk menafsirkan mimpi raja Mesir. Kehandalannya dalam tugas ini membuka jalan bagi Nabi Yusuf untuk menjadi bendahara Negara.

Terpisah oleh peristiwa sulit, takdir mempertemukan kembali Nabi Yusuf dan Zulaikha. Saat raja dan Zulaikha berpisah, Nabi Yusuf meminangnya dengan kesetiaan pada tugasnya sebagai bendahara, menunjukkan integritasnya dalam menghadapi ujian hidup.

Kesempatan akhirnya datang, Nabi Yusuf dan Zulaikha menjadi pasangan yang sah. Dalam prosesnya, Nabi Yusuf mengetahui bahwa Zulaikha masih perawan karena raja Mesir mengalami impotensi. Kisah ini menggambarkan betapa takdir dan keadilan Allah senantiasa mengiringi perjalanan hidup Nabi Yusuf, yang dengan kesetiaan pada tugasnya dan nilai-nilai moral, berhasil mengatasi ujian hidupnya dan bersatu dengan Zulaikha.

3 dari 4 halaman

Aisyah Istri Nabi Muhammad SAW Dituduh Selingkuh oleh Orang Munafik

Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW, menghadapi tuduhan perselingkuhan yang mengguncang pernikahannya. Orang-orang munafik menyebarkan kabar bohong bahwa Aisyah berselingkuh dengan Shafwan bin al-Mu'aththal as-Sullami adz-Dzakwani.

Dikisahkan dalam Kearifan Al-Qur'an oleh Muhammad Chirzin, bahwa pada suatu perjalanan, Aisyah tertinggal untuk mencari kalung yang terputus. Pada saat rombongan meninggalkannya, Shafwan membantu mengantarkannya kembali, namun tanpa ada yang mencurigakan.

Ayat 11-19 dalam surat an-Nuur Al-Qur'an mengungkap fitnah ini. Kabar bohong tersebar di Madinah bahwa Aisyah dan Shafwan pulang berdua, memunculkan tuduhan perselingkuhan. Kabar itu tersebar di antara kaum Mukminin, hampir membuat Nabi Muhammad SAW ikut meragukan kesetiaan Aisyah. Meskipun Aisyah dan Shafwan hanya diam, hampir semua sahabat percaya pada berita itu.

"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya, dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar." (QS. an-Nuur ayat 11)

Abdullah bin Ubayy bin Salul, seorang munafik, menciptakan fitnah ini. Aisyah tidak mengetahui tentang fitnah tersebut sampai Ummu Misthah secara tidak sengaja mengungkapkannya. Mendengar pertanyaan Nabi yang meragukan kesetiaannya, Aisyah hanya merasa kecewa dan memutuskan untuk hanya menceritakan kesedihannya pada Allah.

Meski terpukul dengan tuduhan yang tidak adil, Aisyah tetap sabar. Dalam surat an-Nuur tersebut ditegaskan bahwa berita itu adalah bohong. Allah memperingatkan kaum Mukminin untuk hati-hati dalam menyebarkan kabar dan meminta mereka memperbaiki diri. Setelah tabir rahasia terungkap, Nabi Muhammad SAW bersyukur kepada Allah atas pembebasan Aisyah dari tuduhan tersebut.

Ketika Allah menyingkap kebohongan tersebut, Nabi Muhammad SAW gembira. Beliau memujinya dan bersyukur atas pembebasan Aisyah dari tuduhan tersebut. Fitnah yang menyebabkan kegelisahan dan kesedihan Aisyah akhirnya terungkap sebagai berita palsu. Para penyebar fitnah pun dihukum dengan cambuk sebanyak 80 kali sebagai ganjaran atas fitnah yang mereka sebarkan.

4 dari 4 halaman

Maryam Dituduh Berzina karena Mengandung Tanpa Suami

Maryam, perempuan mulia dalam kisah Al-Qur'an, menghadapi tuduhan perzinaan yang membingungkan banyak pihak. Ayat 47 dari Surat Ali 'Imran secara tegas menyatakan bahwa Maryam hamil meskipun belum menikah dan tanpa berhubungan badan dengan seorang laki-laki. Kabar luar biasa ini membuat perasaan Maryam bercampur antara gembira, sedih, takut, dan takjub.

Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah," lalu jadilah dia. (QS. Ali 'Imran ayat 47)

Dalam ayat tersebut, Maryam mempertanyakan takdir Allah yang membuatnya mengandung tanpa sentuhan laki-laki. Namun, Allah menjelaskan bahwa kekuasaan-Nya tidak terbatas, dan ketika Dia berkehendak menetapkan sesuatu, Dia hanya perlu berkata, "Jadilah", dan itu terjadi. Maryam, dengan keikhlasan dan ketawakalannya, menerima takdir ini sebagai keajaiban Allah.

Kisah Maryam selanjutnya menggambarkan keikhlasannya dalam menghadapi cemoohan dan tuduhan dari masyarakat sekitar. Meskipun dikandungkan secara ajaib dan suci, Maryam tetap bersabar menghadapi hinaan dan mencari perlindungan dengan mengasingkan diri.

Maryam yang hamil tanpa menikah menjadi contoh keajaiban Allah yang Maha Kuasa. Malaikat Jibril, atas izin Allah, meniupkan ruh ke dalam baju kurung Maryam, dan saat itu pula ia mengandung Nabi Isa. Meskipun masyarakat mengetahui tentang kehamilannya, Maryam tetap teguh dalam keyakinannya dan menjaga kehormatannya.

Proses kehamilan Maryam memunculkan hinaan dan celaan dari masyarakat. Meski demikian, Maryam menghadapi semua itu dengan keimanan dan keikhlasan. Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa Maryam mengalami masa kehamilan bersamaan dengan istri Nabi Zakariya yang juga mengandung Nabi Yahya. Kesabaran dan keteguhan Maryam dalam menghadapi tuduhan perzinaan ini memperkuat posisinya sebagai salah satu wanita terbaik dalam Islam.

Ketika Malaikat Jibril mengutus kabar berita tersebut, Maryam merasa kebingungan dan mencari perlindungan dengan menjauhi masyarakat. Cemoohan dan tuduhan tentang perzinaan tidak mampu meruntuhkan keyakinan Maryam. Ia berpuasa bicara ketika mendapatkan hinaan, Maryam menunjukkan keteguhan hatinya dan tawakal kepada Allah.

Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik perempuan adalah Maryam dan sebaik-baik perempuan adalah Khadijah." (HR. Bukhari)