Liputan6.com, Jakarta Iman berasal dari bahasa Arab dari akar kata amana, yu’minu, imana yang secara harfiah atau etimologis dapat diartikan sebagai percaya dan yakin. Kata yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia ini memiliki makna yang mendalam dan kompleks dalam ajaran agama Islam.
Iman berasal dari bahasa Arab dari akar kata amana, yu’minu, imana dalam pandangan Islam mencakup dua dimensi utama. Dua dimensi tersebut mencakup dimensi keyakinan dalam hati dan dimensi pengakuan dengan lisan. Pandangan ini tercermin dalam Al-Quran dan hadis, dua sumber utama ajaran Islam.
Dalam Al-Quran, konsep iman sering dijelaskan sebagai keyakinan yang kokoh dalam hati terhadap keberadaan Allah, risalah-Nya, malaikat, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir baik atau buruk yang berasal dari Allah. Berikut ulasan lebih lanjut tentang iman berasal dari bahasa Arab dari akar kata amana, yu’minu, imana yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (16/1/2023).
Advertisement
Pengertian Iman Secara Etimologi
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, Iman berasal dari bahasa Arab dari akar kata amana, yu’minu, imana yang secara harfiah dapat diartikan sebagai percaya dan yakin. Iman secara etimologi dapat diinterpretasikan sebagai tashdiq atau membenarkan, dengan makna yang hampir sama secara istilah. Ini mencerminkan esensi bahwa iman bukan hanya sebatas keyakinan intelektual, tetapi juga melibatkan dimensi hati dan keyakinan yang mendalam.
Sedangkan secara istilah, konsep iman menurut buku Ensiklopedi Iman yang ditulis oleh Syaikh Abdul Majid Az-Zandani dapat diartikan sesuai dengan makna linguistiknya, yaitu tashdiq atau mempercayai. Dalam konteks istilah, iman memiliki dimensi maknawi atau terminologis yang mencakup kepercayaan dengan yakin terhadap keberadaan Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan qadha serta qadar (ketentuan dan takdir-Nya).
Semua konsep ini terangkum dalam enam rukun iman menurut ajaran agama Islam. Dengan demikian, iman bukan hanya sekadar keyakinan secara umum, tetapi merupakan fondasi spiritual yang membentuk pandangan hidup seorang Muslim. Iman membimbing individu untuk hidup dalam ketaatan kepada Allah, mengakui dan menerima wahyu-Nya, serta menjalani kehidupan dengan keyakinan akan keberadaan-Nya dan keadilan-Nya di akhirat.
Advertisement
Konsep Iman dalam Al-Quran dan Menurut Para ulama
Sebagai bagian dari ajaran agama Islam, kata iman juga disebutkan dalam kitab suci Al-Quran. Konsep iman dalam Al-Quran mencakup kedalaman makna dan pentingnya kepercayaan yang tulus kepada Allah, nabi-nabi-Nya, kitab-kitab-Nya, dan aspek-aspek lain dalam ajaran Islam.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 4 yang berbunyi,
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ
Artinya: Dan mereka yang beriman kepada ( Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.
Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman adalah mereka yang meyakini Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Mereka memiliki keyakinan yang kuat akan keberadaan akhirat. Ayat ini menekankan pada aspek keyakinan dan iman yang mendalam terhadap wahyu Allah.
Surat Al-An'am ayat 75 menggambarkan bagaimana Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada Nabi Ibrahim, sehingga beliau termasuk dalam golongan orang-orang yang yakin.
وَكَذٰلِكَ نُرِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ مَلَكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِنِيْنَ
Artinya: Dan demikianlah, Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.
Kata yaqin dan tashdiq yang digunakan dalam ayat-ayat tersebut menekankan bahwa iman bukan hanya sebatas keyakinan intelektual, tetapi juga melibatkan aspek perasaan dan tindakan hati yang bersumber dari keyakinan yang mendalam.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 136 yang berbunyi,
قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ
Artinya: Katakanlah, Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.
Allah menunjukkan bahwa iman melibatkan keyakinan kepada Allah, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, tanpa membedakan di antara mereka. Ini mencerminkan kesatuan keyakinan dalam ajaran Islam dan pentingnya menerima seluruh ajaran Allah dengan hati yang bersih.
Konsep iman dalam Al-Quran ini juga diperkuat dengan pandangan beberapa ulama terkenal seperti Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Bukhari. Mereka sepakat bahwa iman melibatkan perkataan, perbuatan, dan dapat bertambah atau berkurang tergantung pada ketaatan atau kemaksiatan seseorang.
Pendapat-pendapat ulama lainnya seperti Imam Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i, Ishaq Bin Rahawai, Ali bin Abi Thalib, dan Aisyah menegaskan bahwa iman mencakup ucapan, keyakinan dalam hati, dan amalan dengan anggota tubuh. Ini menunjukkan bahwa iman dalam Islam bukanlah sekadar keyakinan di hati, tetapi juga tercermin dalam tindakan nyata sehari-hari.