Sukses

Peringatan Hari Pejalan Kaki Nasional 22 Januari, Berawal Dari Kecelakaan Maut

Hari Pejalan Kaki Nasional diharapkan menciptakan kesadaran akan pentingnya hak dan keamanan pejalan kaki di tengah mobilitas perkotaan yang tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Hari Pejalan Kaki Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Januari di Indonesia, lahir sebagai bentuk peringatan terhadap peristiwa kecelakaan maut yang merenggut nyawa sejumlah pejalan kaki di kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat. Inisiatif untuk menetapkan Hari Pejalan Kaki Nasional datang dari para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Pejalan Kaki (KOPEKA).

KOPEKA memanfaatkan momentum ini sebagai panggilan untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan pejalan kaki dan mendorong tindakan konkret untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi mereka. Peringatan ini juga menjadi wadah untuk menyuarakan perlunya kawasan khusus yang ramah bagi pejalan kaki. 

Kawasan khusus pejalan kaki diharapkan dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi para pejalan kaki. Sehingga, para pejalan kaki  dapat beraktivitas tanpa harus khawatir akan potensi bahaya lalu lintas. Hari Pejalan Kaki Nasional diharapkan menciptakan kesadaran akan pentingnya hak dan keamanan pejalan kaki di tengah mobilitas perkotaan yang tinggi.

Berikut ulasan lebih lanjut tentang Hari Pejalan Kaki Nasional yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (22/1/2024).

2 dari 4 halaman

Kecelakaan Maut yang Menjadi Latar Belakang Lahirnya Hari Pejalan Kaki Nasional

Hari Pejalan Kaki Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Januari di Indonesia memiliki latar belakang yang penuh pilu, yang bermula dari tragedi kecelakaan maut di Tugu Tani, Jakarta Pusat, pada tanggal 22 Januari 2012. Peristiwa ini tidak hanya menjadi titik awal untuk mengenang korban, tetapi juga menjadi landasan penting dalam penetapan Hari Pejalan Kaki Nasional.

Pada tanggal tersebut, mobil yang dikendarai Afriyani Susanti menabrak belasan pejalan kaki di trotoar. Afriyani Susanti, dalam keadaan pengaruh minuman keras dan narkoba setelah berpesta semalam suntuk, kehilangan kendali atas kendaraannya. Kecepatan mobilnya yang mencapai lebih dari 90 kilometer per jam membuatnya oleng, menabrak trotoar, dan merenggut nyawa sembilan pejalan kaki di tempat kejadian, sementara tiga orang lainnya mengalami luka-luka.

Atas kelalaiannya, Afriyani Susanti dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan dasar pelanggaran Pasal 311 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tragedi ini menjadi pemicu untuk lebih memperhatikan hak dan keselamatan para pejalan kaki di Indonesia.

Sejak saat itu, KOPEKA bersama-sama mengusulkan 22 Januari sebagai Hari Pejalan Kaki Nasional. Penetapan hari ini tidak hanya sebagai seremonial semata, melainkan sebagai bentuk penghormatan terhadap korban dan sebagai panggilan untuk lebih serius memperhatikan keselamatan pejalan kaki di tengah mobilitas perkotaan yang tinggi.

3 dari 4 halaman

Tujuan Penetapan Hari Pejalan Kaki Nasional

Penetapan Hari Pejalan Kaki Nasional tidak hanya menjadi momen mengenang tragisnya kecelakaan maut di Tugu Tani, Jakarta Pusat, namun juga merupakan langkah proaktif dalam membela hak-hak pejalan kaki di Indonesia. Dengan tujuan utama yang jelas, penetapan ini menjadi sebuah panggilan bagi masyarakat dan pemerintah untuk memberikan perlindungan dan perhatian yang lebih terhadap kebutuhan para pejalan kaki, terutama di tengah lalu lintas yang semakin padat.

KOPEKA sebagai penggagas penetapan Hari Pejalan Kaki Nasional, mengadvokasi perlindungan lebih lanjut bagi para pejalan kaki. Upaya ini mencakup serangkaian langkah konkret yang diusulkan oleh KOPEKA, dengan harapan dapat diimplementasikan oleh pemerintah guna menciptakan lingkungan yang lebih aman dan ramah bagi mereka yang memilih berjalan kaki sebagai sarana transportasi.

Salah satu usulan penting dari KOPEKA adalah penerapan pembatasan kecepatan untuk kendaraan bermotor. Hal ini diharapkan dapat mengurangi risiko kecelakaan dan memberikan rasa aman kepada pejalan kaki di sepanjang jalan. Selain itu, peningkatan trotoar menjadi langkah kritis lainnya. Dengan trotoar yang lebih lebar dan baik kondisinya, pejalan kaki dapat beraktivitas dengan lebih nyaman dan terlindungi.

Pengadaan penyeberangan yang aman bagi pejalan kaki juga menjadi fokus KOPEKA. Penyeberangan yang dirancang dengan baik akan membantu mengurangi risiko kecelakaan dan memberikan jalur yang lebih teratur bagi para pejalan kaki. Semua langkah ini bukan hanya sebagai bentuk peringatan, tetapi juga sebagai usaha konkret untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi para pejalan kaki.

Dengan penetapan Hari Pejalan Kaki Nasional, diharapkan masyarakat dan pemerintah dapat bersinergi untuk mewujudkan perubahan positif dalam infrastruktur perkotaan, menjadikan kepentingan dan keselamatan para pejalan kaki sebagai prioritas utama.

4 dari 4 halaman

Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki Menurut Undang–undang

Hak dan kewajiban pejalan kaki di Indonesia telah diatur dengan jelas oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Pemahaman yang baik terhadap hal ini sangat penting untuk menciptakan interaksi yang aman dan lancar antara pejalan kaki dan pengguna jalan lainnya.

Berdasarkan Undang-undang tersebut, pejalan kaki memiliki hak-hak tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 131.

1. Fasilitas Pendukung

Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung seperti trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lainnya.

2. Prioritas saat Menyeberang

Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan.

3. Menyeberang di Tempat yang Dipilih

Jika belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud, pejalan kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.

Selain hak-hak tersebut, pejalan kaki juga memiliki kewajiban sesuai dengan Pasal 132.

1. Menggunakan Bagian Jalan yang Diperuntukkan

Pejalan kaki wajib menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi mereka atau jalan yang paling tepi.

2. Menyeberang dengan Keselamatan 

Dalam hal tidak ada tempat penyeberangan yang ditentukan, pejalan kaki wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas.

3. Penggunaan Tanda Khusus

Pejalan kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali oleh pengguna jalan lain.

Pemahaman akan hak dan kewajiban ini menjadi kunci untuk menciptakan interaksi yang aman dan lancar antara pejalan kaki dan pengguna jalan lainnya. Dengan begitu, di tengah tuntutan perkotaan yang semakin padat, keselamatan setiap individu, terutama mereka yang memilih berjalan kaki sebagai sarana transportasi, dapat terjamin dengan lebih baik.