Liputan6.com, Jakarta Sengketa pemilu merupakan konsekuensi yang mungkin terjadi dalam sistem penyelenggaraan pemilihan umum. Meskipun sistem telah dirancang sebaik mungkin, kemungkinan pelanggaran yang dapat mencederai kualitas pemilu tetap ada. Oleh karena itu, penting adanya mekanisme kelembagaan yang dapat menyelesaikan dan memperjuangkan berbagai sengketa pemilu.Â
Baca Juga
Advertisement
Mekanisme ini bukan hanya untuk menyelesaikan sengketa, tetapi juga melindungi hak-hak warga negara dari pelanggaran, memperbaiki proses pemilu, dan memulihkan legitimasi pemerintahan. Beberapa negara, termasuk Indonesia, membentuk institusi independen untuk penyelenggara pemilu dan mekanisme kelembagaan untuk menyelesaikan sengketa pemilu.Â
Pelanggaran pemilu dapat terjadi mulai dari perencanaan hingga perhitungan suara, mencakup pelanggaran administrasi dan pidana. Pelanggaran ini tidak hanya mencederai kualitas pemilu, tetapi juga dapat membuat publik meragukan hasil pemilu yang berdampak pada legitimasi pemerintahan terancam, bahkan stabilitas sosial dan politik terganggu. Berikut ulasan lebih lanjut tentang penyelesaian sengketa pemilu yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (26/1/2024).
Jenis Sengketa Pemilu dan Instansi yang Terlibat dalam Penyelesaiannya
Dilansir dari jurnal Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 2, April-Juni 2014 berjudul Penyelesaian Sengketa Pemilu Sebagai Upaya Pemulihan Kepercayaan dan Memperkuat Legitimasi Pemerintahan Demokrasi, Ekspektasi masyarakat terhadap pemilu sebagai sarana revolusi politik dan pemerintahan telah mendorong pembentukan institusi-institusi khusus di Indonesia untuk menyelesaikan sengketa pemilu.Â
Berbagai negara termasuk Indonesia, umumnya membagi penyelesaian sengketa pemilu menjadi dua terminologi, yaitu penyelesaian sengketa selama proses pemilu dan penyelesaian sengketa hasil pemilu. Pemerintah pun membagi peran penyelesaian sengketa selama proses pemilu dan penyelesaian sengketa hasil pemilu pada instansi yang berbeda.
Pembagian peran di antara institusi-institusi tersebut menjadi upaya untuk memastikan penyelesaian yang adil dan transparan terhadap berbagai sengketa pemilu. Harapannya, integritas pemilu tetap terjaga, dan ketidakpuasan serta keberatan masyarakat dapat diselesaikan dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hukum.Berikut instansi yang berwenang menyelesaikan sengketa selama proses pemilu dan penyelesaian sengketa hasil pemiluÂ
Instansi yang Terlibat dalam Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu
1. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
KPU memiliki peran utama dalam menangani sengketa yang terjadi selama tahapan pemilu. KPU berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang bersifat administratif, seperti masalah daftar pemilih, hak memilih, dan perhitungan suara.
2. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Bawaslu memiliki tanggung jawab dalam mengawasi jalannya pemilu dan menanggapi pelanggaran pemilu. Mereka berperan dalam menyelesaikan sengketa terkait pelanggaran administrasi yang dapat memengaruhi integritas pemilu.
3. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
PTUN memiliki kewenangan untuk menangani sengketa pemilu yang bersifat administratif. Mereka berfungsi sebagai lembaga peradilan yang menangani perselisihan terkait tata cara pemilu dan pelanggaran administrasi.
Instansi yang Terlibat dalam Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu
1. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi memiliki peran kunci dalam menangani sengketa hasil pemilu dan penetapan calon terpilih. Mahkamah Konstitusi memutuskan sengketa yang bersifat konstitusional terkait hasil pemilu, serta memverifikasi dan menetapkan calon terpilih.
Advertisement
Alur Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu
Penanganan sengketa proses pemilu di Indonesia melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kedua lembaga ini memiliki kewenangan untuk menerima, memeriksa, dan memutus penyelesaian sengketa terkait dengan proses pemilu. Berikut adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penanganan sengketa proses pemilu oleh Bawaslu
1. Penerimaan Permohonan
Bawaslu menerima permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu dari para pihak yang berselisih. Permohonan ini dapat berkaitan dengan berbagai aspek proses pemilu, mulai dari tahapan persiapan hingga penetapan hasil pemilu.
2. Verifikasi Formal dan Material
Setelah menerima permohonan, Bawaslu melakukan verifikasi secara formal dan material terhadap permohonan tersebut. Verifikasi ini melibatkan pemeriksaan dokumen-dokumen yang diajukan dan substansi materi sengketa pemilu yang diajukan.
3. Mediasi
Bawaslu berperan dalam mediasi antarpihak yang bersengketa. Proses mediasi dilakukan untuk mencari solusi damai dan mencapai kesepakatan antara pihak-pihak yang berselisih. Mediasi merupakan langkah awal untuk menyelesaikan sengketa tanpa melibatkan proses hukum yang lebih panjang.
4. Adjudikasi Sengketa
Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, Bawaslu kemudian melakukan proses adjudikasi sengketa. Adjudikasi melibatkan pemeriksaan lebih lanjut terhadap bukti-bukti dan argumen yang diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Bawaslu memutuskan sengketa berdasarkan hukum dan fakta yang ada.
5. Keputusan Bawaslu
Keputusan yang diambil oleh Bawaslu dalam penyelesaian sengketa proses pemilu bersifat final dan mengikat. Namun, terdapat pengecualian terkait tiga hal, yaitu verifikasi partai politik peserta pemilu, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta penetapan pasangan calon. Keputusan terkait hal-hal tersebut dapat diajukan ke PTUN.
6. Upaya Hukum ke PTUN
Jika para pihak yang bersengketa belum menerima keputusan Bawaslu, mereka memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Proses ini memberikan peluang bagi pihak yang berselisih untuk memperjuangkan argumennya di tingkat peradilan yang lebih tinggi.
Alur Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu
Penanganan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Indonesia dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Berikut adalah rinciannya.
1. Wewenang Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang untuk menangani sengketa PHPU, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014. Undang-Undang ini merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Wewenang ini mencakup penyelesaian sengketa terkait hasil pemilihan umum di tingkat nasional.
2. Proses Penyelesaian PHPU
Pemohon, yang dapat berupa perorangan warga negara Indonesia, calon anggota DPD, partai politik peserta pemilu, partai politik, dan partai politik lokal peserta pemilu anggota DPRA dan DPRK, dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil perhitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Masa tenggang permohonan pembatalan penetapan hasil perhitungan suara paling lama 3x24 jam sejak diumumkannya penetapan perolehan suara secara nasional oleh KPU. Pemohon memperoleh kesempatan selama 3x24 jam untuk memperbaiki dan melengkapi permohonan jika kurang lengkap sejak permohonan diterima oleh MK.
3. Proses Perkara PHPU
Mekanisme penanganan perkara PHPU diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pedoman ini mengatur tata cara dalam persidangan dan penyelesaian sengketa PHPU.
4. Putusan Mahkamah Konstitusi
Setelah melalui proses persidangan, Mahkamah Konstitusi akan mengeluarkan putusan terkait sengketa PHPU. Keputusan MK akan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan. Artinya, tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh setelah MK mengeluarkan putusan.
Sifat putusan Mahkamah Konstitusi terkait penanganan perkara PHPU bersifat final dan mengikat (final and binding). Putusan ini mengakhiri sengketa dan menetapkan hasil pemilihan umum secara sah dan mengikat.
5. Implementasi
Putusan MKKPU, baik di tingkat nasional maupun tingkat provinsi atau kabupaten/kota, wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan yang ditegaskan dalam Pasal 272 ayat (4).
Proses penanganan sengketa PHPU oleh Mahkamah Konstitusi dirancang untuk memberikan kepastian hukum secara cepat dan efektif. Putusan yang bersifat final dan mengikat menunjukkan peran MK sebagai lembaga peradilan tertinggi dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum, yang pada gilirannya, mendukung integritas dan legitimasi proses demokratis di Indonesia.
Â
Advertisement