Sukses

UU Pemilu Terbaru 2021 atau 2023? Simak Penetapan Peraturan dan Setiap Pasalnya

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Menjadi Undang.

Liputan6.com, Jakarta UU Pemilu Terbaru 2021 atau lebih dikenal dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilihan Umum, merupakan regulasi yang memiliki tujuan, untuk meningkatkan kualitas sistem pemilihan umum di Indonesia. Landasan filosofi dari UU ini adalah untuk menciptakan pemilu yang berkualitas, adil, demokratis dan transparan.

Salah satu aspek penting dari UU Pemilu ini adalah peningkatan partisipasi masyarakat, dalam proses demokrasi dan menjadi bagian dari perubahan positif di Indonesia. UU Pemilu Terbaru 2021 atau 2023? Di dalam UU Pemilu tahun 2023 terdapat berbagai perubahan signifikan, di mana bertujuan untuk memperbaiki kelemahan yang ada dalam sistem pemilihan umum sebelumnya.

Beberapa hal yang diatur dalam UU ini antara lain adalah tentang penyelenggaraan pemilu, proses pemungutan suara, partisipasi masyarakat dalam politik, serta regulasi tentang pemilihan calon legislatif dan presiden. UU Pemilu ini juga mengatur tentang mekanisme pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu, serta sanksi bagi pelanggar.

Dengan adanya UU Pemilu Terbaru Nomor 7 Tahun 2023, diharapkan sistem pemilihan umum di Indonesia dapat menjadi lebih baik, adil dan demokratis. Hal ini juga sejalan dengan semangat perubahan positif di Indonesia, menuju masyarakat yang lebih partisipatif dalam proses demokrasi.  UU Pemilu Terbaru 2021 atau 2023? Sebagai bagian dari masyarakat, penting untuk memahami isi dari UU Pemilu ini dan turut serta dalam menjaga pelaksanaannya.

Berikut ini isi UU pemilu terbaru yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (30/1/2024). 

2 dari 4 halaman

UU Pemilu Terbaru

Pada tanggal 4 Mei 2023, Presiden Joko Widodo menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu sebagai langkah signifikan dalam reformasi sistem pemilihan umum di Indonesia. UU Pemilu terbaru ini muncul setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 yang mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi UU yang lebih adaptif.

Salah satu perubahan utama yang dicantumkan dalam UU Pemilu terbaru ini adalah Pasal 10A yang mengatur pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di provinsi-provinsi baru. Hal ini mencakup mandat pembentukan KPU, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan KPU Provinsi di masa transisi, serta mekanisme pengangkatan untuk pertama kali. Begitu pula, Pasal 92A mengatur hal serupa untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di provinsi-provinsi baru.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu mencerminkan komitmen Indonesia, untuk terus memperbaiki dan mengembangkan sistem demokrasi. Melalui rincian pasal-pasalnya, UU ini memberikan panduan jelas terkait pembentukan dan fungsi lembaga-lembaga kunci seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di provinsi-provinsi baru, dengan penekanan pada mekanisme pengangkatan yang transparan.

Salah satu penyesuaian signifikan terdapat pada Pasal 117 yang merespons tantangan praktis, dalam merekrut anggota Badan Adhoc Pengawas Pemilu dengan menyesuaikan usia yang diharuskan. Sementara itu, Pasal 173 memberikan pengecualian syarat kepengurusan kantor tetap partai politik di provinsi baru, mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan praktis partai politik dan aspek legitimasi dalam partisipasi pemilu. Tidak kalah pentingnya, Pasal 179 membuka ruang partisipasi bagi partai politik yang telah memenuhi ambang batas pada pemilu sebelumnya, sementara Pasal 186 memberikan respons terhadap pembentukan daerah baru di Papua dan Papua Barat. 

3 dari 4 halaman

UU No. 7 Tahun 2023 tentang Pemilu:

1. Pasal 10A (Pengaturan Pembentukan KPU di Provinsi Baru)

Pengaturan mengenai mandat pembentukan KPU, mulai pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan KPU Provinsi di provinsi masa transisi serta mekanisme Pengangkatan untuk pertama kali.

2. Pasal 92A (Pengaturan Pembentukan Bawaslu di Provinsi Baru)

Pengaturan mengenai mandat pembentukan Bawaslu, mulai dari pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan Bawaslu Provinsi di provinsi baru pada masa transisi serta mekanisme Pengangkatan untuk pertama kali.

3. Pasal 117 (Penyesuaian Usia untuk Badan Adhoc Pengawas Pemilu untuk mengakomodir kesulitan Bawaslu dalam Rekruitmen lembaga Adhoc)

Dalam hal tidak terdapat calon anggota Panwaslu Kelurahan/Desa dan Pengawas TPS yang memenuhi persyaratan usia 21 Tahun, dapat diisi oleh calon anggota Panwaslu Kelurahan/Desa dan Pengawas TPS yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun dengan persetujuan Bawaslu Kabupaten/Kota.

4. Pasal 173 (Syarat Parpol Peserta Pemilu)

Berdasarkan Pasal 173 ayat (2) huruf b dan huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa syarat Parpol peserta Pemilu adalah "memiliki kepengurusan di seluruh wilayah provinsi dan kantor tetap". Mengingat Parpol membutuhkan waktu untuk pembentukan kepengurusan dan sarana pendukung lainnya diperlukan pengaturan mengenai pengecualian syarat kepengurusan kantor tetap partai politik di provinsi baru. Pengecualian ini harus dilakukan untuk memperkuat legitimasi bagi Parpol peserta pemilu.

5. Pasal 179 (Nomor Urut Partai Politik)

Partai politik yang telah memenuhi ketentuan ambang batas perolehan suara secara nasional untuk Pemilu anggota DPR pada tahun 2019 dan telah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dapat menggunakan nomor urut yang sama pada Pemilu tahun 2019 atau mengikuti penetapan nomor urut Partai Politik Peserta Pemilu bersama dengan partai baru yang dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang terbuka dengan dihadiri wakil Partai Politik Peserta Pemilu.

6. Pasal 186 (Jumlah Kursi dan Dapil DPR RI pada Provinsi Baru)

Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 20 UU Pembentukan 4 (empat) daerah baru di wilayah Papua dan Papua Barat, maka uipenunai penyesuaian terhadap jumlah kursi dan daerah pemilihan untuk DPR RI.

4 dari 4 halaman

7. Pasal 243 (Penetapan Bakal Calon Anggota DPRD Provinsi)

 

Untuk mengantisipasi belum terbentuknya pengurus Parpol tingkat provinsi pada 4 (empat) daerah baru di wilayah Papua dan Papua Barat maka diatur mekanisme penetapan bakal calon anggota DPRD Provinsi oleh pengurus Parpol tingkat pusat.

8. Pasal 276 (Perubahan waktu dimulainya Kampanye Pemilu, Penetapan Daftar Calon Tetap (DCT), Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Penetapan Paslon Presiden dan Wakil Presiden).

Kampanye Pemilu dilaksanakan sejak 25 (dua puluh lima) hari setelah ditetapkan daftar calon tetap anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota untuk Pemilu anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD serta dilaksanakan sejak 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan Pasangan Calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya Masa Tenang. Perubahan ini untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan dalam proses pencetakan dan distribusi logistik di mana sebelumnya Kampanye Pemilu dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan DCT.

9. Pasal 568A (Kebutuhan untuk antisipasi Pelaksanaan Pemilu wilayah IKN)

Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota pada tahun 2024 di wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang masuk dalam wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Ditetapkan tanggal 15 Februari 2022), tetap berpedoman DPR RI dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Ditetapkan tanggal 15 Agustus 2017)

10. Perubahan Lampiran Undang-Undang

Perubahan Lampiran I: Jumlah Anggota KPU Provinsi dan Kab/Kota; Lampiran II: Jumlah Anggota Bawaslu Provinsi dan Kab/Kota; Lampiran III: Jumlah Kursi dan Dapil DPR RI; Lampiran IV: Jumlah Kursi dan Dapil DPRD Provinsi.

Â