Sukses

Kisah Santo Valentine, Hari Kematiannya Jadi Asal Usul Peringatan Hari Kasih Sayang

Kisah Santo Valentinus, seorang Uskup Agung pada masa itu, menjadi titik awal perayaan yang kini dikenal sebagai Hari Valentine.

Liputan6.com, Jakarta Perayaan Hari Valentine setiap tanggal 14 Februari memiliki akar sejarah yang berkisah tentang perlawanan terhadap kebijakan keras Kaisar Romawi, Claudius II pada tahun 200 Masehi. Kisah Santo Valentinus, seorang Uskup Agung pada masa itu, menjadi titik awal perayaan yang kini dikenal sebagai Hari Valentine.

Ketidaksetujuan Santo Valentinus terhadap kebijakan Kaisar Claudius II yang melarang para tentara lajang untuk menikah menjadi latar belakang pemberontakannya. Kaisar Claudius II meyakini bahwa pernikahan akan membebani dan mengurangi produktivitas para tentara, terutama mereka yang sedang aktif berperang. Dalam pandangan sang kaisar, keharusan fokus pada tugas militernya dianggap lebih penting daripada ikatan pernikahan.

Santo Valentinus sebagai pelayan agama, menilai bahwa larangan menikah ini tidak adil dan melanggar hak asasi manusia. Santo Valentinus diam-diam tetap melangsungkan pernikahan untuk pasangan-pasangan muda yang mencintai satu sama lain. Berikut kisah Santo Valentinus yang hari kematiannya konon jadi asal-usul peringatan hari Valentine yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (1/2/2024).

2 dari 3 halaman

Perlawanan Terhadap Ketidakadilan

Cerita dimulai pada tahun 200 Masehi, ketika Kaisar Romawi, Claudius II, sedang berupaya memperluas kekaisarannya melalui ekspansi wilayah. Dalam rangka memperbaiki keadaan militer, Kaisar Claudius II mengeluarkan kebijakan yang kontroversial dengan melarang para tentara lajang untuk menikah, terutama mereka yang terlibat dalam pertempuran.

Santo Valentinus beranggapan bahwa larangan ini tidak adil dan tidak beralasan. Baginya, cinta dan pernikahan adalah hak asasi manusia yang tak seharusnya dicampuri oleh kepentingan militer. Dalam tindakan perlawanannya terhadap ketidakadilan ini, Santo Valentinus memutuskan untuk secara diam-diam menikahkan para tentara yang sedang aktif berperang, mengabaikan perintah keras Kaisar Claudius II.

Akibat tindakannya, Santo Valentinus ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tanggal 14 Februari. Selama berada di penjara, Santo Valentinus terus menunjukkan kasih sayangnya dengan menulis surat-surat, termasuk kepada seorang perempuan yang ia sembuhkan dari kebutaan. Sebelum eksekusi, ia menandatangani surat-surat tersebut dengan frase "from your Valentine". Surat-surat ini konon menjadi awal tradisi memberikan hadiah sebagai bentuk ungkapan cinta pada perayaan yang kini dikenal sebagai Hari Valentine.

Kisah Santo Valentinus tidak sempat tenggelam hingga pada tahun 1415, cerita ini muncul kembali. Hal ini berawal dari Pangeran Prancis, Charles d'Orléans yang menuliskan puisi kasih sayang kepada istrinya yang dipenjara di London. Tindakan ini kemudian diikuti oleh Raja Henry V dari Inggris, dan sejak itulah ungkapan kasih sayang melalui tulisan menjadi populer di seluruh dunia.

Dengan berjalannya waktu, perayaan Hari Valentine mengalami evolusi dari tradisi mengirim surat menjadi tukar-menukar barang, dan kini menjadi momen yang meriah di mana orang-orang di seluruh dunia mengekspresikan kasih sayang mereka dengan berbagai cara. Meskipun akarnya berasal dari kisah pemberontakan dan pengorbanan Santo Valentinus, Hari Valentine telah menjadi perayaan yang menyatukan orang-orang dalam cinta dan kasih sayang.

3 dari 3 halaman

Diakui Gereja Roma, tapi Identitasnya Dipertanyakan

Santo Valentinus, secara resmi diakui oleh Gereja Katolik Roma sebagai martir yang meninggal sekitar tahun 270 Masehi. Namun, identitasnya yang masih dipertanyakan hingga saat ini. Sejak tahun 496 Masehi, Paus Gelasius I telah menyiratkan keraguan tentang kebenaran identitasnya, menyebut martir ini sebagai sosok yang tindakannya "hanya diketahui oleh Tuhan."

Salah satu akun dari abad ke-15 menggambarkan Santo Valentinus sebagai seorang pendeta kuil yang dipenggal di dekat Roma oleh Kaisar Claudius II karena terlibat dalam membantu pasangan Kristen menikah. Di sisi lain, catatan sejarah yang berbeda menyebutkan bahwa Santo Valentinus adalah Uskup Terni yang juga menjadi martir oleh tangan Claudius II di pinggiran Roma. Meskipun terdapat perbedaan dalam detail, kemiripan antara akun-akun ini menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin merujuk pada satu individu yang sama.

Ketidakpastian mengenai identitas sejati Santo Valentinus membawa Gereja Katolik untuk menghentikan pemujaan liturgi terhadapnya pada tahun 1969. Meskipun demikian, namanya tetap ada dalam daftar orang-orang kudus yang diakui secara resmi oleh Gereja Katolik. Kebingungan seputar identitas Santo Valentinus memperkuat pemahaman bahwa sejarahnya mungkin telah tercampur dengan legenda dan berbagai versi cerita yang berkembang seiring berjalannya waktu.

Meskipun identitas asli Santo Valentinus mungkin tidak dapat dipastikan secara tegas, keberadaannya sebagai tokoh yang diakui oleh Gereja Katolik tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kisah pengorbanannya untuk membela nilai-nilai cinta dan keadilan memberikan makna mendalam dalam tradisi Hari Valentine, meskipun kita mungkin tidak dapat sepenuhnya menyingkap tabir misteri yang melingkupi tokoh ini.

Ada Banyak Orang Suci dengan Nama Santo Valentinus

Valentinus menjadi nama populer di antara abad kedua dan kedelapan Masehi. Valentinus berasal dari kata bahasa Latin yang berarti layak, kuat atau berkuasa. Nama ini kemudian banyak dipilih oleh para martir. Akibatnya, daftar orang-orang kudus Katolik Roma mencatat ada banyak orang dengan nama Valentine.

Ini membuat proses identifikasi menjadi sulit, karena nama yang sama digunakan oleh beberapa tokoh yang mungkin memiliki sejarah dan kontribusi yang berbeda. Terdapat St. Valentine Berrio-Ochoa, seorang Dominikan Spanyol yang dibeatifikasi karena pengabdiannya di Vietnam hingga pemenggalannya pada tahun 1861. Paus Yohanes Paulus II kemudian mengkanonisasi Berrio-Ochoa pada tahun 1988, menambahkan satu lagi tokoh Valentine ke dalam katalog orang-orang kudus.

Bahkan seorang Paus bernama Valentine juga tercatat dalam sejarah, meskipun masa jabatannya hanya berlangsung singkat selama 40 hari sekitar tahun 827 Masehi. Keanekaragaman tokoh-tokoh Valentine dalam catatan gereja menambah kerumitan dalam mengidentifikasi sosok yang tepat yang diperingati dalam perayaan Hari Valentine.

Meskipun proses identifikasi mungkin sulit, keragaman ini juga mencerminkan popularitas dan penghargaan yang diberikan kepada banyak individu yang bernama Valentine dalam sejarah Gereja Katolik Roma. Dalam keragaman ini, kita tetap merayakan Hari Valentine sebagai peringatan akan nilai-nilai cinta, keberanian, dan pengabdian yang diwakili oleh berbagai tokoh yang mungkin telah mengabdikan hidup mereka untuk nilai-nilai tersebut.

 

 

Â