Liputan6.com, Jakarta Dalam upaya meningkatkan keamanan dan kehalalan produk di sektor pangan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 yang mewajibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang bergerak dalam sektor makanan, minuman, dan jasa penyembelihan untuk memiliki sertifikasi halal sebelum 17 Oktober 2024.Â
Aturan ini menjadi langkah serius dalam menjamin bahwa konsumen dapat mengkonsumsi produk yang sesuai dengan prinsip halal. Oleh karena itu, setiap PKL perlu memahami cara mengurus sertifikasi halal sebagai upaya mendukung kebijakan pemerintah dan memastikan keberlanjutan usaha mereka di masa depan.
Proses cara mengurus sertifikasi halal bagi PKL tidak hanya sekadar formalitas, melainkan suatu kewajiban yang mendukung kepercayaan konsumen. Sertifikasi halal adalah tanda bahwa produk atau jasa yang dihasilkan oleh PKL telah melewati serangkaian uji dan verifikasi untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan halal.Â
Advertisement
Untuk meningkatkan kesadaran akan proses cara mengurus sertifikasi halal yang benar, mudah dan gratis berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi lengkapnya pada Jumat (2/2).
Apa Itu Sertifikat Halal?
Sertifikat halal merupakan sebuah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), bertujuan untuk menegaskan bahwa suatu produk telah memenuhi standar syariat Islam, baik dari segi bahan baku maupun proses produksinya. Dengan memegang sertifikat ini, produk tersebut diakui sebagai aman untuk dikonsumsi dan telah terbebas dari bahan-bahan yang dianggap haram dalam ajaran Islam. Proses penerbitan sertifikat halal melibatkan penilaian ketat terhadap seluruh aspek produksi, mulai dari pemilihan bahan hingga tahap akhir pembuatan produk.
Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2019 dan No. 39 Tahun 2022 secara tegas menyatakan bahwa beberapa jenis produk wajib memperoleh sertifikat halal. Kategori produk yang mencakup makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik harus menjalani proses sertifikasi untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip halal. Keterlibatan pemerintah dalam menetapkan aturan ini mencerminkan komitmen untuk melindungi hak konsumen Muslim dalam memilih produk yang sesuai dengan keyakinan agama mereka.
Keberadaan sertifikat halal bukan hanya sekadar formalitas legal, tetapi juga memiliki dampak signifikan terutama dalam meningkatkan kepercayaan konsumen. Bagi masyarakat Muslim, sertifikat halal menjadi pedoman krusial dalam memilih dan mengonsumsi produk. Sertifikat ini juga memberikan rasa tenang kepada pelaku usaha, karena memungkinkan mereka untuk memasarkan produk secara lebih luas tanpa khawatir akan dicurigai atau dihindari oleh konsumen yang memperhatikan kehalalan produk.Â
Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai arti dan proses penerbitan sertifikat halal menjadi penting baik bagi konsumen maupun pelaku usaha, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya memenuhi standar kehalalan dalam produk yang dikonsumsi.
Advertisement
Fungsi dan Masa Berlaku Sertifikat Halal
Sertifikat halal bukan hanya merupakan sebuah kewajiban yang harus dipatuhi oleh pelaku usaha, melainkan juga sebuah alat strategis yang dapat memberikan sejumlah manfaat signifikan, baik bagi produsen maupun konsumen. Pertama-tama, sertifikat halal menjadi sarana penting untuk memperoleh kepercayaan dari konsumen yang menganut agama Islam. Konsumen cenderung lebih yakin dan nyaman untuk mengkonsumsi produk yang telah memiliki sertifikat halal, mengingat hal tersebut merupakan bukti bahwa produk tersebut mematuhi prinsip-prinsip kehalalan dalam Islam, mulai dari pemilihan bahan hingga proses produksi.
Selain sebagai jaminan kepercayaan, sertifikat halal juga memberikan keunggulan kompetitif bagi pelaku usaha. Produk yang telah bersertifikat halal memiliki keunggulan dibandingkan dengan kompetitor yang belum memenuhi persyaratan kehalalan. Ini dapat menjadi daya tarik ekstra bagi konsumen yang memiliki kepedulian khusus terhadap aspek kehalalan dalam pemilihan produk mereka. Dengan demikian, sertifikat halal bukan hanya sebuah tanggung jawab, tetapi juga strategi pemasaran yang efektif.
Selain itu, sertifikat halal juga berperan sebagai bukti legalitas suatu produk atau jasa yang telah disesuaikan dengan syariat Islam. Hal ini dapat memberikan perlindungan terhadap tuduhan atau kontroversi yang berkaitan dengan kehalalan produk. Keberadaan sertifikat halal menjadi payung hukum yang kuat, membuktikan bahwa setiap tahap produksi, mulai dari bahan baku hingga proses pembuatan, telah mematuhi aturan dan norma agama Islam.
Tidak hanya bermanfaat bagi pelaku usaha dan konsumen, sertifikat halal juga memiliki dampak positif pada tingkat global. Standar pembuatan produk dan jasa yang sesuai dengan syariat Islam memungkinkan perusahaan atau pedagang untuk memasarkan produknya secara lebih luas, terutama di pasar-pasar yang didominasi oleh populasi Muslim. Dengan sertifikat halal, produk tersebut dapat lebih mudah diterima dan diakui kehalalannya di tingkat internasional.
Selain itu, sertifikat halal juga menjadi alat bantu bagi pemerintah dan organisasi keagamaan dalam mengawasi dan menjamin kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Ini menciptakan kerjasama yang erat antara sektor bisnis dan regulator, memastikan bahwa produk dan jasa yang dipasarkan telah memenuhi standar dan tidak melanggar prinsip kehalalan.
Masa berlaku sertifikat halal, sesuai dengan ketetapan Majelis Ulama Indonesia No. Kep-49/DHN-MUI/V/2021, masa berlaku sertifikat halal adalah 4 tahun. Dengan adanya batas waktu ini, pemilik sertifikat didorong untuk secara berkala melakukan perpanjangan, memastikan bahwa produk atau jasa yang mereka tawarkan terus mematuhi standar kehalalan dan tetap dapat dipercaya oleh konsumen. Dengan demikian, sertifikat halal bukan hanya tentang kepatuhan satu kali, tetapi juga tentang komitmen berkelanjutan terhadap prinsip kehalalan dalam jangka panjang.
Persyaratan Mengurus Sertifikat Halal
Proses perolehan sertifikat halal melibatkan serangkaian persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Langkah-langkah ini tidak hanya menegaskan kualitas produk yang dihasilkan, tetapi juga memastikan bahwa proses produksi telah sesuai dengan prinsip-prinsip kehalalan dalam Islam. Berikut adalah beberapa dokumen persyaratan yang perlu disiapkan untuk mendapatkan sertifikat halal:
- Nomor Induk Berusaha (NIB): Salah satu dokumen utama yang dibutuhkan adalah Nomor Induk Berusaha (NIB). Dokumen ini menunjukkan bahwa pelaku usaha telah terdaftar secara resmi dan memiliki izin untuk menjalankan kegiatan usahanya. Jika tidak ada NIB, dokumen alternatif seperti NPWP, SIUP, IUMK, IUI, NKV, atau izin usaha lainnya dapat digunakan sebagai pengganti.
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP): Fotokopi KTP merupakan salah satu identitas resmi yang diperlukan sebagai bagian dari proses verifikasi identitas pelaku usaha.
- Daftar Riwayat Hidup: Menyertakan daftar riwayat hidup adalah bagian dari proses pengajuan sertifikasi halal. Dokumen ini memberikan gambaran tentang latar belakang dan pengalaman pelaku usaha terkait dengan produksi dan pengelolaan produk.
- Salinan Sertifikat Penyelia Halal dan Salinan Keputusan Penyelia Halal: Salinan sertifikat dan keputusan dari penyelia halal perlu disertakan sebagai bukti bahwa pelaku usaha telah bekerja sama dengan lembaga yang memiliki otoritas dalam hal kehalalan produk.
- Nama dan Jenis Produk: Informasi tentang nama dan jenis produk yang akan disertifikasi halal harus disampaikan secara jelas dan akurat.
- Daftar Produk dan Bahan yang Digunakan: Pelaku usaha diharapkan untuk menyajikan daftar lengkap produk yang diproduksi dan bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Ini meliputi bahan baku serta bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan produk.
- Proses Pengelolaan Produk: Penjelasan rinci tentang proses pengelolaan produk juga perlu disertakan. Ini mencakup tahapan produksi, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi produk yang relevan dengan standar kehalalan.
- Dokumen Sistem Jaminan Halal: Dokumen yang menjelaskan sistem jaminan halal yang diterapkan oleh pelaku usaha perlu diajukan. Ini termasuk kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk memastikan bahwa semua produk dan proses produksi memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan.
Melengkapi semua persyaratan di atas dengan benar dan lengkap adalah langkah awal yang penting dalam mendapatkan sertifikat halal. Dengan demikian, pelaku usaha dapat memastikan bahwa produknya dapat diterima secara luas oleh konsumen Muslim dan memenuhi standar kehalalan yang diharapkan.
Advertisement
Cara Mengurus Sertifikat Halal
Mengantongi sertifikat halal bukan hanya sekadar formalitas, tetapi merupakan sebuah langkah strategis yang penting untuk memastikan keberlanjutan usaha dan memenangkan kepercayaan konsumen, khususnya bagi pelaku usaha yang bergerak dalam bidang makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik. Untuk memudahkan pelaku usaha dalam mengurus sertifikat halal, berikut adalah panduan langkah demi langkah dalam proses pembuatannya.
1. Kunjungi situs ptsp.halal.go.id
Akses situs resmi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di ptsp.halal.go.id. Inilah pintu gerbang utama untuk memulai proses pengajuan sertifikat halal.
2. Register akun baru
Untuk memulai pengajuan, Anda perlu membuat akun baru di platform tersebut. Isi formulir registrasi dengan informasi yang akurat, termasuk jenis keperluan, nama, email, dan password.
3. Lakukan verifikasi akun
Setelah registrasi, lakukan verifikasi akun Anda sesuai petunjuk yang diberikan oleh platform. Langkah ini diperlukan untuk memastikan keabsahan informasi yang disampaikan.
4. Ajukan permohonan sertifikat halal
Setelah akun terverifikasi, lanjutkan dengan mengajukan permohonan sertifikat halal melalui platform tersebut. Pastikan data yang Anda masukkan akurat dan sesuai dengan dokumen pendukung.
5. Pemeriksaan kelengkapan data oleh BPJPH
Pihak BPJPH akan melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan data yang telah Anda ajukan. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa dokumen yang diperlukan telah lengkap dan sesuai dengan persyaratan.
6. Pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksaan Halal (LPH)
Apabila dokumen telah dinyatakan lengkap oleh BPJPH, maka pemeriksaan akan diteruskan ke LPH. LPH akan tidak hanya memeriksa dokumen, tetapi juga menentukan biaya yang diperlukan untuk proses sertifikasi. Proses ini memakan waktu sekitar dua hari kerja bila dokumen telah lengkap.
7. Informasi tagihan bayar dan pembayaran
BPJPH akan menginformasikan tagihan bayar kepada pelaku usaha. Pastikan pembayaran dilakukan tepat waktu agar permohonan sertifikat halal Anda tidak ditolak.
8. Pengujian kehalalan produk oleh LPH
LPH akan melaksanakan pengujian kehalalan produk selama 15 hari kerja. Proses ini mencakup pengecekan bahan baku, proses produksi, hingga bahan tambahan yang digunakan.
9. Laporan hasil pemeriksaan ke MUI
Hasil pemeriksaan oleh LPH akan diserahkan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai langkah selanjutnya dalam penentuan status kehalalan produk.
10. Sidang fatwa oleh MUI dan informasi hasil
MUI akan menyidangkan fatwa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan. Hasilnya akan diinformasikan melalui aplikasi SiHalal.
11. Download sertifikat halal
Pemohon dapat mengunduh sertifikat halal yang sudah diterbitkan oleh BPJPH melalui aplikasi SiHalal, menandai tahap akhir dari proses perolehan sertifikat halal.
Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, pelaku usaha dapat mengurus sertifikat halal secara efisien dan memastikan bahwa produk mereka memenuhi standar kehalalan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperluas pangsa pasar.
Rincian Biaya Pembuatan Sertifikat Halal
Proses perolehan sertifikat halal tidak hanya melibatkan kelengkapan dokumen dan prosedur yang terinci, tetapi juga memerlukan pemahaman mengenai biaya yang terkait. Menurut informasi yang diambil dari situs resmi Kementerian Agama (kemenag.go.id), biaya pembuatan sertifikat halal terdiri dari dua jenis tarif utama, yaitu tarif pelayanan utama dan tarif pelayanan penunjang.
Tarif pelayanan utama mencakup berbagai aspek, seperti sertifikasi halal barang dan jasa, akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), registrasi auditor halal, layanan pelatihan auditor dan penyelia halal, serta sertifikasi kompetensi auditor dan penyelia halal. Sementara itu, tarif pelayanan penunjang melibatkan biaya terkait dengan penggunaan lahan, ruangan, gedung, bangunan, peralatan, mesin, dan bahkan kendaraan bermotor.
Berikut adalah rincian biaya pembuatan sertifikat halal yang telah ditetapkan:
1. Pembuatan Sertifikat Halal:
- Usaha Mikro dan Kecil: Rp300.000 (Tiga Ratus Ribu)
- Usaha Menengah: Rp5.000.000 (Lima Juta)
- Usaha Besar dan/atau berasal dari luar negeri: Rp12.500.000 (Dua Belas Juta Lima Ratus Ribu)
2. Perpanjangan Sertifikat Halal:
- Usaha Mikro dan Kecil: Rp200.000 (Dua Ratus Ribu)
- Usaha Menengah: Rp2.400.000 (Dua Juta Empat Ratus Ribu)
- Usaha Besar dan/atau berasal dari luar negeri: Rp5.000.000 (Lima Juta)
3. Registrasi Sertifikasi Halal Luar Negeri:
- Rp800.000 (Delapan Ratus Ribu)
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa untuk masyarakat yang belum memiliki sertifikat halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) akan meluncurkan program sertifikasi halal gratis mulai 2 Januari 2023. Kabar baik ini memberikan peluang kepada pelaku usaha, terutama yang tergolong usaha mikro dan kecil, untuk memperoleh sertifikasi halal tanpa dikenakan biaya yang signifikan, seiring dengan upaya pemerintah dalam mendukung keberlanjutan usaha dan pemerataan kesempatan di sektor ini.
Advertisement
Proses Pemberian Sertifikat Halal Gratis untuk UMKM
Menyadari pentingnya dukungan terhadap usaha mikro dan kecil (UMKM), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) berkomitmen untuk memberikan sertifikasi halal secara GRATIS bagi sejumlah pelaku usaha mikro terpilih. Inisiatif ini bertujuan untuk mendorong keberlanjutan dan daya saing UMKM di pasar, sekaligus memastikan bahwa produk-produk yang dihasilkan memenuhi standar kehalalan.
Dilansir dari akun Instagram Kemenkopukm @kemenkopukm, berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha mikro yang ingin mendapatkan sertifikat halal secara gratis:
1. Nomor Induk Berusaha (NIB)
Sebagai langkah awal, pelaku usaha perlu menyertakan Nomor Induk Berusaha (NIB) mereka. NIB adalah identifikasi resmi yang menunjukkan bahwa pelaku usaha telah terdaftar dan memiliki izin usaha.
2. Nomor Induk Kependudukan (NIK)
Data personal yang tercantum dalam Nomor Induk Kependudukan (NIK) juga menjadi salah satu persyaratan yang harus dilampirkan dalam proses pendaftaran.
3. Alamat Domisili yang Jelas
Pelaku usaha diharuskan menyertakan alamat domisili yang jelas untuk memastikan bahwa informasi mengenai lokasi usaha mereka dapat diverifikasi dengan mudah.
4. Formulir Pendaftaran Online
Proses pendaftaran dilakukan secara online melalui tautan bit.ly/Sertifikat_Halal_UMI. Pelaku usaha diminta untuk mengisi formulir pendaftaran tersebut dengan lengkap dan akurat.
5. Kriteria Usaha Mikro atau Kecil
Usaha mikro atau kecil yang ingin memperoleh sertifikat halal gratis harus memenuhi kriteria tertentu, antara lain memiliki modal di bawah Rp 1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan), hasil penjualan tahunan kurang dari Rp 2 miliar, memiliki minimal 1 jenis produk yang telah diproduksi secara kontinu selama 1 tahun, dan sudah memiliki pasar.
6. Website/Media Sosial
Pelaku usaha diharapkan memiliki website atau media sosial sebagai sarana untuk memperluas jangkauan pasar dan memudahkan promosi produk.
7. Mengikuti Prosedur Pembuatan Sertifikat Halal
Pelaku usaha diwajibkan untuk mengikuti prosedur atau cara membuat sertifikat halal yang berlaku, memastikan bahwa seluruh tahapan terpenuhi dengan benar.
8. Menyertakan Nama Produk
Dalam pendaftaran, pelaku usaha harus menyertakan nama produk yang akan mendapatkan sertifikat halal.
9. Memiliki Sertifikat SPP-IRT
Pelaku usaha juga diharuskan menyertakan Sertifikat SPP-IRT (Surat Pendaftaran Produk Industri Rumah Tangga), sebagai salah satu dokumen pendukung.
10. Melampirkan Daftar Produk dan Bahan
Pelaku usaha diminta untuk menyertakan daftar produk dan bahan yang digunakan dalam proses produksi.
11. Proses Pengolahan Produk
Dokumentasi mengenai proses pengolahan produk perlu dilampirkan untuk memastikan bahwa seluruh proses mematuhi standar kehalalan.
12. Pernyataan Pelaku UMI
Terakhir, pelaku usaha diwajibkan menyertakan pernyataan yang memuat ikrar atau akad kehalalan produk dan bahan yang digunakan, serta informasi mengenai Proses Produk Halal (PPH).
Dengan memenuhi semua persyaratan di atas, pelaku usaha mikro memiliki kesempatan untuk mendapatkan sertifikat halal secara gratis, membuktikan komitmen pemerintah dalam mendukung UMKM dan memperluas akses mereka ke pasar yang lebih luas.