Sukses

Tidak Memilih Saat Pemilu Dikenal dengan Istilah Golput, Kenali Hukumnya

Golput bisa terjadi karena berbagai alasan, mulai dari rasa malas, keengganan, ketidakpuasan terhadap calon yang tersedia, hingga sikap protes terhadap sistem politik yang ada.

Liputan6.com, Jakarta Golongan putih atau yang lebih dikenal dengan istilah golput, merupakan sikap tidak memberikan suara atau tidak memilih saat pemilu. Hal ini sering kali dianggap sebagai bentuk protes terhadap pelaksanaan pemilu, kondisi politik, atau para calon pemimpin yang ada. Di Indonesia, golput sering kali dianggap sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap sistem politik yang ada.

Tidak memilih saat pemilu bukanlah sebuah solusi yang baik dalam memperbaiki kondisi politik. Dengan tidak memilih, maka suara dan aspirasi kita sebagai rakyat tidak akan terwakili di dalam pembentukan pemerintahan. Lebih dari itu, tidak memilih juga bisa memberikan pengaruh negatif terhadap proses politik di Indonesia. Semakin banyak jumlah golput, maka semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu. 

Penting untuk diingat, bahwa partisipasi dalam pemilu memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan pemerintahan yang berintegritas, serta mampu mewakili kepentingan rakyat. Dengan memilih para pemimpin yang kompeten dan memiliki integritas, maka kita dapat mempengaruhi perubahan.

Tidak memilih saat pemilu juga dapat mengurangi legitimasi pemerintahan dan memengaruhi keabsahan hasil pemilihan. Selain itu, partisipasi politik yang rendah bisa membuat para pemimpin tidak bertanggung jawab kepada masyarakat, memperkuat oligarki politik dan mengurangi akuntabilitas publik.

Berikut ini penyebab tidak memilih saat pemilu yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (9/2/2024). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Memilih Saat Pemilu, Apa Penyebabnya?

Tidak memilih saat pemilu atau yang dikenal sebagai Golput, merupakan suatu tindakan di mana seseorang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam suatu pemilihan umum.  Sebagai warga negara, partisipasi dalam pemilihan umum merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi.

Tidak memilih saat pemilu bisa berdampak negatif bagi proses demokrasi, karena dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga politik. Selain itu, golput juga dapat memengaruhi legitimasi pemerintah yang terpilih, karena dianggap tidak mewakili suara mayoritas rakyat.

Tidak memilih juga dapat memicu timbulnya politik berintegritas dan pemerintahan yang akuntabel. Sebagai konsekuensinya, hal ini dapat menghambat pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Beberapa penyebab diantaranya: 

1. Apatis terhadap politik

Apatis terhadap politik menjadi salah satu fenomena yang sering terjadi di Indonesia, terutama saat pemilihan umum (Pemilu). Sikap apatis ini dapat tercermin dari tidak memilih saat pemilu, atau lebih dikenal dengan istilah golput. Tidak memilih saat pemilu dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap politik di Indonesia.

Dampak pertama dari tidak memilih saat pemilu adalah menurunnya legitimasi pemerintah terpilih. Dengan tingginya angka golput, pemerintah terpilih kemudian memiliki legitimasi yang lemah, hal ini akan berdampak pada kualitas demokrasi di Indonesia.

Selain itu, tidak memilih saat pemilu juga dapat menyebabkan politik uang dan praktik politik yang tidak sehat. Para calon politik mungkin akan lebih sering menggunakan uang atau praktik politik yang tidak benar untuk memenangkan suara, karena merasa tidak ada konsekuensi politik yang serius jika terjadi golput.

2. Tidak Tahu Pemilu

Tidak tahu pemilu atau sering disebut dengan golput, merupakan sikap untuk tidak memilih dalam pemilihan umum. Sikap ini seringkali dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ketidakpuasan terhadap calon pemimpin, kurangnya pemahaman tentang politik, atau bahkan rasa putus asa terhadap sistem politik yang ada.

Namun, sikap golput ini sebenarnya memiliki dampak yang cukup besar terhadap politik di Indonesia. Dengan tidak memilih, kita seakan-akan memberikan kesempatan bagi orang lain untuk menentukan nasib bangsa. Dalam konteks politik Indonesia yang masih berkembang, partisipasi dalam pemilu sangat penting untuk menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan mampu mewakili kepentingan rakyat. 

3. Tidak Ada Fasilitas

Pilihan untuk tidak memilih saat pemilu disebabkan oleh tidak adanya fasilitas atau pelayanan yang akan diperjuangkan oleh para calon yang terpilih. Dengan tidak memberikan suara, maka setiap individu juga kehilangan hak untuk menentukan siapa yang akan mewakili kepentingan mereka di pemerintahan.

Hal ini juga berarti bahwa suara mereka tidak akan dihitung dan dianggap dalam proses demokrasi. Tidak memilih juga bisa menurunkan tingkat legitimasi dari pemerintah yang terpilih, karena jumlah partisipasi pemilih yang rendah dapat menimbulkan keraguan akan keabsahan kemenangan calon yang terpilih.

 

3 dari 4 halaman

Penjelasan Hukum Terkait Tidak Memilih Saat Pemilu

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan suatu acara demokratis yang diadakan, untuk menentukan pilihan presiden dan wakil presiden dalam sistem pemerintahan. Dalam konteks Undang-Undang No.8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pemilu dianggap sebagai alat pelaksanaan kedaulatan rakyat yang harus dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Proses ini menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, pemilu bukan hanya sekadar kegiatan formal, melainkan juga representasi nyata dari sistem demokrasi di negara ini.

Dalam ranah praktik, setiap warga negara memiliki hak yang setara dalam memilih calon presiden sesuai dengan prinsip demokrasi. Meskipun begitu, tidak sedikit warga yang memutuskan untuk tidak menggunakan hak pilih mereka, dan kelompok ini sering disebut sebagai golongan putih atau golput.

Golput merupakan singkatan dari "golongan putih" yang mencerminkan ketidakpartisipasian warga dalam proses pemilu. Pada dasarnya hak turut serta dalam pemerintahan telah dijamin dalam Pasal 43 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) yang berbunyi:

1. "Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

2. "Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan."

3. "Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan."

Tidak memilih saat pemilu atau golput, dapat dipandang sebagai sikap politik yang menolak untuk memilih, seringkali didasari oleh berbagai alasan. Meskipun begitu, penting untuk terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam demokrasi dan dampak dari setiap suara yang diberikan. Peningkatan pemahaman akan nilai demokrasi dan peran aktif warga negara, dapat membantu mengurangi angka golput dan memperkuat dasar demokratis dalam masyarakat.

4 dari 4 halaman

Prosedur Pencoblosan Pemilu 2024

 1. Pemilih diharapkan hadir di TPS yang telah ditentukan untuk melaksanakan hak pilih mereka. Kehadiran ini merupakan langkah awal dalam menjalani proses demokrasi.

2. Setibanya di TPS, pemilih diminta mengisi daftar hadir oleh panitia. Tujuannya adalah mencatat kehadiran pemilih dan memastikan bahwa semua pemilih yang berhak hadir.

3. Pemilih diminta menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat formulir pemberitahuan (Model C-6). Panitia melakukan verifikasi identitas untuk memastikan keabsahan pemilih.

4. Setelah verifikasi identitas, pemilih dipanggil oleh panitia untuk mengambil surat suara. Surat suara ini digunakan untuk menyalurkan suara sesuai dengan pilihan masing-masing pemilih.

5. Pemilih menuju bilik suara untuk melakukan pencoblosan. Di sana, mereka dapat dengan tenang mengisi surat suara sesuai dengan nomor, nama, atau foto Pasangan Calon, partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau calon anggota DPD sesuai dengan jenis Pemilu yang berlangsung.

6. Setelah mencoblos, pemilih diminta untuk melipat surat suara sesuai petunjuk yang telah disediakan. Pelipatan surat suara ini bertujuan menjaga kerahasiaan pilihan pemilih.

7. Surat suara yang telah dilipat dimasukkan ke dalam kotak suara yang disiapkan. Langkah ini menandakan bahwa suara pemilih telah resmi diberikan dan akan dihitung dalam penghitungan suara.

8. Sebelum meninggalkan TPS, pemilih wajib mencelupkan salah satu jari ke dalam tinta yang disediakan. Tinta ini berfungsi sebagai tanda bahwa pemilih telah memberikan suaranya dalam Pemilu 2024.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.