Liputan6.com, Jakarta Dalam sistem politik Indonesia, untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai atau koalisi partai harus memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan Undang-Undang Pemilu. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah presidential threshold. Presidential threshold merupakan persyaratan jumlah kursi atau presentase suara yang harus dimiliki oleh partai atau koalisi partai agar dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum.
Tujuan dari adanya presidential threshold adalah untuk memastikan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung memiliki dukungan yang kuat dari partai politik atau koalisi partai. Dengan begitu, diharapkan pasangan calon yang diusung akan memiliki legitimasi yang kuat dari masyarakat dan dapat bekerja secara efektif setelah terpilih.
Namun, aturan presidential threshold juga menjadi kontroversi di kalangan partai politik karena dianggap dapat mempersempit ruang demokrasi dan menghambat partisipasi partai politik kecil dalam kontestasi politik. Dampaknya dapat membatasi kesempatan partai politik kecil atau calon independen untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden, sehingga memunculkan kritik terhadap ketidakadilan dalam sistem politik Indonesia.
Advertisement
Lalu apa itu presidentian threshold dan apa yang membuatnya memicu kontroversi dan kritik? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (16/2/2024).
Â
Apa itu Presidential Threshold?
Presidential threshold adalah ambang batas suara minimal yang harus diperoleh oleh seorang kandidat presiden atau pasangan calon presiden agar dapat mengikuti pemilihan presiden. Aturan ini merupakan bagian penting dari sistem pemilihan presiden di Indonesia yang diperkenalkan setelah reformasi.
Sejarah pembentukan aturan presidential threshold di Indonesia mencakup konteks politik dan perdebatan yang muncul seputar keberadaan dan implementasi aturan ini sejak sistem presidensial diperkenalkan setelah reformasi.
Tujuan dari penerapan presidential threshold di Indonesia termasuk untuk memastikan stabilitas politik, mencegah fragmentasi parlemen, atau memperkuat partai politik yang kuat. Ada argumen-argumen yang mendukung keberadaan aturan ini, seperti untuk memastikan stabilitas politik, mencegah fragmentasi parlemen, atau memperkuat partai politik yang kuat. Akan tetapi, terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa aturan ini dapat menghambat partisipasi politik yang lebih luas dan adil.
Jadi, aturan presidential threshold merupakan bagian integral dari sistem politik Indonesia dan telah menjadi topik perdebatan yang signifikan dalam konteks pemilihan presiden.
Advertisement
Dasar Hukum Presidential Threshold
Dasar hukum yang mengatur Presidential Threshold di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 222 ayat (1) dari UU tersebut menyebutkan bahwa setiap pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden harus memperoleh jumlah suara sah sebesar 20% dari total suara sah nasional atau memperoleh 25% suara sah dari setidaknya setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Ukuran persentase atau jumlah suara yang harus dipenuhi untuk memenuhi presidential threshold adalah sebesar 20% dari total suara sah nasional atau 25% suara sah dari setidaknya setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Selain itu, terdapat persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh kandidat atau partai politik untuk memenuhi aturan Presidential Threshold, seperti memenuhi syarat pencalonan yang diatur dalam UU Pemilu dan memiliki dukungan dari partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPR.
Dengan adanya aturan Presidential Threshold, diharapkan peserta pemilu memiliki dukungan yang kuat dari masyarakat di seluruh Indonesia serta mendorong terbentuknya pemerintahan yang stabil dan dapat memperkuat sistem multipartai di Indonesia.
Penerapan Presidential Threshold di Indonesia
Aturan presidential threshold adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh partai politik atau koalisi partai politik agar dapat mengajukan calon presiden di pemilihan presiden di Indonesia. Aturan ini berlaku sejak pemilihan presiden tahun 2004, yang menyatakan bahwa partai politik atau koalisi partai politik harus memperoleh minimal 20% kursi di DPR atau minimal 25% suara sah dalam pemilu legislatif secara nasional.
Penerapan presidential threshold ini memiliki dampak yang signifikan terhadap dinamika politik di Indonesia. Pertama, aturan ini mendorong terbentuknya koalisi partai politik yang kuat di tingkat nasional, dengan tujuan memenuhi persyaratan presidential threshold. Hal ini dapat mengubah strategi politik partai-partai politik dalam meraih dukungan publik dan mempengaruhi hasil dari pemilu legislatif.
Kedua, penerapan aturan ini juga dapat memengaruhi proses pemilu, mengingat partai politik harus memperoleh suara secara nasional untuk memenuhi presidential threshold. Hal ini kemungkinan besar akan memunculkan strategi politik yang lebih nasionalis dari partai politik dalam meraih dukungan.
Ketiga, representasi politik di tingkat nasional juga dapat terpengaruh, karena partai politik yang gagal memenuhi syarat presidential threshold tidak dapat mengajukan calon presiden. Dengan demikian, hal ini membatasi opsi bagi pemilih dalam memilih calon presiden yang diwakili oleh partai politik tertentu.
Advertisement
Kritik dan Kontroversi
Aturan presidential threshold telah menuai banyak kritik dan kontroversi di Indonesia. Salah satu kritik utama adalah bahwa aturan ini dianggap dapat menghambat pluralisme politik. Dengan adanya persyaratan jumlah kursi minimal untuk partai politik agar dapat mengajukan kandidat presiden, partai-partai kecil akan kesulitan untuk bersaing dalam pesta demokrasi. Hal ini dapat mengurangi kesempatan bagi suara-suara minoritas atau ideologi-ideologi alternatif untuk diwakili dalam pemerintahan.
Lebih lanjut, aturan ini juga dianggap dapat menghambat representasi politik yang inklusif. Hal ini dikarenakan adanya potensi bahwa partai-partai kecil atau kaum minoritas tidak mendapat kesempatan yang sama untuk diwakili dalam pemerintahan. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang inklusif, di mana setiap suara dihargai dan diwakili dalam representasi politik.
Kontroversi juga muncul karena aturan presidential threshold dianggap membatasi hak politik rakyat untuk memilih dengan bebas kandidat presiden tanpa adanya pembatasan berdasarkan jumlah kursi partai. Beberapa pihak berpendapat bahwa hal ini dapat membatasi pluralisme politik dan mengurangi kesempatan bagi terwujudnya kompetisi politik yang sehat dan inklusif.