Sukses

Impulse Buying Adalah Belanja Tanpa Rencana, Ini Jenis, Dampak, dan Cara Mencegah

Impulse buying adalah kecenderungan yang umum terjadi di kalangan konsumen di seluruh dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Impulse buying adalah fenomena belanja tanpa rencana yang seringkali menimbulkan dampak negatif bagi keuangan dan kesejahteraan seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, impulse buying adalah kecenderungan yang umum terjadi di kalangan konsumen di seluruh dunia.

Memahami arti dari impulse buying menjadi kunci untuk mengelola keuangan dengan lebih bijaksana dan menghindari jebakan perilaku belanja yang tidak terencana.

Jenis-jenis impulse buying mencakup beragam bentuk perilaku belanja impulsif, mulai dari pembelian yang dipicu oleh emosi hingga reaksi spontan terhadap diskon atau penawaran khusus. Menyadari jenis-jenis ini, konsumen dapat lebih waspada terhadap dorongan belanja yang tidak terkendali. Mengetahui bahwa impulse buying dapat terjadi dalam berbagai situasi memungkinkan individu untuk mengidentifikasi pola belanja yang dapat merugikan dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya.

Mencegah impulse buying memerlukan kesadaran diri yang tinggi dan upaya untuk mengembangkan kebiasaan belanja yang lebih bertanggung jawab. Seperti membuat anggaran belanja, menunda pembelian impulsif, dan menghindari lingkungan belanja yang memicu diri, seseorang dapat mengontrol keinginan untuk berbelanja secara impulsif dan menjaga stabilitas keuangan mereka.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang definisi impulse buying, ciri-ciri, faktor penyebab, contoh, dampak buruk, dan cara mencegah impulse buying, Minggu (18/2/2024).

2 dari 6 halaman

Definisi Impulse Buying

Impulse buying adalah fenomena di mana konsumen melakukan pembelian secara impulsif tanpa perencanaan sebelumnya. Hal ini seringkali terjadi karena adanya dorongan yang mendadak atau perasaan yang kuat terhadap suatu produk. Impulse buying artinya konsumen tergoda untuk membeli sesuatu hanya karena adanya stimulus tertentu, seperti penawaran diskon atau promosi yang menarik perhatian mereka.

Tindakan ini dapat terjadi di mana saja, baik di toko konvensional maupun dalam belanja online.

Menurut Ujang Sumarwan dalam Riset Pemasaran dan Konsumen Seri 1 (2018), impulse buying adalah ketika seseorang secara spontan terpikat oleh suatu barang dan langsung memutuskan untuk membelinya tanpa pertimbangan yang matang. Proses ini seringkali dipicu oleh faktor emosional atau impulsifitas, bukan karena kebutuhan yang benar-benar mendesak.

Konsumen umumnya merasa terdorong untuk membeli barang tersebut karena adanya sensasi kesenangan atau kepuasan segera yang dijanjikan oleh pembelian tersebut.

Namun, konsekuensi dari impulse buying adalah risiko pemborosan yang dapat mengancam kesehatan finansial seseorang. Ketika seseorang seringkali terjerumus dalam kebiasaan impulse buying, mereka cenderung membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan atau tidak sesuai dengan anggaran keuangan mereka. Hal ini dapat mengakibatkan akumulasi utang kartu kredit atau keuangan yang tidak stabil dalam jangka panjang.

Penting untuk memahami bahwa impulse buying bukanlah sesuatu yang harus dihindari sepenuhnya, tetapi lebih kepada kesadaran akan potensi risiko yang terkait dengannya. Meningkatkan kesadaran akan motif di balik pembelian impulsif, konsumen dapat mengembangkan strategi untuk mengelola godaan tersebut, seperti membuat daftar belanjaan sebelumnya atau memberikan batasan waktu sebelum membuat keputusan pembelian.

Ciri-Ciri Orang yang Impulse Buying

Orang yang cenderung melakukan impulse buying memiliki beberapa ciri-ciri khas yang dapat dikenali. Berikut adalah beberapa ciri-ciri tersebut beserta penjelasannya:

  1. Kurangnya Perencanaan Keuangan: Orang yang cenderung melakukan impulse buying seringkali kurang memiliki perencanaan keuangan yang matang. Mereka cenderung tidak membuat anggaran belanja atau tidak memperhatikan anggaran yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap godaan untuk melakukan pembelian impulsif.
  2. Reaksi Emosional yang Kuat: Orang-orang yang cenderung melakukan impulse buying seringkali dipengaruhi oleh emosi saat berbelanja. Mereka mungkin merespons dengan kuat terhadap stimulus tertentu, seperti diskon besar-besaran atau promosi yang menarik perhatian mereka. Emosi seperti kegembiraan atau keinginan segera memiliki barang tersebut dapat memicu tindakan impulse buying.
  3. Kurangnya Kontrol Diri: Orang-orang yang rentan terhadap impulse buying cenderung memiliki kendala dalam mengendalikan dorongan untuk membeli sesuatu. Mereka mungkin sulit menahan diri untuk tidak membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan atau di luar anggaran belanja mereka.
  4. Kebiasaan Berbelanja yang Tidak Terencana: Orang-orang yang sering melakukan impulse buying cenderung tidak memiliki strategi belanja yang terencana. Mereka mungkin tidak membuat daftar belanjaan sebelum pergi berbelanja atau tidak mempertimbangkan dengan seksama sebelum membuat keputusan pembelian.
  5. Pengaruh Lingkungan dan Teman Sebaya: Lingkungan sekitar dan interaksi dengan teman sebaya juga dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk melakukan impulse buying. Orang yang sering berinteraksi dengan teman-teman yang mendorong perilaku konsumtif atau berbelanja impulsif cenderung lebih rentan terhadap tindakan serupa.

 

3 dari 6 halaman

Faktor Penyebab Impulse Buying

Dalam buku Consumer Behavior: Concepts and Applications karya David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta, disebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying. Faktor-faktor ini mencakup karakteristik produk, strategi pemasaran yang digunakan, serta karakteristik individu konsumen.

1. Karakteristik Produk

Produk dengan beberapa karakteristik tertentu cenderung mempengaruhi perilaku impulse buying. Misalnya, produk yang ditawarkan dengan harga diskon atau promosi menarik cenderung memikat konsumen untuk melakukan pembelian impulsif. Selain itu, produk dengan kebutuhan yang dianggap kecil atau marginal, produk jangka pendek, ukuran yang kecil, dan toko yang mudah dijangkau juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya impulse buying.

2. Strategi Pemasaran

Pemasaran yang agresif dan persuasif juga dapat menjadi pemicu utama impulse buying. Distribusi produk dengan banyaknya outlet yang menerapkan konsep self-service, iklan yang disiarkan melalui media massa secara terus menerus dan persuasif, serta penempatan iklan display di lokasi penjualan yang strategis, semuanya dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen secara impulsif.

3. Karakteristik Konsumen

Faktor-faktor psikologis, budaya, dan sosial juga berperan dalam memengaruhi perilaku impulse buying pada individu konsumen. Dalam hal ini, beberapa faktor psikologis seperti dorongan untuk memberi penghargaan kepada diri sendiri, perasaan depresi atau gelisah, serta sifat perfeksionis dapat memicu tindakan pembelian impulsif. Selain itu, faktor budaya seperti perubahan norma sosial dan peran gender, serta pengalaman awal anak-anak dalam mendapatkan barang yang diinginkan juga dapat memengaruhi kecenderungan impulse buying pada konsumen.

Contoh Impulse Buying

Menurut penelitian yang disebutkan dalam buku Measurement of Effects of Visual Merchandising on Consumer Impulse Buying Behavior (2022) karya Randhawa, impulse buying didefinisikan sebagai tindakan pembelian yang terjadi secara tiba-tiba dan tanpa adanya niat sebelumnya untuk melakukan pembelian tersebut. Impulse buying sering kali dipicu oleh berbagai faktor psikologis dan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, begini contohnya:

1. Fear of Missing Out (FOMO)

FOMO, yang merupakan singkatan dari fear of missing out atau takut ketinggalan, adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan impulse buying. Contoh perilaku FOMO adalah ketika seseorang melihat teman-temannya memiliki barang atau mengikuti tren tertentu di media sosial, dan merasa perlu untuk membeli barang yang sama agar tidak merasa ketinggalan.

2. Kebiasaan Suka Berbelanja

Beberapa individu memiliki kebiasaan suka berbelanja yang dapat mendorong mereka untuk melakukan impulse buying. Misalnya, seseorang mungkin merasa sangat senang dan puas ketika membeli sesuatu yang baru, sehingga mereka cenderung sering melakukan pembelian impulsif untuk memperoleh kepuasan tersebut.

3. Rentan terhadap Diskon

Kecenderungan untuk tergoda oleh diskon juga merupakan faktor yang sering kali memicu impulse buying. Contohnya, seseorang mungkin merasa khawatir akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan barang dengan harga diskon yang menarik, sehingga mereka cenderung membeli barang tersebut tanpa berpikir panjang.

4. Mudah Tergoda dengan Penarik Perhatian

Kemudahan untuk tergoda oleh iklan, pajangan, diskon, dan hal-hal lainnya yang menarik perhatian juga dapat memicu perilaku impulse buying. Contoh perilaku ini adalah ketika seseorang melihat iklan yang menarik atau produk yang dipajang dengan menarik di toko, sehingga mereka merasa sangat ingin memilikinya tanpa mempertimbangkan secara matang.

5. Keinginan untuk Merasa Bahagia

Beberapa orang merasa sangat bahagia ketika memperoleh sesuatu yang baru. Oleh karena itu, keinginan untuk merasa bahagia dapat menjadi pendorong bagi seseorang untuk melakukan impulse buying. Contohnya, seseorang mungkin merasa bahwa membeli produk tertentu akan meningkatkan tingkat kebahagiaan mereka, sehingga mereka cenderung melakukan pembelian impulsif untuk memenuhi keinginan tersebut.

 

4 dari 6 halaman

Dampak Buruk Impulse Buying

Impulse buying dapat memiliki dampak buruk yang signifikan pada individu dan keuangan mereka. Berikut adalah 10 dampak buruk dari perilaku impulse buying beserta penjelasannya:

  1. Pemborosan Keuangan. Pembelian impulsif seringkali mengakibatkan pengeluaran yang tidak direncanakan dan tidak perlu. Ini dapat menyebabkan pemborosan keuangan yang serius dan mengganggu stabilitas keuangan individu.
  2. Utang yang Meningkat. Pembelian impulsif dapat mendorong penggunaan kartu kredit atau pinjaman lainnya untuk membiayai belanja yang tidak terduga. Akibatnya, individu dapat terjerat dalam utang yang semakin meningkat, terutama jika mereka tidak dapat melunasi saldo kartu kredit dengan cepat.
  3. Kecemasan Finansial. Beban keuangan yang tidak terduga akibat pembelian impulsif dapat menyebabkan kecemasan dan stres finansial. Individu mungkin merasa terbebani oleh utang dan tekanan keuangan yang timbul sebagai akibat dari keputusan belanja yang tidak terencana.
  4. Kurangnya Tabungan dan Investasi. Pengeluaran yang tidak terkendali pada pembelian impulsif dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk menabung atau berinvestasi untuk masa depan. Kurangnya tabungan dan investasi dapat menghambat kemajuan keuangan jangka panjang dan kemandirian finansial.
  5. Regret dan Penyesalan. Setelah euforia pembelian impulsif mereda, individu mungkin mengalami rasa penyesalan dan penyesalan atas keputusan belanja yang ceroboh. Barang yang dibeli secara impulsif seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan atau nilai sebenarnya individu.
  6. Kurangnya Kepuasan Jangka Panjang. Pembelian impulsif cenderung memberikan kepuasan yang singkat dan tidak tahan lama. Individu mungkin menemukan bahwa barang-barang yang dibeli secara impulsif tidak memberikan kebahagiaan atau kepuasan jangka panjang yang diharapkan.
  7. Gangguan Hubungan Pribadi. Perilaku impulse buying dapat menyebabkan konflik dalam hubungan pribadi, terutama jika pasangan atau keluarga merasa frustrasi dengan kebiasaan pembelian yang tidak terkendali dan dampaknya terhadap keuangan keluarga.
  8. Pemborosan Waktu. Selain pemborosan uang, impulse buying juga dapat mengakibatkan pemborosan waktu yang signifikan. Individu mungkin menghabiskan banyak waktu untuk berbelanja secara impulsif daripada menghabiskannya untuk hal-hal yang lebih bermakna atau produktif.
  9. Ketergantungan pada Belanja. Pembelian impulsif yang terus-menerus dapat mengarah pada ketergantungan pada belanja sebagai mekanisme untuk mengatasi stres, kebosanan, atau masalah emosional lainnya. Ini dapat menjadi siklus yang sulit diputuskan dan berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan finansial individu.
  10. Ketidakstabilan Keuangan Jangka Panjang. Dampak buruk impulse buying dapat berdampak jangka panjang terhadap kestabilan keuangan seseorang. Kurangnya disiplin dalam mengelola keuangan dan kebiasaan belanja impulsif dapat menghambat kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang seperti memiliki rumah, menabung untuk pendidikan anak, atau persiapan pensiun.

 

5 dari 6 halaman

Jenis-Jenis Impulse Buying

Impulse buying, yang dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis utama, masing-masing memiliki karakteristik dan pemicu yang berbeda. Pemahaman yang lebih mendalam tentang jenis-jenis ini, seseorang dapat lebih memahami perilaku belanja impulsif dan mengendalikannya.

1. Pure Impulse Buying

Pure impulse buying terjadi ketika konsumen melakukan pembelian secara impulsif karena adanya reaksi emosional yang mendadak. Ini bisa terjadi ketika konsumen melihat suatu produk dan secara spontan merasa tertarik untuk membelinya, meskipun sebelumnya tidak pernah mempertimbangkan untuk membeli barang tersebut.

Contohnya, seseorang yang secara impulsif membeli mainan di toko hanya karena terpesona oleh tampilannya, meskipun sebenarnya tidak membutuhkannya.

2. Reminder Impulse Buying

Reminder impulse buying terjadi ketika konsumen tiba-tiba teringat untuk melakukan pembelian suatu produk. Ini bisa terjadi karena konsumen sebelumnya telah melihat produk tersebut dalam iklan atau pernah membelinya sebelumnya.

Sebagai contoh, seseorang yang tiba-tiba teringat untuk membeli baju sebagai hadiah untuk orang terdekatnya setelah melihat iklan diskon di media sosial.

3. Suggestion Impulse Buying

Suggestion impulse buying terjadi ketika konsumen melihat produk dan mendapatkan saran atau ide tentang cara pemakaian atau kegunaannya yang menarik perhatian mereka. Meskipun sebelumnya konsumen tidak mempertimbangkan untuk membeli produk tersebut, namun setelah melihat tata cara penggunaannya, mereka memutuskan untuk membelinya.

Contohnya, seseorang yang melihat sebuah perangkat dapur yang inovatif dan memutuskan untuk membelinya meskipun sebelumnya tidak membutuhkannya.

4. Planned Impulse Buying

Planned impulse buying terjadi ketika konsumen membeli produk berdasarkan penawaran harga spesial atau produk-produk tertentu yang menarik perhatian mereka. Meskipun keputusan pembelian ini tidak direncanakan sebelumnya, namun konsumen merasa tertarik untuk memanfaatkan penawaran khusus atau diskon yang tersedia.

Sebagai contoh, seseorang yang merencanakan untuk membeli sepatu, tetapi ketika tiba di toko, mereka melihat diskon besar-besaran untuk produk sepatu yang berbeda dan memutuskan untuk membelinya secara impulsif.

Adanya pemahaman tentang jenis-jenis impulse buying ini, konsumen dapat lebih waspada terhadap dorongan impulsif mereka dan mempertimbangkan keputusan pembelian dengan lebih hati-hati. Hal ini membantu untuk menghindari pemborosan uang dan memastikan bahwa setiap pembelian yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.

 

6 dari 6 halaman

Cara Mencegah Impulse Buying

Mencegah impulse buying adalah langkah penting untuk mengelola keuangan dengan lebih efektif dan menghindari pemborosan yang tidak perlu. Berikut adalah tujuh cara yang dapat dilakukan untuk mencegah perilaku impulse buying beserta penjelasan dan contohnya:

1. Membuat Anggaran dan Rencana Belanja

Salah satu langkah yang efektif untuk mencegah impulse buying adalah dengan membuat anggaran belanja yang terencana dan disiplin dalam mengikuti rencana tersebut. Buatlah daftar belanjaan sebelum pergi berbelanja dan tetap berpegang pada anggaran yang telah ditetapkan.

Contohnya, jika Anda memiliki anggaran bulanan untuk belanja pakaian, tentukan batas maksimal yang dapat Anda alokasikan untuk setiap pembelian.

Sebelum membeli sesuatu yang tidak direncanakan, berikan diri Anda waktu untuk memikirkan keputusan tersebut. Pertimbangkan apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya menjadi keinginan sesaat. Dengan menunda pembelian, Anda dapat menghindari keputusan impulsif dan memberikan waktu untuk merenungkan dampaknya.

Contohnya, jika Anda melihat sebuah barang yang menarik di toko, berjanjilah kepada diri sendiri untuk menunggu setidaknya 24 jam sebelum memutuskan untuk membelinya.

3. Menghindari Lingkungan Belanja yang Menyulut Diri

Hindari situasi atau lingkungan yang dapat memicu impulse buying, seperti mengunjungi pusat perbelanjaan tanpa tujuan yang jelas atau menjelajahi toko-toko secara online tanpa keperluan yang spesifik. Jaga diri Anda agar tidak tergoda oleh diskon besar-besaran atau penawaran yang terlalu menarik.

Contohnya, jika Anda menemukan diri Anda sering tergoda untuk berbelanja saat berada di mal, cobalah untuk mengalihkan perhatian Anda dengan berjalan-jalan di taman atau mengunjungi tempat-tempat yang tidak terkait dengan belanja.

4. Membuat Daftar Belanja yang Tepat

Sebelum pergi berbelanja, buatlah daftar belanjaan yang spesifik dan tetap berpegang pada daftar tersebut. Hindari godaan untuk membeli barang-barang tambahan yang tidak ada dalam daftar. Fokuskan diri pada memenuhi kebutuhan yang telah direncanakan dan hindari godaan untuk membeli barang-barang yang tidak perlu.

Contohnya, saat pergi ke toko bahan makanan, buatlah daftar belanjaan berdasarkan resep yang ingin Anda masak dan hindari membeli makanan ringan atau minuman yang tidak diperlukan.

5. Membatasi Akses ke Kartu Kredit

Mengurangi akses terhadap kartu kredit atau dompet digital dapat membantu menghindari keputusan pembelian impulsif. Pertimbangkan untuk meninggalkan kartu kredit di rumah saat pergi berbelanja, atau batasi penggunaannya secara online dengan menghapus informasi kartu dari akun belanja online. Dengan cara ini, Anda harus lebih berpikir dua kali sebelum melakukan pembelian yang tidak terencana.

Contohnya, jika Anda cenderung menggunakan kartu kredit untuk membeli barang-barang secara impulsif, pertimbangkan untuk menyimpan kartu kredit di tempat yang sulit dijangkau atau bahkan memberikan kartu tersebut kepada orang yang dapat dipercaya.

6. Mencari Alternatif untuk Mengatasi Emosi

Jika Anda cenderung melakukan pembelian impulsif sebagai respons terhadap emosi tertentu, carilah alternatif yang lebih sehat untuk mengatasi emosi tersebut. Misalnya, jika Anda cenderung berbelanja saat merasa stres, pertimbangkan untuk mencari cara-cara lain untuk meredakan stres seperti meditasi, olahraga, atau hobi yang menyenangkan. Mengidentifikasi dan mengatasi akar penyebab emosi, Anda dapat mengurangi kecenderungan untuk melakukan impulse buying.

7. Berkonsultasi dengan Orang yang Dipercaya

Jika Anda merasa kesulitan mengendalikan perilaku impulse buying, berbicaralah dengan orang yang dipercaya seperti teman dekat, anggota keluarga, atau seorang konselor keuangan. Mereka dapat memberikan dukungan, saran, dan akuntabilitas yang dibutuhkan untuk membantu Anda mengatasi kebiasaan belanja impulsif dan mengembangkan kebiasaan belanja yang lebih sehat.

Contohnya, Anda dapat meminta pasangan atau teman untuk membantu Anda membuat keputusan belanja yang lebih bijaksana atau mendukung Anda untuk tetap berpegang pada anggaran belanja yang telah ditetapkan.

Â