Liputan6.com, Jakarta Dalam panggung demokrasi, sistem pemilu menjadi pondasi yang krusial untuk memastikan perwakilan yang adil dan partisipasi masyarakat yang maksimal. Untuk memahami esensi sebuah pemilihan umum, penting untuk menggali lebih dalam ke dalam 5 unsur sistem pemilu yang membentuk dan mengatur dinamika setiap proses pemilihan.
5 Unsur sistem pemilu tersebut, yakni besaran daerah pemilihan, pencalonan, pemberian suara, penentuan calon terpilih, dan ambang batas, menjadi landasan penting yang membimbing jalannya pemilu menuju arah yang demokratis dan inklusif. Dengan merinci setiap unsur ini, kita dapat meresapi kompleksitas dan peranannya dalam membentuk peta politik sebuah negara.
Dengan memahami dan menganalisis secara komprehensif 5 unsur sistem pemilu ini, kita dapat lebih baik memahami dinamika politik di Indonesia dan melangkah menuju sebuah sistem yang lebih inklusif dan responsif terhadap keinginan rakyat.
Advertisement
Untuk itu, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi seputar sistem pemilu dan 5 unsur sistem pemilu di Indonesia pada Senin (19/2).
Sistem Pemilu di Indonesia
Sistem pemilu di Indonesia mengalami evolusi yang signifikan dari masa Orde Baru dan sebelumnya hingga era reformasi. Pada periode tersebut, sistem pemilu yang diterapkan adalah proporsional tertutup. Dalam konteks ini, masyarakat memilih calon atau kandidat dengan cara mencoblos logo partai, sementara di tingkat internal partai, pemilihan kandidat diatur berdasarkan nomor urut.
Sistem proporsional tertutup memberikan kewenangan besar kepada partai untuk menentukan urutan calon tanpa adanya intervensi langsung dari pemilih. Masyarakat pada saat itu lebih cenderung memberikan suaranya kepada partai, dan partai yang mendapatkan suara terbanyak akan menempatkan calonnya sesuai dengan urutan yang telah ditentukan sebelumnya.
Namun, perubahan besar terjadi dengan berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era reformasi. Pada Pemilu 2004, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengganti sistem pemilu menjadi proporsional terbuka. Dalam sistem ini, masyarakat diberi hak untuk memilih kandidat secara langsung, tanpa harus melalui logo partai. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi aktif pemilih dan memberikan suara kepada kandidat secara spesifik.
Pengaturan terkait sistem pemilu di Indonesia saat ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Aturan ini mengatur berbagai aspek terkait pemilihan umum, termasuk tata cara pemilihan, besaran daerah pemilihan, dan ambang batas yang harus dipenuhi oleh partai untuk mendapatkan kursi di parlemen.
Melalui evolusi ini, diharapkan bahwa sistem pemilu yang lebih terbuka dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan representasi politik di Indonesia. Kemungkinan besar, aturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 akan terus menjadi acuan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, menggambarkan komitmen pemerintah Indonesia untuk memperkuat demokrasi dan partisipasi masyarakat dalam proses politik.
Advertisement
5 Unsur Sistem Pemilu
Unsur-unsur dalam sistem pemilu, sebagaimana dijelaskan oleh Aditya Perdana dkk. dalam bukunya "Tata Kelola Pemilu di Indonesia" (2019, hlm. 66), memiliki peran penting dalam mengatur dan membentuk jalannya proses pemilihan umum. Berikut adalah keterangan lebih rinci mengenai masing-masing unsur tersebut:
1. Besaran Daerah Pemilihan:
Besaran daerah pemilihan, atau dapil, merupakan konsep yang melibatkan pembagian wilayah pemilihan dalam suatu daerah. Terdapat tiga jenis dapil, yaitu wilayah kecil, menengah, dan sedang. Penentuan cakupan dan luasan dapil dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan berkonsultasi kepada DPR. Dapil ini memiliki dua poin utama, yaitu keterwakilan dan proporsionalitas. Di daerah dengan banyak kursi, tingkat keterwakilannya meningkat, sedangkan dapil dengan kursi sedikit memiliki tingkat keterwakilan yang lebih rendah.
Contoh: Sebuah provinsi dengan banyak kursi dapat memiliki dapil yang mencakup wilayah kabupaten/kota, sementara provinsi dengan kursi lebih sedikit dapat memiliki dapil yang mencakup beberapa kabupaten/kota.
2. Pencalonan:
Unsur pencalonan mencakup proses pemilihan individu sebagai kandidat. Ada dua metode dalam sistem proporsional berimbang, yaitu tertutup dan terbuka. Pada sistem tertutup, partai menentukan calon berdasarkan urutan internal, sementara sistem terbuka memungkinkan pemilih memilih kandidat secara langsung.
Contoh: Dalam pemilihan umum, partai A dengan sistem tertutup menentukan calon berdasarkan struktur internal partai. Partai B dengan sistem terbuka memungkinkan pemilih memilih kandidat secara langsung dalam pemilihan umum.
3. Pemberian Suara:
Unsur ini berkaitan dengan cara pemilih memberikan suara kepada kandidat, termasuk metode seperti pencontrengan, pencoblosan, dan perangkingan. Pemberian suara dapat dilakukan sekali atau dua kali, tergantung pada tingkat literasi pemilih.
Contoh: Dalam pemilihan umum, pemilih dapat memberikan suara dengan menuliskan nama kandidat atau dengan menandai kotak di dekat simbol partai.
4. Penentuan Calon Terpilih:
Dalam sistem perwakilan berimbang, terdapat dua metode, yaitu sistem bilangan pembagi dan sistem kuota. Sistem bilangan pembagi menggunakan pembagian tetap untuk menghitung suara, sementara sistem kuota menggunakan formula bilangan pembagi pemilih.
Contoh: Dalam sistem bilangan pembagi, jika ada empat kursi yang akan dibagi, partai dengan peringkat teratas akan mendapatkan kursi pertama, dan seterusnya. Dalam sistem kuota, pembagian kursi dilakukan berdasarkan formula yang melibatkan jumlah pemilih di suatu lokasi.
5. Ambang Batas:
Unsur ambang batas dibagi menjadi ambang batas parlemen, pemilu, dan pencalonan presiden. Ambang batas parlemen mengacu pada persentase minimal yang diperlukan peserta pemilu untuk dapat menjadi anggota parlemen. Ambang batas pemilu mencitrakan persentase minimal sebagai syarat seseorang dapat terdaftar dalam pemilu berikutnya. Ambang batas pencalonan presiden mengacu pada jumlah kursi dan suara minimal yang harus diperoleh partai politik untuk dapat mencalonkan presiden atau wakil presiden.
Contoh: Ambang batas parlemen 5% berarti partai politik harus memperoleh setidaknya 5% suara nasional untuk mendapatkan kursi di parlemen. Ambang batas pemilu 3% berarti seorang individu harus memperoleh minimal 3% suara dalam pemilu untuk dapat terdaftar dalam pemilu berikutnya. Ambang batas pencalonan presiden mungkin menetapkan bahwa sebuah partai harus memperoleh setidaknya 10% suara dan 20 kursi di parlemen untuk mencalonkan presiden atau wakil presiden.