Liputan6.com, Jakarta Obsessive adalah sebuah kata yang sering dikaitkan dengan perilaku yang terobsesi atau sangat terfokus pada suatu hal. Dalam konteks psikologi, sifat obsessive sering dikaitkan dengan berbagai masalah perilaku, termasuk beberapa kondisi gangguan kepribadian.
Baca Juga
Advertisement
Seseorang yang memiliki sifat obsessive cenderung sulit untuk melepaskan diri dari pikiran atau tindakan yang berulang-ulang, meskipun hal tersebut mungkin tidak lagi relevan atau bermanfaat. Kondisi ini dapat menyebabkan stres yang signifikan dan mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang.
Sifat obsessive juga dapat terkait dengan berbagai gangguan kepribadian. Ini seperti gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (OCD), di mana individu cenderung memiliki pikiran dan tindakan kompulsif yang mengganggu.
Selain itu, sifat obsessive adalah sifat yang dapat terlihat dalam gangguan kepribadian antisosial, di mana seseorang cenderung terobsesi dengan keinginan untuk melanggar norma sosial dan hak-hak orang lain. Dalam beberapa kasus, sifat obsessive juga dapat terkait dengan gangguan kepribadian narsistik, di mana individu cenderung terobsesi dengan keinginan untuk diakui dan dipuja oleh orang lain.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sifat obsessive sering dikaitkan dengan berbagai macam gangguan kepribadian. Berikut adalah sejumlah gangguan kepribadian yang terkait dengan sifat obsessive, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (22/2/2024).
Â
Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
OCD atau gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan mental yang ditandai oleh adanya obsesi yang mengganggu dan kompulsi yang menetap. Gejala utama OCD meliputi obsesi yang berulang dan tidak diinginkan, seperti ketakutan terhadap kuman atau keinginan untuk melakukan hal-hal secara berulang, serta kompulsi yang dihasilkan sebagai respons terhadap obsesi tersebut, seperti mencuci tangan berulang kali atau memeriksa sesuatu berkali-kali.
Contoh obsesi yang umum dialami oleh individu dengan OCD meliputi ketakutan akan kekotoran, keinginan untuk memiliki segala sesuatu teratur, atau kekhawatiran akan menyakiti orang lain, sementara kompulsi dapat berupa mencuci tangan, merapikan barang-barang secara teratur, atau melakukan ritual tertentu.
Faktor-faktor yang diduga berkontribusi pada perkembangan OCD meliputi genetik, faktor lingkungan, dan ketidakseimbangan kimia dalam otak. Proses diagnostik OCD melibatkan evaluasi berdasarkan gejala yang dialami oleh individu dan kriteria diagnostik yang tercantum dalam DSM.
OCD dapat menimbulkan dampak buruk pada kehidupan individu, seperti kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, gangguan hubungan interpersonal, dan penurunan kualitas hidup. Pengobatan untuk OCD termasuk terapi kognitif perilaku (CBT), terapi obat, dan terapi pasien rawat inap. Namun, setiap jenis pengobatan memiliki manfaat dan risiko tersendiri. Tips dan strategi untuk mengelola gejala OCD sehari-hari meliputi teknik relaksasi, meditasi, dan dukungan sosial.
Advertisement
Obsessive Love Disorder
Obsessive Love Disorder adalah kondisi di mana seseorang mengalami obsesi yang tak terkendali terhadap seseorang yang mereka cintai. Gejala utamanya termasuk pikiran yang tak terkendali tentang orang yang dicintai, kebutuhan untuk terus memantau dan mengontrol aktivitas orang tersebut, serta perasaan kecemasan atau kegelisahan yang intens ketika tidak bersama orang tersebut.
Perbedaan antara cinta sehat dan Obsessive Love Disorder terletak pada keseimbangan, saling penghargaan, dan kemandirian dalam cinta sehat. Sementara Obsessive Love Disorder melibatkan ketergantungan yang berlebihan dan perilaku yang mengendalikan.
Faktor-faktor yang mungkin memicu Obsessive Love Disorder termasuk pengalaman trauma, gangguan kepercayaan diri, dan ketakutan akan penolakan atau kehilangan. Dampak dari gangguan ini bisa sangat merusak kehidupan individu yang mengalaminya, serta pada hubungan dan kehidupan sehari-hari mereka.
Opsi perawatan dan manajemen untuk Obsessive Love Disorder termasuk terapi kognitif perilaku (CBT), terapi individu, dan dukungan kelompok. Penting untuk mencari bantuan profesional dan dukungan untuk mengatasi gangguan ini. Strategi pencegahan dan koping untuk individu yang mungkin merasa memiliki gejala Obsessive Love Disorder atau orang-orang di sekitar mereka termasuk membatasi interaksi dengan objek obsesi, membangun kegiatan dan minat lainnya, serta meningkatkan keterampilan dalam menjalin hubungan yang sehat.
Obsessive Cleaning Disorder
Obsessive Cleaning Disorder adalah kondisi di mana seseorang memiliki obsesi yang tak terkendali terhadap kebersihan dan melakukan tindakan pembersihan secara berlebihan, bahkan ketika lingkungan mereka sudah bersih. Gejala utamanya meliputi kebutuhan yang tak terkendali untuk membersihkan dan menyusun ulang barang-barang, kecemasan yang intens terhadap kuman dan kontaminasi, serta kesulitan untuk merasa puas dengan tingkat kebersihan yang sudah tercapai.
Perbedaan antara kebersihan sehat dan Obsessive Cleaning Disorder adalah bahwa kebersihan sehat melibatkan praktik-praktik pembersihan yang wajar. Sementara Obsessive Cleaning Disorder melibatkan pembersihan yang berlebihan dan mengganggu.
Faktor-faktor yang mungkin memicu Obsessive Cleaning Disorder meliputi pengalaman trauma, kecemasan, atau gangguan kepercayaan diri. Dampak yang bisa ditimbulkan oleh Obsessive Cleaning Disorder pada kehidupan individu yang mengalami gangguan tersebut meliputi kecemasan yang meningkat, gangguan hubungan sosial, dan kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Opsi perawatan dan manajemen yang tersedia untuk Obsessive Cleaning Disorder meliputi terapi kognitif perilaku (CBT), terapi eksposur dan respons-preventif (ERP), dan terapi obat. Mencari bantuan profesional dan dukungan serta menerapkan strategi koping seperti teknik relaksasi, terapi ekspresif, dan dukungan keluarga dapat membantu individu yang mengalami Obsessive Cleaning Disorder.
Advertisement