Sukses

15 Kondisi Kesehatan Mental yang Terganggu, Pahami Ciri-cirinya

Dengan memahami beragamnya kondisi kesehatan mental yang mungkin dialami seseorang, kita dapat lebih peka terhadap kondisi orang di sekitar kita dan memberikan dukungan yang sesuai.

Liputan6.com, Jakarta Gangguan kesehatan mental seringkali tidak disadari oleh orang yang mengalaminya. Hal ini dapat menyebabkan dampak yang serius pada kehidupan sehari-hari, baik dalam hal pekerjaan, hubungan sosial, maupun kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami ciri-ciri dan macam-macam kondisi kesehatan mental yang tengah terganggu

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak dari kita mungkin tidak menyadari bahwa seseorang di sekitar kita ternyata memiliki kondisi kesehatan mental yang terganggu. Individu yang mengalami gangguan kesehatan mental seringkali dapat menutupi gejala yang mereka alami, atau bahkan tidak menyadari bahwa mereka membutuhkan bantuan. Oleh karena itu, pemahaman tentang ciri-ciri umum yang menandai gangguan kesehatan mental adalah penting dalam upaya membantu mendeteksi dan memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkannya.

Selain itu, kita juga perlu memahami berbagai jenis gangguan kesehatan mental yang dapat mempengaruhi seseorang. Mulai dari depresi, kecemasan, gangguan bipolar, hingga gangguan makan, setiap kondisi memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dengan memahami beragamnya kondisi kesehatan mental yang mungkin dialami seseorang, kita dapat lebih peka terhadap kondisi orang di sekitar kita dan memberikan dukungan yang sesuai. 

Ada banyak sekali jenis kondisi kesehatan mental yang terganggu. Berikut ini adalah sejumlah jenis gangguan kesehatan mental dan ciri-cirinya, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (23/2/2024).

2 dari 6 halaman

1. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan rasa cemas, takut, dan gelisah yang berlebihan. Gejalanya meliputi kesulitan tidur, mudah marah, kesulitan berkonsentrasi, dan kelelahan. Penyebab gangguan kecemasan bisa beragam, termasuk faktor genetik, lingkungan, dan kejadian traumatis.

Pengelolaan gangguan kecemasan dapat dilakukan melalui terapi kognitif perilaku, obat-obatan, dan teknik relaksasi. Namun, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau psikolog untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan perawatan yang sesuai. Berkonsultasi dengan dokter dapat dilakukan melalui klinik kesehatan jiwa atau rumah sakit. Jangan ragu untuk mencari bantuan jika merasa mengalami gejala gangguan kecemasan. Dengan perawatan yang tepat, kondisi ini dapat diatasi dan memungkinkan seseorang untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih baik.

2. Gangguan Mood

Gangguan mood merupakan salah satu kondisi kesehatan mental yang sering terjadi dan terkait dengan suasana hati yang berlebihan. Salah satu jenis gangguan mood yang umum adalah gangguan bipolar, di mana seseorang mengalami perubahan suasana hati antara episode mania yang berlebihan dan episode depresi yang sangat rendah. Selain itu, ada juga gangguan mood swing di mana seseorang mengalami perubahan suasana hati secara tiba-tiba dan ekstrem.

Gejala gangguan mood biasanya meliputi perubahan drastis dalam tingkat energi, suasana hati yang tidak wajar, gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, dan perubahan berat badan. Gangguan mood juga dapat berdampak pada aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan, hubungan sosial, dan kesehatan fisik. Orang yang mengalami gangguan mood sering mengalami kesulitan dalam mengelola emosi dan tetap produktif.

Untuk mengatasi gangguan mood, penting untuk mencari bantuan profesional dan dukungan sosial. Terapi dan pengobatan medis mungkin diperlukan untuk membantu pengelolaan gejala dan memperbaiki kualitas hidup seseorang yang mengalami kondisi ini. Jangan ragu untuk mencari bantuan jika Anda mengalami gejala gangguan mood, dan ingatlah bahwa Anda tidak sendirian.

3. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan salah satu kondisi kesehatan mental yang seringkali tidak terdeteksi dengan mudah. Gejalanya antara lain meliputi halusinasi, delusi, dan kesulitan dalam berpikir secara logis. Orang yang mengalami skizofrenia juga dapat menunjukkan perilaku yang tidak lazim, seperti bicara sendiri atau menarik diri dari interaksi sosial.

Untuk mendeteksi skizofrenia pada seseorang, perhatikan apakah orang tersebut sering kali bicara kepada dirinya sendiri, mendengar suara-suara yang tidak ada, atau memiliki keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Selain itu, perhatikan juga apakah orang tersebut sulit dalam berpikir secara logis atau terlihat kesulitan dalam berinteraksi sosial. Jika ada kecurigaan mengenai kondisi ini, sebaiknya konsultasikan dengan profesional kesehatan mental untuk melakukan evaluasi lebih lanjut.

Penting untuk memahami bahwa skizofrenia adalah suatu gangguan mental serius yang memerlukan penanganan medis. Dengan mengenali gejalanya, diharapkan dapat membantu dalam mendeteksi skizofrenia lebih dini dan memberikan perawatan yang tepat bagi orang yang mengalami kondisi ini.

 

3 dari 6 halaman

4. Gangguan Psikotik

Gangguan psikotik, seperti skizofrenia, adalah kondisi kesehatan mental yang mengakibatkan seseorang kehilangan kontak dengan realitas. Gejala utama skizofrenia meliputi pikiran yang tidak teratur, halusinasi, delusi, dan keterhambatan dalam berbicara dan bergerak. Gangguan psikosis lainnya juga dapat menyebabkan gejala serupa, tetapi dengan intensitas yang lebih ringan.

Di sisi lain, gangguan emosi, seperti gangguan cemas dan depresi, lebih berkaitan dengan perasaan yang berlebihan dari ketakutan dan sedih yang berkepanjangan. Pada gangguan cemas, gejala yang umum adalah ketegangan, rasa gelisah yang berlebihan, serta reaksi berlebihan terhadap situasi tertentu. Sedangkan pada depresi, gejala meliputi perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, serta penurunan energi.

Perbedaan utama antara gangguan psikotik dan gangguan emosi terletak pada gejala yang dialami dan kondisi otak yang memengaruhinya. Gangguan psikotik lebih berkaitan dengan gangguan fungsi otak yang menyebabkan gangguan realitas, sementara gangguan emosi lebih berkaitan dengan ketidakseimbangan zat kimia di otak yang memengaruhi suasana hati dan perasaan.

5. Kontrol Impuls

Kontrol impuls adalah salah satu jenis gangguan mental yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol dorongan atau keinginan tertentu. Gejala yang umum muncul pada gangguan ini antara lain kecenderungan untuk bertindak tanpa pemikiran yang matang, sulit untuk menahan diri, serta kurangnya kesadaran akan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan. Risiko yang terkait dengan gangguan ini meliputi masalah dalam hubungan sosial, kerugian finansial, hingga masalah hukum.

Penanganan gangguan kontrol impuls meliputi terapi perilaku kognitif, terapi obat, serta dukungan sosial. Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk membantu individu mengidentifikasi pola perilaku impulsif dan belajar untuk mengontrolnya. Sementara terapi obat dapat membantu mengelola gejala yang muncul. Selain itu, dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan sekitar juga dapat membantu individu dalam mengatasi gangguan tersebut. Dengan penanganan yang tepat, individu yang mengalami gangguan kontrol impuls dapat memperbaiki kualitas hidup mereka.

6. Gangguan Makan

Gangguan makan merupakan kondisi kesehatan mental yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Jenis gangguan makan yang sering terjadi antara lain anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan binge-eating disorder. Anoreksia nervosa ditandai dengan ketakutan akan penambahan berat badan, keinginan untuk menjadi lebih kurus, dan perilaku diet ekstrem. Bulimia nervosa ditandai dengan siklus makan berlebihan dan kemudian membersihkan atau menghindari berat badan. Binge-eating disorder, di sisi lain, merupakan kondisi di mana seseorang mengonsumsi jumlah makanan yang sangat besar dalam waktu singkat tanpa kontrol.

Faktor pemicu gangguan makan dapat bervariasi, mulai dari faktor genetik, lingkungan, dan tekanan sosial. Gejala-gejala yang mungkin muncul pada setiap jenis gangguan makan juga berbeda-beda. Gejala anoreksia nervosa meliputi penurunan berat badan secara drastis, kecemasan berlebihan terkait makanan, dan pola makan yang terbatas. Sementara itu, gejala bulimia nervosa mencakup makan berlebihan secara tersembunyi, menggunakan laksatif atau diuretik, dan perubahan berat badan yang drastis. Pada binge-eating disorder, gejala yang mungkin muncul antara lain makan secara impulsif dan tidak terkendali, serta perasaan bersalah setelah makan berlebihan. Mengetahui jenis gangguan makan, faktor pemicu, dan gejala-gejalanya sangat penting untuk mendukung seseorang yang mengalami kondisi ini.

 

4 dari 6 halaman

7. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)

Gangguan mental OCD (Obsessive-Compulsive Disorder) adalah kondisi di mana seseorang mengalami obsesi yang terus-menerus dan juga melakukan tindakan- tindakan kompulsif yang tidak terkendali. Penyebab OCD bisa bermacam-macam, bisa karena faktor genetik, ketidakseimbangan kimia otak, atau pun karena pengalaman traumatis. Gejala-gejalanya antara lain adalah pikiran yang mengganggu, kecemasan yang berlebihan, atau keinginan kuat untuk melakukan tindakan tertentu.

Cara penanganan gangguan mental OCD biasanya melibatkan terapi kognitif perilaku, terapi obat, atau keduanya. Tes Yale-Brown Obsessive Compulsive Scale digunakan untuk mendiagnosis OCD dengan mengukur tingkat keparahan obsesi dan kompulsi yang dialami oleh seseorang. Pasien yang didiagnosis dengan OCD biasanya akan diberikan treatment sesuai dengan tingkat keparahan kondisi mereka.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab, gejala, dan cara penanganan gangguan mental OCD, diharapkan masyarakat bisa lebih peka terhadap kondisi-kondisi kesehatan mental dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi mereka yang mengalami gangguan ini.

8. Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan pola pikiran, perilaku, dan interaksi sosial yang tidak seimbang. Gejalanya antara lain dapat berupa ketidakstabilan emosional, pola hubungan yang tidak stabil, impulsivitas, perasaan kosong, dan ketakutan akan pengabaian atau penolakan.

Penyebab gangguan kepribadian dapat berasal dari kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan perkembangan individu. Pengelolaannya melibatkan terapi psikologis, dukungan medis, dan terapi obat-obatan. Namun, pengelolaan gangguan ini bisa menjadi sulit karena penderitanya sering kali mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka cenderung mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial, mempertahankan hubungan, atau menjaga pekerjaan.

Mengingat dampaknya dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi penderitanya untuk mendapatkan dukungan dan pemahaman dari lingkungan sekitar. Pendidikan mental health dan dukungan dari keluarga, teman, dan tenaga medis dapat membantu penderitanya untuk memahami, mengelola, dan mengurangi dampak negatif dari gangguan kepribadian.

9. Sindrom Tourette

Sindrom Tourette adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan tics, yakni gerakan atau suara yang tidak disengaja dan sulit untuk dikendalikan. Gejala umum dari sindrom ini meliputi tics motorik seperti gerakan mata, kepala, atau anggota tubuh lainnya, serta tics vokal seperti suara grunting atau mengucapkan kata-kata yang tidak diinginkan.

Faktor risiko yang dapat mempengaruhi sindrom Tourette antara lain faktor genetik, infeksi streptococcal, dan gangguan kimia otak. Pengobatan untuk sindrom ini meliputi pendekatan terapi perilaku, terapi obat, serta terapi dukungan keluarga.

Prevalensi sindrom Tourette lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Meskipun penyebab pasti dari perbedaan ini belum diketahui sepenuhnya, penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik dapat memainkan peran dalam hal ini.

Dengan memahami gejala, faktor risiko, dan perbedaan prevalensi sindrom Tourette pada anak laki-laki dan perempuan, kita dapat lebih memahami dan memberikan dukungan yang tepat kepada individu yang mengalami gangguan kesehatan mental ini.

 

5 dari 6 halaman

10. Psikosomatis

Psikosomatis adalah jenis gangguan mental yang dapat memengaruhi kondisi fisik seseorang. Gejala yang muncul bisa berupa sakit kepala, gangguan pencernaan, atau masalah tidur. Siapa pun bisa rentan terkena gangguan psikosomatis, terutama bagi mereka yang mengalami stres berkepanjangan atau depresi.

Contoh masalah fisik yang mungkin timbul dari gangguan psikosomatis adalah gangguan pencernaan seperti maag atau sindrom iritasi usus. Cara mengatasinya adalah dengan mengelola stres dan kecemasan dengan terapi psikologis, meditasi, atau olahraga. Selain itu, penting juga untuk menjaga pola makan yang sehat dan teratur serta istirahat yang cukup.

Dengan melakukan penanganan yang tepat, maka masalah psikosomatis ini dapat diatasi. Penting bagi seseorang yang mengalami gangguan psikosomatis untuk mencari bantuan dari ahli kesehatan mental guna mendapatkan penanganan yang sesuai. Kesadaran akan kesehatan mental yang baik juga sangat penting dalam mencegah timbulnya masalah psikosomatis.

11. Factitious Disorder

Factitious disorder (gangguan factitious) adalah kondisi kesehatan mental di mana seseorang sengaja memalsukan gejala penyakit untuk mendapatkan perhatian atau perawatan medis. Gejala gangguan factitious meliputi sering berpura-pura sakit, menyembunyikan obat-obatan di tubuh, dan menciptakan atau memperburuk luka atau gejala fisik.

Penderita gangguan ini cenderung untuk menyakiti diri sendiri demi menarik perhatian dan simpati orang lain. Perawatan untuk gangguan factitious termasuk terapi kognitif perilaku untuk membantu individu memahami dan mengubah pola perilaku mereka, serta terapi keluarga untuk memperkuat hubungan dan dukungan sosial yang sehat.

Perlakuan untuk gangguan factitious juga melibatkan tim medis yang terkoordinasi untuk memberikan perawatan yang konsisten dan mengidentifikasi kebutuhan medis sebenarnya dari penderita. Dengan perawatan yang tepat, penderita gangguan factitious dapat memperoleh pemulihan yang lebih baik dan hidup yang lebih seimbang secara mental dan emosional.

12. Disosiatif

Gangguan disosiatif adalah kondisi kesehatan mental yang melibatkan pemisahan atau terganggunya kesatuan pikiran, tindakan, ingatan, perasaan, dan identitas seseorang. Terdapat beberapa jenis gangguan disosiatif, salah satunya adalah gangguan kepribadian ganda, di mana seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda dan sering kali tidak menyadari satu sama lain. Gangguan amnesia disosiatif, yang membuat seseorang tidak bisa mengingat bagian-bagian atau seluruh informasi pribadi mereka, dan gangguan depersonalisasi-derealisasi, di mana seseorang merasa terpisah dari diri mereka sendiri atau menyangkal realitas sekitar mereka.

Gangguan ini seringkali merupakan bentuk perlindungan diri dari trauma yang dialami seseorang. Trauma yang parah atau berulang dapat menyebabkan pemisahan atau disosiasi dari bagian-bagian ingatan, identitas, emosi, perilaku, atau persepsi seseorang. Hal ini dapat mengganggu kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi fungsi sosial, pekerjaan, dan hubungan personal. Penting untuk mendapatkan bantuan profesional untuk mengatasi gangguan disosiatif dan mendukung proses penyembuhan yang holistik.

 

6 dari 6 halaman

13. Stress Pasca-Trauma (PTSD)

Gangguan stres pascatrauma (PTSD) adalah kondisi kesehatan mental yang terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis. Gejala PTSD dapat meliputi kenangan yang mengganggu, mimpi buruk, munculnya perasaan takut yang tiba-tiba, dan reaksi emosional yang kuat terhadap situasi yang menyerupai kejadian traumatis.

Penanganan PTSD biasanya melibatkan terapi, baik individual maupun kelompok, serta pengobatan sesuai dengan kondisi medisnya. Dalam beberapa kasus, obat-obatan juga dapat diresepkan oleh dokter. Dukungan sosial dan profesional juga penting dalam mengatasi PTSD. lnteraksi sosial, dukungan keluarga, dan bantuan dari tenaga kesehatan mental dapat membantu penderita untuk pulih dari gangguan ini.

Kejadian traumatis seperti kecelakaan, peperangan, atau pelecehan dapat menjadi pemicu timbulnya PTSD. Dampaknya pada kehidupan sehari-hari penderita bisa sangat mengganggu, seperti sulit tidur, gangguan konsentrasi, dan kesulitan dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, penanganan segera dan dukungan yang memadai sangatlah penting dalam mengatasi gangguan stres pascatrauma ini.

14. Depresi

Depresi adalah kondisi kesehatan mental yang sering kali tidak terlihat secara fisik, namun dapat memiliki dampak yang sangat mengganggu. Beberapa tanda-tanda depresi meliputi perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat dalam aktivitas yang biasanya dinikmati, perubahan berat badan atau nafsu makan, kesulitan tidur atau tidur berlebihan, kelelahan yang persisten, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.

Faktor risiko untuk depresi termasuk riwayat keluarga dengan gangguan kesehatan mental, perubahan hormon, kejadian traumatis, dan stres kronis. Untuk mengatasi depresi, langkah-langkah yang dapat diambil meliputi menjaga pola tidur dan makan yang sehat, berolahraga secara teratur, terlibat dalam kegiatan yang disukai, dan berbicara dengan orang yang dipercayai.

Jika depresi sangat mengganggu kehidupan sehari-hari, pencarian bantuan profesional seperti konseling atau terapi dapat sangat membantu. Dengan dukungan yang tepat, banyak orang yang mengalami depresi dapat memperoleh pemulihan dan kembali menikmati kehidupan dengan lebih baik.

15. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder adalah salah satu kondisi kesehatan mental yang sering terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Gejala dari ADHD antara lain kesulitan dalam memperhatikan detail, mudah lupa, sering gelisah atau tidak bisa diam, serta sulit mengikuti arahan. Gangguan mental ini dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari penderitanya, baik di sekolah, pekerjaan, maupun dalam hubungan sosial.

Penanganan yang tepat sangat penting untuk membantu penderita ADHD. Terapi perilaku, terapi psikososial, dan pengobatan dengan obat-obatan tertentu dapat membantu mengendalikan gejala ADHD serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Penting untuk memahami bahwa ADHD bukanlah akibat dari ketidaksabaran atau kurangnya disiplin, melainkan merupakan gangguan mental yang memerlukan perhatian medis dan psikologis secara serius.

Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor seperti genetika, lingkungan, serta gangguan struktur otak dapat memengaruhinya. ADHD dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa, dan sering kali berlanjut hingga usia dewasa jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu, pemahaman mengenai gejala, pengaruh, penanganan, dan penyebab ADHD sangat penting agar penderita dapat mendapatkan penanganan yang tepat.