Liputan6.com, Jakarta Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, telah mengalami berbagai perubahan dalam sistem politiknya. Sejak merdeka dari penjajahan Belanda pada tahun 1945, Indonesia telah menganut sistem demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi, seperti kedaulatan rakyat, kebebasan berekspresi, dan persamaan hak, telah menjadi landasan penting dalam pembentukan negara Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Demokrasi di Indonesia tidak terbentuk semerta-merta, melainkan melalui berbagai sejarah panjang, sehingga pada akhirnya sekarang Indonesia menerapkan sistem demokrasi yang disebut demokrasi reformasi. Secara umum, sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat periode, yakni periode demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, dan demokrasi reformasi.
Dengan memahami sejarah demokrasi di Indonesia dan pembagian periodenya, kita dapat melihat bagaimana sistem politik dan penyelenggaraan negara telah mengalami perubahan yang konstan. Penting bagi masyarakat Indonesia untuk tetap menghargai dan menjaga prinsip-prinsip demokrasi guna membangun negara yang lebih baik di masa depan.
Untuk memahami bagaimana demokrasi di Indonesia terbentuk, berikut empat periode sejarah demokrasi di Indonesia seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (5/3/2024).
Â
Demokrasi Parlementer (1945 - 1959)
Sejarah demokrasi di Indonesia dimulai dengan periode Demokrasi Parlementer yang berlangsung dari tahun 1945 hingga tahun 1959. Pada periode ini, Indonesia resmi menjadi negara yang merdeka dan menerapkan sistem demokrasi parlementer.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Indonesia mengadopsi sistem parlementer yang terinspirasi dari sistem pemerintahan Belanda. Sistem ini didasarkan pada prinsip pemerintahan yang mengutamakan kekuasaan legislatif, di mana anggota parlemen yang dipilih secara demokratis memiliki peran penting dalam pembuatan keputusan politik.
Pada periode Demokrasi Parlementer ini, sistem pemerintahan Indonesia terdiri dari tiga lembaga yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Konstituante, dan Presiden. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum yang diadakan secara periodik.
Namun, pada tahun 1959, sistem Demokrasi Parlementer mengalami perubahan dengan lahirnya Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Perubahan ini membuat Indonesia beralih menjadi negara dengan sistem pemerintahan yang lebih sentralistik.
Meskipun periode Demokrasi Parlementer berakhir pada tahun 1959, pengaruh dan kontribusinya terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia tetap menjadi tonggak sejarah yang penting. Pada periode ini, Indonesia berhasil membangun fondasi demokrasi yang menjadikan partisipasi politik rakyat sebagai landasan utama dalam sistem pemerintahan.
Advertisement
Demokrasi Terpimpin (1959 - 1965)
Dalam sejarah demokrasi di Indonesia, periode tahun 1959 hingga 1965 ditandai dengan adanya perubahan sistem demokrasi yang disebut sebagai demokrasi terpimpin. Sistem ini diperkenalkan oleh Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959 dalam upaya untuk memperkuat negara dan mengatasi konflik yang terjadi di Indonesia.
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem dimana presiden memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam mengambil keputusan politik dan mengatur jalannya pemerintahan. Presiden Sukarno dianggap sebagai pemimpin tertinggi dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan yang bersifat partikular di luar dari mekanisme konstitusional. Ia memiliki kontrol terhadap MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara), yang merupakan lembaga tertinggi negara pada masa itu.
Namun, di balik kekuasaan presiden yang besar, demokrasi terpimpin juga memiliki kelemahan. Tanpa adanya check and balance yang efektif, sistem ini cenderung menghilangkan peran parlemen dan lembaga-lembaga demokrasi lainnya. Partai politik juga dikekang dan opini publik terbatas dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Demokrasi terpimpin berlangsung sekitar enam tahun lamanya, hingga tahun 1965. Pada periode ini, terjadi krisis ekonomi dan politik yang memuncak dengan berakhirnya era demokrasi terpimpin akibat kudeta militer yang dilakukan oleh Letnan Jenderal Soeharto pada tahun 1965.
Â
Demokrasi Pancasila era Orde Baru (1965 - 1998)
Pada era Orde Baru (1965-1998), Indonesia mengalami perubahan sistem demokrasi yang berlangsung selama kurang lebih tiga puluh tahun. Di era ini, sistem demokrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila adalah model demokrasi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Pada sistem demokrasi Pancasila ini, negara mengakui dan menghormati prinsip dasar tersebut dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, pada masa Orde Baru, terjadi pelarangan partai politik yang tidak sejalan dengan rezim pemerintahan, seperti Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemerintah Orde Baru juga menguasai media massa dan mengontrol jalannya pemilihan umum, sehingga opini publik sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan sistem demokrasi Pancasila di era Orde Baru cenderung otoriter dan dipenuhi dengan kekuasaan yang sangat terpusat pada pemerintah.
Pada tahun 1998, terjadi reformasi yang mengubah peta politik Indonesia. Rakyat menuntut perubahan dan melawan kekuasaan yang otoriter. Era demokrasi Pancasila di bawah pemerintahan Orde Baru pun berakhir dan Indonesia beralih ke sistem demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif.
Advertisement
Demokrasi Reformasi (1998 - sekarang)
Setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, Indonesia mengalami proses reformasi politik yang signifikan. Peristiwa ini membuka peluang bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Pada masa ini, Indonesia menerapkan sistem demokrasi yang lebih terbuka dan partisipatif.
Demokrasi Reformasi di Indonesia ditandai dengan beberapa perubahan penting. Pertama, tercipta kebebasan berpendapat dan berkumpul yang lebih luas sehingga masyarakat dapat secara aktif mengemukakan aspirasi mereka. Kedua, pemilihan umum langsung mulai diadakan secara teratur untuk memilih pemimpin-pemimpin nasional maupun lokal. Proses ini memperkuat partisipasi politik rakyat dalam menentukan arah kebijakan negara.
Selain itu, Demokrasi Reformasi juga menghasilkan pembentukan lembaga-lembaga yang bertugas mengawasi jalannya demokrasi, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga-lembaga ini bertujuan untuk menjaga integritas pemilu dan memberantas korupsi, sehingga memiliki peran penting dalam membangun demokrasi yang bersih dan transparan.
Meski masih banyak tantangan dan perbaikan yang perlu dilakukan, demokrasi di Indonesia terus berkembang setelah Reformasi 1998. Partisipasi politik yang lebih besar dari masyarakat, pemilihan umum yang adil, dan lembaga-lembaga yang bertindak sebagai penjaga demokrasi semakin mengokohkan fondasi demokrasi di tanah air.