Sukses

Hukum Lupa Baca Niat Puasa dan Tidak Mengeraskan Bacaannya, Sah atau Tidak?

Menurut sebagian ulama, niat puasa Ramadhan adalah rukun utama yang harus dipenuhi untuk sahnya ibadah puasa.

Liputan6.com, Jakarta - Hukum lupa baca niat puasa dan tidak mengeraskan bacaannya merupakan topik yang sering diperbincangkan dalam lingkup keilmuan Islam. Menurut sebagian pandangan ulama, niat puasa Ramadhan adalah rukun utama yang harus dipenuhi untuk sahnya ibadah puasa. Meskipun demikian, ada perbedaan pendapat terkait dengan pengucapan niat, apakah harus dilafalkan dengan suara atau cukup dengan niat dalam hati.

Dalam hal ini, sebagian ulama memandang bahwa niat yang terucap dalam hati sudah cukup untuk menjalankan ibadah puasa. Mereka menekankan bahwa kesungguhan dan ketulusan hati dalam berniat lebih penting daripada pengucapan verbal.

Namun, ada juga pandangan yang menyarankan untuk melafalkan niat puasa dengan suara, meskipun hal ini tidak diwajibkan secara mutlak. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami hukum lupa baca niat puasa dan tidak mengeraskan bacaannya. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjalankan ibadah puasa dengan penuh keyakinan dan kesadaran, hingga benar-benar sah dan diterima.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam penjelasannya, Rabu (6/3/2024).

2 dari 4 halaman

Hukum Lupa Baca Niat Puasa

Bagaimana jika seseorang lupa atau tidak membaca niat pada malam hari hingga terbit fajar?

Melansir dari Kementerian Agama Sulawesi Barat, bahwa menurut Quraish Shihab, mengutip pendapat Abu Hanifah, jika seseorang berniat puasa Ramadhan setelah terbit fajar, puasanya tetap sah. Hal ini memberikan pemahaman bahwa kecuali jika waktu fajar telah terbit, seseorang masih memiliki kesempatan untuk membaca niatnya dan melaksanakan puasa Ramadhan secara sah.

Menurut Kementerian Agama Bali, sebagian ulama berpendapat bahwa jika seseorang bangun di waktu malam dan makan sahur, maka ini sudah dianggap sebagai melakukan niat untuk melakukan puasa. Makan sahur, dalam pandangan mereka, sudah mencakup niat untuk berpuasa. Jika demikian, meskipun seseorang tidak membaca niat di waktu malam, baik sengaja maupun lupa, asalkan makan sahur, maka puasanya dinilai sah.

Namun, ada pandangan lain dari sebagian ulama yang berbeda. Bagi mereka, makan sahur tidak cukup untuk menggantikan niat. Jika seseorang makan sahur namun tidak melakukan niat secara eksplisit, baik itu sengaja atau lupa, maka puasanya tidak akan sah.

Dalam pandangan mereka, niat puasa merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan benar dan sah di hadapan Allah SWT. Dalam hal ini, makan sahur hanya merupakan bagian dari persiapan fisik untuk menjalankan ibadah puasa, sedangkan niat adalah persiapan spiritual yang tak dapat diabaikan.

Mengutip dari buku "Tuntunan Ibadah Ramadan dan Hari Raya" yang ditulis oleh M. Nielda dan R. Syamsul B, dijelaskan bahwa membaca niat berpuasa seperti puasa Ramadhan dan puasa sunnah lainnya dianggap sebagai salah satu rukun utama yang harus dilaksanakan atau wajib dibaca oleh umat Islam.

3 dari 4 halaman

Hukum Tidak Mengeraskan Bacaan Niat Puasa

Dalam hukum Islam, tidak mengeraskan bacaan niat puasa, baik itu puasa Ramadhan maupun puasa sunnah, merupakan permasalahan yang sering dibahas. Menurut Kementerian Agama Sulawesi Barat, niat yang terucap di dalam hati dianggap sah, meskipun pelafazan niat di mulut dapat membantu konsentrasi hati. Ini menunjukkan bahwa hukum mengucapkan niat di mulut tidak wajib, tetapi dianjurkan (sunnah).

Pandangan dari Wahbah az-Zuhailiy mengatakan bahwa seseorang yang pada malam hari dalam hatinya telah bertekad untuk berpuasa di bulan Ramadhan sudah dianggap berniat. Ini menekankan bahwa niat tidak hanya terkait dengan pelafazan di mulut, tetapi juga dengan tekad dalam hati.

Namun, menurut Syekh Muhammad Nawawi al-Bantaniy, meskipun pelafazan niat tidak disyaratkan secara mutlak, melafalkannya disunnahkan karena dapat membantu konsentrasi hati, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.

Hukum tidak mengeraskan bacaan niat puasa Ramadhan atau puasa sunnah masih menjadi perdebatan dalam lingkup keilmuan Islam. Beberapa ulama menyatakan bahwa niat yang terucap dalam hati sudah memadai untuk menjalankan ibadah puasa. Namun, ada juga pendapat yang menekankan pentingnya pelafazan niat di mulut, meskipun tidak diwajibkan secara mutlak.

Situasi ketika seseorang lupa tidak membaca niat puasa juga perlu diperhatikan. Dalam hal ini, menurut sebagian ulama, jika seseorang lupa membaca niat puasa, namun tetap berpuasa, maka puasanya tetap sah. Ini karena niat puasa dapat dilakukan dalam hati dan tidak harus diucapkan dengan suara.

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami hukum-hukum tersebut agar dapat menjalankan ibadah puasa dengan penuh kesadaran dan ketundukan kepada ajaran agama.

4 dari 4 halaman

Bacaan Niat Puasa Ramadhan dan Sunnah

Niat puasa Ramadhan setiap hari

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin an adai fardhi syahri ramadhana haadzhihis sanati lillahi taala.

Artinya: “Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala.”

Niat puasa Ramadhan sebulan penuh

نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيْعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هٰذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيْدًا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma jamî’i syahri ramadlâni hadzihissanati taqlîdan lil imâm mâlikin fardlan lillâhi ta’âlâ. 

Artinya: “Saya berniat puasa selama satu bulan Ramadhan tahun ini dengan mengikuti Imam Malik, fardhu karena Allah taala.”

Niat puasa sunnah Senin-Kamis

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Bacaan Latin: Nawaitu shauma yaumil itsnaini lillâhi ta'âlâ.

Artinya: "Aku berniat puasa sunah hari Senin karena Allah ta'âlâ."