Liputan6.com, Jakarta Politik praktis adalah fenomena kompleks dalam dunia politik, yang dapat diartikan sebagai sebuah wadah di mana berbagai kepentingan, itikad, dan motif saling berkompetisi untuk memperebutkan kekuasaan. Politik praktis adalah panggung di mana segala upaya, strategi, dan taktik digunakan untuk meraih dan mempertahankan otoritas. Dalam pandangan Arsakal, politik praktis adalah sebuah perang terampil di mana aktor politik bersaing dan saling beradu untuk mendapatkan dukungan publik serta mencapai posisi puncak kekuasaan.
Politik praktis adalah suatu dimensi di mana partai-partai politik menjalankan peran kritisnya dalam menyusun strategi kampanye, merumuskan kebijakan, dan melakukan interaksi politik. Sebagai arena pertempuran ide dan kepentingan, politik praktis mencerminkan dinamika perubahan dalam masyarakat. Namun, perlu dicatat bahwa politik praktis, menurut Arsakal, tidak selalu berdampingan dengan politik identitas.Â
Politik praktis dapat tetap netral dari pengaruh identitas kelompok tertentu, namun pada saat yang sama, realitasnya menunjukkan bahwa politik praktis juga dapat menjadi wadah bagi gerakan politik identitas, terutama ketika afiliasi kelompok kecil, seperti kesukuan, keagamaan, atau ras, digunakan sebagai instrumen untuk mempengaruhi preferensi pemilih. Dengan demikian, pemahaman yang komprehensif terhadap politik praktis, identitas, dan kebangsaan memberikan pandangan yang lebih luas tentang kompleksitas dinamika politik dalam masyarakat.
Advertisement
Untuk lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi seputar pengertian dan contoh politik praktis, pada Rabu (6/3/2024).
Pengertian Politik PraktisÂ
Politik praktis adalah suatu fenomena dalam dunia politik dimana berbagai niat, motif, kepentingan, dan tekad bersama-sama hadir dan saling berbenturan untuk memperebutkan kekuasaan. Pada tingkat yang lebih konkret, kekuasaan yang menjadi sasaran dalam politik praktis dapat berupa jabatan, kedudukan, atau posisi tertentu. Namun, secara implisit, yang sebenarnya diperebutkan adalah otoritas dan wewenang untuk membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi masyarakat secara umum.
Sebelum konsep demokrasi berkembang sebagaimana yang dikenal saat ini, politik praktis seringkali diwarnai oleh "perang" atau benturan fisik antara dua kubu atau lebih yang bersaing untuk memenangkan kekuasaan. Pada masa tersebut, persaingan politik mungkin mencakup konflik bersenjata dan tindakan-tindakan ekstrim lainnya sebagai upaya untuk meraih dominasi.
Namun, seiring dengan perkembangan konsep demokrasi, politik praktis mengalami evolusi menjadi bentuk kontestasi yang lebih kompleks. Saat ini, persaingan politik cenderung melibatkan pertarungan ideologi, perang karakter, strategi dan taktik politik yang kompleks, serangan terhadap basis-basis teritorial politik, dan perlombaan untuk mendapatkan simpati publik.
Dalam politik praktis yang demokratis, partisipasi masyarakat menjadi sangat penting, dan proses politik bukan hanya terbatas pada elit politik tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dari warga negara. Politik praktis modern seringkali melibatkan kampanye politik yang canggih, pemasaran citra politik, debat kebijakan, dan penggunaan media massa untuk mempengaruhi opini publik.
Dengan demikian, politik praktis bukan lagi hanya tentang merebut kekuasaan secara fisik, tetapi juga melibatkan upaya untuk memenangkan hati dan dukungan masyarakat melalui pendekatan yang lebih strategis dan kompleks. Perubahan ini mencerminkan pergeseran paradigma dalam cara kekuasaan politik dikejar dan dipertahankan dalam masyarakat modern yang lebih kompleks dan beradab.
Advertisement
Contoh Politik Praktis
Politik praktis merujuk pada arena di mana segala niat, motif, kepentingan, dan tekad bersaing untuk memperebutkan kekuasaan. Dalam konteks ini, kekuasaan mencakup otoritas dan wewenang untuk membuat keputusan publik. Seiring evolusi konsep demokrasi, politik praktis telah mengalami perubahan dari perang fisik menjadi kontestasi kompleks. Berikut contoh-contohnya:
1. Aksi PKI dan PNI dalam Mengganyang HMI
Pada masa lalu, terutama selama era Orde Lama, partai politik seperti PKI (Partai Komunis Indonesia) dan PNI (Partai Nasional Indonesia) terlibat dalam politik praktis dengan melakukan tindakan-tindakan represif terhadap organisasi mahasiswa seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Tindakan ini melibatkan intimidasi, penganiayaan, dan upaya untuk membentuk himpunan kekuatan dengan cara menghilangkan atau melemahkan oposisi politik mereka.
2. Partai Politik dengan Selebritis
Beberapa partai politik modern memanfaatkan popularitas selebritis sebagai strategi politik praktis. Mereka merekrut public figures yang sudah terkenal untuk menjadi bagian dari partai dan ikut dalam pemilihan umum. Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian dan dukungan masyarakat yang sudah mengenal dan mengidolakan selebritis tersebut.
3. Peran Politik TNI pada Era Orde Baru
Selama masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia, TNI (Tentara Nasional Indonesia) dipersepsikan sebagai alat politik yang seharusnya netral, namun kenyataannya digunakan untuk mendukung pemerintah yang berkuasa. TNI terlibat dalam pengawasan terhadap oposisi politik, melakukan intervensi dalam pemilihan umum, dan menciptakan iklim politik yang mendukung penguasa saat itu.
4. Kampanye Partai Politik di Kampus
Adanya kampanye partai politik di lingkungan kampus, yang seharusnya merupakan zona netral, menunjukkan politik praktis yang melibatkan pendekatan yang tidak sesuai dengan prinsip kemandirian akademis. Kampanye semacam ini bisa mempengaruhi mahasiswa dan menimbulkan ketidaknetralan dalam pendidikan.
5. Timses dengan Money Politics
Tim sukses (Timses) calon pemimpin yang membagikan sembako dan uang kepada masyarakat merupakan contoh nyata dari money politics. Tindakan ini bertujuan untuk mendulang dukungan rakyat melalui pemberian materi atau kebutuhan pokok sebagai imbalan dukungan politik. Hal ini menciptakan ketergantungan dan potensi korupsi di dalam proses politik.
6. Penutupan Kebobrokan dengan Tumbal Politik
Terkadang, teman politik dijadikan tumbal untuk menutupi kebobrokan yang lebih besar dalam sebuah partai atau institusi pemerintah. Tindakan ini menciptakan lingkungan politik yang tidak transparan dan dapat merugikan integritas serta kepercayaan publik terhadap proses politik.
7. Kriminalisasi Terhadap Lawan Politik
Dalam politik praktis, terkadang pihak yang berkuasa menggunakan lembaga hukum untuk kriminalisasi lawan politik. Hal ini dapat melibatkan tuduhan palsu, penggunaan hukum secara selektif, atau intervensi politik dalam sistem peradilan untuk meredam oposisi dan mempertahankan kekuasaan.
Perbedaan Makna Politik Praktis dengan Politik Identitas dan Kebangsaan
Politik praktis, politik identitas, dan politik kebangsaan adalah konsep-konsep yang berbeda dalam konteks politik, meskipun terkait dengan dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakat. Berikut adalah perbedaan makna antara politik praktis, politik identitas, dan politik kebangsaan:
1. Politik Praktis
Makna: Politik praktis mengacu pada upaya memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, seringkali melalui strategi dan taktik yang dapat mencakup berbagai aspek, seperti kampanye politik, negosiasi kebijakan, dan penggunaan sumber daya politik.
Tujuan: Fokus utamanya adalah pada perebutan dan penggunaan kekuasaan politik, tanpa harus terkait dengan identitas kelompok tertentu. Politik praktis dapat melibatkan berbagai kelompok dan cenderung bersifat inklusif, dengan tujuan memenangkan dukungan sebanyak mungkin.
2. Politik Identitas
Makna: Politik identitas berfokus pada cara kelompok-kelompok tertentu (seperti suku, agama, atau ras) menggunakan identitas mereka sebagai dasar untuk menuntut hak eksklusif atau memperjuangkan kepentingan khusus mereka.
Tujuan: Ada upaya untuk menonjolkan perbedaan identitas dan mencapai tujuan yang melayani kelompok tersebut secara eksklusif. Politik identitas dapat mendorong pemisahan dan pemilahan kelompok berdasarkan ciri-ciri khusus.
3. Politik Kebangsaan
Makna: Politik kebangsaan mencakup upaya untuk memahami dan mengelola keberagaman dalam suatu negara atau masyarakat. Ini berkaitan dengan pengakuan kelompok mayoritas dan minoritas, dengan tujuan menciptakan inklusivitas dan persatuan dalam kerangka kebangsaan.
Tujuan: Politik kebangsaan bertujuan untuk mempromosikan kesatuan dan persatuan di antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Ini dapat melibatkan upaya untuk menciptakan identitas nasional yang bersifat inklusif dan menerima keberagaman.
Perbedaan Utama:
- Politik praktis lebih berfokus pada perolehan dan pemeliharaan kekuasaan politik secara umum, tanpa selalu terkait dengan identitas kelompok tertentu.
- Politik identitas menyoroti aspirasi kelompok tertentu, menekankan hak eksklusif, dan terkait erat dengan pengakuan identitas kolektif.
- Politik kebangsaan berkaitan dengan upaya menciptakan kesatuan dalam kerangka negara bangsa, dengan fokus pada integrasi dan mengelola keragaman di dalamnya.
Namun, perlu diingat bahwa batasan antara ketiganya bisa menjadi kabur, dan dalam praktiknya, politik identitas dan politik kebangsaan dapat mencampur aduk, tergantung pada konteks politik dan budaya suatu negara.
Â
Â
Advertisement