Liputan6.com, Jakarta Asal-usul ngabuburit memiliki akar yang dalam dalam budaya masyarakat Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang memiliki tradisi kuat dalam menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Tradisi ngabuburit diyakini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, meskipun tidak ada catatan resmi yang menunjukkan kapan tepatnya tradisi ini dimulai.
Baca Juga
Seiring berjalannya waktu, ngabuburit menjadi semakin populer dan tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, baik yang menjalankan puasa maupun yang tidak, karena memberikan kesempatan untuk bersantai, berinteraksi dengan orang lain, serta meningkatkan kebersamaan dalam menjalani ibadah Ramadan.
Advertisement
Selain itu, ngabuburit juga menjadi ajang untuk mengisi waktu dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat, seperti berzikir, membaca Al-Quran, mengikuti pengajian, berolahraga ringan, atau sekadar berbincang santai bersama keluarga dan teman-teman. Dalam konteks sejarah, ngabuburit juga mencerminkan adaptasi masyarakat terhadap perubahan zaman dan lingkungan.
Untuk informasi lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi seputar asal-usul ngabuburit, pada Rabu (20/3).
Asal Usul Kata Ngabuburit
Ngabuburit adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Sunda dan secara etimologis berasal dari kata dasar "burit" yang mengacu pada waktu petang atau sore. Menurut catatan dari Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), ngabuburit berasal dari kalimat "ngalantung ngadagoan burit" yang dapat diterjemahkan sebagai bersantai sambil menunggu waktu sore tiba.
Asal-usul ngabuburit dapat ditelusuri dalam konteks tradisi masyarakat Sunda di Indonesia, di mana kegiatan ini menjadi populer sebagai cara untuk mengisi waktu saat menjalani puasa. Selama bulan Ramadan, ngabuburit menjadi bagian penting dari rutinitas harian bagi umat Islam yang berpuasa. Meskipun secara historis berakar pada tradisi Sunda, ngabuburit telah merambah ke berbagai budaya di Indonesia dan menjadi bagian dari kegiatan sosial dan keagamaan yang dijalani bersama oleh banyak orang.
Dalam praktiknya, ngabuburit dapat mencakup beragam kegiatan yang positif dan bermanfaat, seperti membaca Al-Quran, berzikir, mengikuti pengajian, berolahraga ringan, menghabiskan waktu dengan keluarga, atau bahkan melakukan aktivitas kreatif seperti menulis atau menggambar. Pentingnya ngabuburit bukan hanya sebagai pengisi waktu, tetapi juga sebagai momen untuk memperkuat spiritualitas, meningkatkan kebaikan, dan mempererat hubungan sosial.
Dengan demikian, ngabuburit tidak hanya menjadi tradisi lokal yang berakar dalam budaya Sunda, tetapi juga menjadi bagian dari identitas keagamaan dan kebersamaan dalam konteks Ramadan di Indonesia. Melalui ngabuburit, umat Islam mengisi waktu dengan kegiatan yang bermanfaat dan membawa berkah, serta menjadikan bulan Ramadan sebagai kesempatan untuk memperdalam hubungan dengan Allah SWT dan meningkatkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Advertisement
Ngabuburit Dulu dan Sekarang
Ngabuburit merupakan sebuah kebiasaan masyarakat yang dilakukan pada waktu senja, terutama saat menjelang waktu berbuka puasa. Meskipun tidak ada catatan resmi yang menunjukkan kapan kebiasaan ini dimulai, namun diyakini bahwa ngabuburit sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun yang lalu.
Sejarah ngabuburit dapat ditelusuri dalam konteks tradisi masyarakat di berbagai daerah, termasuk di kawasan Alun-alun Bandung, Jawa Barat, yang sudah terbiasa melakukan ngabuburit sejak dekade 1950-an. Dokumentasi mengenai ngabuburit ini juga terdapat dalam kajian Tradisi Keagamaan Masyarakat Kota Bandung di Bulan Ramadan Tahun 1990-2000 yang dipublikasikan dalam jurnal Historia Madania Volume 2 Nomor 2 tahun 2018.
Menurut kajian tersebut, masyarakat Bandung pada masa lampau melakukan ngabuburit dengan beragam cara, seperti berkumpul di taman atau lapangan olahraga, berenang, menangkap ikan di Sungai Cikapundung, mandi di pemandian umum, atau bahkan naik perahu di Situ Aksan atau Situ Bunjali, danau-danau yang kini sudah tidak ada lagi sejak dekade 1980-an.
Ngabuburit bukan hanya sekadar aktivitas mengisi waktu, tetapi juga memiliki nilai sosial, keagamaan, dan budaya yang sangat penting. Selama bulan Ramadan, ngabuburit menjadi momen untuk memperkuat hubungan antara sesama, meningkatkan ibadah dan kebaikan, serta merasakan kebersamaan dalam menjalani ibadah puasa. Dengan demikian, ngabuburit tidak hanya menjadi tradisi lokal di Bandung, tetapi juga menjadi bagian dari identitas keagamaan dan kebersamaan umat Islam di Indonesia secara lebih luas.