Sukses

Contoh Khutbah Idul Fitri 2024 yang Singkat, Memaknai Hari Kemenangan

Contoh khutbah Idul Fitri yang penuh makna dan menyentuh hati, biasanya mengangkat tema tentang kebaikan dan persaudaraan.

Liputan6.com, Jakarta Khutbah Idul Fitri adalah momen yang sangat dinantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Di hari yang penuh berkah ini, umat Muslim berkumpul di masjid untuk mendengarkan ceramah yang penuh makna dan menyentuh hati. Khutbah Idul Fitri merupakan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan penting, baik itu tentang pengampunan, kebaikan, maupun kasih sayang.

Pada kesempatan ini, ada banyak contoh khutbah Idul Fitri yang menyampaikan pesan tentang pentingnya bersyukur, serta berbagi rezeki kepada sesama. Dalam khutbahnya, ustadz atau khatib akan memberikan contoh-contoh nyata tentang kebaikan dan kepedulian terhadap sesama, dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Contoh khutbah Idul Fitri biasanya mengutip kisah-kisah dari Al-Quran dan Hadis, sehingga menjadi pengingat bagi umat Muslim, untuk selalu berbuat baik kepada orang lain. Selain itu, dalam khutbah ini juga banyak disampaikan pesan tentang pentingnya pengampunan. Umat Muslim diajarkan untuk memaafkan kesalahan, juga kesalahpahaman yang terjadi selama setahun penuh. 

Di hari raya penuh berkah ini, khutbah Idul Fitri juga sering menyentuh hati umat Muslim, dengan menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga hubungan antara sesama. Sesuai dengan hikmah dari puasa Ramadhan, umat Muslim diajarkan untuk saling mencintai, menghargai dan mendukung satu sama lain. Berikut ini contoh khutbah Idul Fitri yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (27/3/2024). 

2 dari 5 halaman

1. Contoh Khutbah Idul Fitri tentang Cara Bersyukur

Allah, Sang Pencipta, deras mengalirkan rahmat dan nikmat-Nya kepada seluruh makhluk-Nya tanpa pandang bulu. Tidak terbatas oleh waktu dan tidak ada pilihan khusus dari-Nya, terkait siapa yang layak menerima rahmat-Nya. Dalam keagungan-Nya, kita sebagai manusia diberi kesempatan untuk menikmati anugerah tersebut, dan sungguh layak bagi kita untuk bersyukur atas segala limpahan-Nya. Sebab, melalui karunia-Nya, hati kita merasakan ketenangan dan kedamaian.

Ketika kita selalu mengingat kehadiran Allah di setiap langkah dan waktu, itu merupakan wujud syukur yang tulus kepada Sang Pencipta. Karena semua yang ada di dunia ini, mulai dari setiap insan hingga ke indahnya alam semesta, adalah ciptaan-Nya yang agung. Oleh karena itu, adalah suatu kewajiban bagi kita untuk menjaga hati kita agar senantiasa penuh dengan ingatan akan kebesaran-Nya.

Allah SWT berfirman dalam Surat An Nahl ayat 18 yang artinya:

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.”

Cara bersyukur tidak harus melalui lisan atau hati saja, melalui perbuatan juga bisa. Contohnya seperti menjadi pribadi yang bertaqwa. Menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Baca doa ini sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT dan agar senantiasa selalu dimasukkan dalam golongan hamba yang saleh:

Rabbi auzi'ni an asykura ni'matakal lati an'amta 'alayya wa 'ala walidayya wa an a'mala shalihan tardhahu wa adkhilni birahmatika fi 'ibadikash shalihin.

Artinya,

"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh."

Jika telah diberikan kenikmatan rezeki yang berlimpah, maka salah satu cara bersyukur yang bisa kamu lakukan yaitu dengan berbagi kepada sesama manusia. Disebagian harta kita terdapat hak untuk orang yang membutuhkan. Maka dari itu, kita tidak boleh lupa beramal maupun bersedekah.

3 dari 5 halaman

2. Contoh Khutbah Menebar Maaf, Membangun Kebersamaan

Alhamdulillah dengan penuh hidayah Allah SWT, di pagi yang cerah ini kita dapat bersama-sama melaksanakan shalat Idul Fitri dengan penuh kekhusyukan, kebahagiaan, dan persaudaraan. Oleh karena itu marilah kita bersyukur atas nikmat Allah SWT atas hidayah dan inayah-Nya sehingga kita ditakdirkan untuk hadir bersama-sama di masjid yang dimuliakan Allah ini, karena masih banyak saudara-saudara kita yang berhalangan, tengah berada di jalan atau terbaring sakit.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh,

Marilah bersama-sama kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, dzat yang maha penyayang yang tak pandang sayang, dzat yang maha pengasih yang tak pernah pilih kasih, dengan cara menjalankan segala perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Juga khatib mengajak, marilah di pagi yang cerah ini kita buka seluas-luasnya pintu maaf yang telah lama tertutup, kita buka hati suci kita, pikiran jernih kita, kita singkirkan kotoran jiwa kita, yaitu rasa dendam, benci dan permusuhan di antara sesama saudara dan umat beragama. Mudah-mudahan kita yang hadir ini senantiasa tercatat dan digolongkan sebagai orang-orang yang mendapat ampunan Allah SWT, sebagaimana dalam hadits qudsi-Nya yang berbunyi:

إِذَا صاَمُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوا إلَى عِيدِكُمْ يَقُوْلُ اللهَ تَعاَلى ياَ مَلَا ئِكَتي كُلُّ عَاملٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ إِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُناَدي مُنَادٍ ياَ أُمّةَ مُحَمّد ارْجِعوْا إلَى مَنَازِلِكمْ قد بَدَلْتُ سَيِّئاَتِكُم حَسَنَاتٍ فيَقوُل اللهُ تَعالى ياَ عِبادي صُمتُم لي وافطَرْتم لي فَقُوموْا مَغْفوْراً لَكم

Artinya: "Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan kemudian keluar untuk merayakan hari raya, maka Allah pun berkata, 'Wahai malaikatku, setiap yang mengerjakan amal kebajikan dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka'. Seseorang kemudian berseru, 'Wahai umat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian diganti dengan kebaikan'. Kemudian Allah pun berkata, 'Wahai hamba-Ku, kalian berpuasa untukku dan berbuka untukku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapat ampunan'.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh,

Semalam suntuk kita kumandangkan takbir, tahmid dan tahlil tanpa henti, tanpa lelah. Semua itu merupakan simbol kita mencintai dan mengagungkan asma Allah dengan penuh penghayatan dan pengharapan akan hari di mana kita akan berjumpa dengan Penguasa Alam. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW:

لِلصَّائِمِ فَرْحتَانِ فَرْحَةٌ عِندَ إفْطَارِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقاَءِ ربّهِ

Dua kebahagiaan bagi mereka yang berpuasa: (1) kebahagiaan ketika berbuka dan (2) kebahagiaan ketika bertemu langsung dengan Tuhannya.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh,

Rasulullah SAW bersabda:

زَيِّنوْا أعْيَادَكم بِاالتَكبيرِ

"Hiasilah hari rayamu dengan Takbir"

Islam sesungguhnya telah mengajarkan umatnya agar senantiasa bertakbir. Saat adzan dikumandangkan, saat iqamah dilafadhkan, saat bayi dilahirkan, dan saat jenazah dikuburkan, kita bunyikan takbir.

Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati kita sebagai wujud pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah, karena selain Allah semua kecil. sedangkan tasbih dan tahmid adalah wujud menyucikan asma Allah dan segenap yang berhubungan dengan-Nya.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh,

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صاَمَ رَمَضانَ ايْماناً وَاحْتِساباً غُفر لهُ ماَ تقدَّمَ مِنْ دنْبهِ

"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar maka diampuni dosa-dosanya yang telah lewat." (HR. Imam Muslim)

Nuansa hari raya seperti sekarang ini kita pasti membayangkan saat-saat begitu indahnya kebersamaan, berkumpul dengan sanak saudara, kita cium tangan kedua orang tua kita dengan rasa haru, kita meminta maaf atas salah dan khilaf kita. Begitulah tuntunan baginda Rasulullah SAW agar kita selalu berbakti kepada orang tua, menghormati mereka dan mengingat jerih payah mereka. Demikian tinggi derajat kedua orang tua kita sehingga berbuat baik terhadap orang tua adalah ibadah yang sangat di cintai Allah SWT. Suatu ketika sahabat Abdullah RA bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amal apakah yang dicintai Allah; beliau bersabda:

عَن عبدِ الله قاَل سألتُ النَبي صلى الله عليه وسلم أيُّ العَملِ أَحَبُّ إِلىَ الله عَزَّ وَجَلَّ قَالَ الصَّلاةُ عَلىَ وَقْتِهاَ قَالَ ثُمَّ أَيّ قاَلَ بِرُّ الوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيّ الجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

Dari Abdulullah RA berkata, saya bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, 'Apakah amalan yang lebih dicintai Allah?' Jawab beliau, 'Shalat dalam waktunya.' 'Kemudian apa?' 'Berbakti terhadap kedua orang tua.' 'Kemudian apa?' 'Berjuang di jalan Allah.'

 

Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh

Akhirnya semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai orang-orang pemaaf, orang-orang yang senang bersilaturahim, pembela agama Allah dan berbakti terhadap orang tua kita, dan semoga kita dipertemukan Allah di akhirat kelak dalam keadaan suci, bahagia bersama keluarga kita memasuki surga Nya Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal Aalamin.

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىجعلنا الله واياكم من العائدين والفائزين والمقبو لين وادخلنا وايّاكم في زمرة عباده الصّالحينواقول قولي هذا واستغفر لي ولكم ولوالدي ولسائر المسلمين والمسلمات فاستغفره إنّه هو الغفور الرّحيم

 

4 dari 5 halaman

3. Contoh Khutbah Idul Fitri Singkat agar Menjaga Silaturahmi

Bersilaturahmi bukanlah sekadar tindakan sosial, tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Menjaga hubungan yang baik dengan sesama, terutama dengan kerabat dan saudara, adalah suatu anjuran yang sangat ditekankan.

Kata "silaturahmi" memiliki akar dari bahasa Arab, yaitu "shilah" yang berarti hubungan atau relasi, dan "rahim" yang berarti kerabat atau kasih sayang. Dengan demikian, silaturahmi dapat diartikan sebagai hubungan kekerabatan yang didasari oleh kasih sayang. Keberadaan silaturahmi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Allah SWT bahkan telah menekankan pentingnya menjaga silaturahmi dalam Al-Qur'an Surat Al-Anfal ayat 63, yang menyiratkan bahwa ketidakpatuhan terhadap perintah-Nya akan menyebabkan terjadinya fitnah dan kerusakan yang besar di muka bumi.

Selain sebagai ketaatan kepada perintah Allah, menjaga silaturahmi juga memiliki berbagai manfaat. Pertama, hal ini dapat mendekatkan diri pada Allah SWT. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa Allah menyambungkan rahim dengan nama-Nya sendiri, sehingga menjaga hubungan kekerabatan adalah tindakan yang dijaga langsung oleh-Nya. Kedua, menjaga silaturahmi dapat mempererat persaudaraan. Di tengah kesibukan dunia modern, seringkali kita melupakan untuk menyapa saudara dan keluarga. Namun, meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan mereka, baik secara langsung maupun melalui teknologi, dapat mempererat ikatan batin yang sangat penting.

Ketiga, menjaga silaturahmi juga diyakini dapat memperpanjang umur. Rasulullah SAW menyatakan bahwa orang yang gemar menjaga silaturahmi akan diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya. Keempat, menjaga silaturahmi dijanjikan pahala yang besar. Allah SWT menjanjikan pahala bagi mereka yang senantiasa menjaga hubungan kekerabatan, baik dengan memberikan sedekah kepada keluarga maupun dengan menjalin komunikasi yang baik.

Kelima, menjaga silaturahmi juga diyakini dapat memperluas rezeki. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa sedekah kepada keluarga akan mendapatkan dua pahala, yaitu sebagai sedekah dan sebagai bentuk menjaga silaturahmi. Dengan demikian, bersilaturahmi bukanlah sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan ladang amal yang sangat besar pahalanya di sisi Allah SWT. Oleh karena itu, mari kita selalu menjaga hubungan baik dengan sesama, mempererat tali persaudaraan, dan senantiasa berbuat kebaikan kepada orang lain.

5 dari 5 halaman

4. Contoh Khutbah Idul Fitri, Memaknai Hari Kemenangan

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah Alhamdulillah, pada hari ini kita telah merampungkan ibadah rukun Islam yang keempat, yaitu satu bulan berpuasa berikut rangkaian ibadah-ibadah sunah di dalamnya. Lalu, setelah kita meraih momen kemenangan ini, apa yang harus kita perbuat? Apakah berbangga diri dengan pencapaian spiritual yang telah dicapai? Atau merayakannya dengan penuh suka cita? Atau apa?

Idul Fitri bukan seperti turnamen sepak bola atau kompetisi lomba yang kemenangannya harus dirayakan dengan euforia dan penuh kebanggaan. Kemenangan Idul Fitri adalah ketika kita berhasil meraih kematangan spiritual dan sosial setelah satu bulan penuh digembleng dan dididik di madrasah Ramadhan. Secara spiritual, selama Ramadhan umat Muslim telah melakukan serangkaian ibadah. Mulai dari puasanya sendiri maupun ibadah-ibadah sunnah di dalamnya seperti shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an, beri’tikaf di masjid, dan sebagainya. Sudah seharusnya jika melalui bulan suci ini dengan maksimal dan melaksanakan beragam amalan di dalamnya, kita akan merasakan sentuhan dan pencapaian spiritual setelah bulan suci ini berlalu. Terkait puasanya sendiri, Allah swt menegaskan:

يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 183).

Coba kita cermati ayat ini. Allah swt menyampaikan bahwa tujuan melaksanakan puasa adalah untuk melahirkan hamba-hamba yang takwa, yaitu orang yang mematuhi segala bentuk perintah agama dan menjauhi semua larangannya. Itu baru dengan puasanya saja, bagaimana jika kita mengamalkan beragam ibadah sunnah di dalamnya? Tentu kita akan menyentuh titik kematangan spiritual yang matang. Inilah yang dimaksud dengan sebuah pencapaian spiritual.

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah Puasa tidak saja ibadah yang memiliki spiritual, tetapi juga ritual keagamaan yang mendidik kepekaan sosial pengamalnya. Saat kita berpuasa, sebagaimana ditegaskan Syekh ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam, sejatinya kita sedang digembleng agar memiliki rasa empati tinggi. Sebab, orang yang berpuasa akan merasakan betapa payahnya menahan lapar dan haus selama kurang lebih tiga belas jam dalam kurun waktu satu bulan. Dengan pengalaman demikian kita akan sadar bahwa seperti inilah nasib saudara-saudara kita yang hidupnya berkekurangan yang untuk mencari sesuap nasi saja harus memeras keringat di bawah sengatan terik matahari.

Barangkali lapar dan haus kita akan berakhir di waktu magrib, tetapi saudara kita yang hidup dengan ekonomi sangat rendah boleh jadi merasakan lapar sepanjang hayat masih dikandung badan, bahkan untuk makan esok harinya saja masih bingung harus mencari kemana lagi. Saat Idul Fitri sudah tiba, sudah seharusnya kita mencapai titik empati sedemikian rupa karena sudah melalui hari-hari berpuasa selama satu bulan. Namun sayang, kadang kita sendiri justru terlalu larut dalam kegembiraan yang kita sebut sebagai ‘hari kemenangan’. Berasyik-ria menerima THR, memakai baju baru, menikmati hidangan spesial Idul Fitri, berkumpul dengan sanak saudara yang masih utuh, dan sejumlah momen keceriaan lainnya.

Namun, kita lupa bahwa di hari kemenangan ini boleh jadi masih ada saudara yang jangankan menerima THR, pekerjaan dengan gajih tetap saja tidak punya. Jangankan menikmati hidangan ketupat dan sedap opor ayam, untuk makan sehari-hari saja masih harus mengetuk pintu dari satu tetangga ke tetangga yang lain. Juga mereka yang sudah tidak memiliki keluarga karena tertimpa bencana, umpamanya. Jangankan berkumpul dengan keluarga lengkap, sosok ibu dan ayahnya saja telah tiada. Mari kita renungi kembali pada momen suci ini. Sudahkah kita merasakan hari kemenangan dengan meraih nilai-nilai kemenangan yang seharusnya? Kemenangan yang bukan karena kita telah finish melewati jalan terjal Ramadhan, tetapi kemenangan sesungguhnya yang tidak saja berupa kematangan spiritual, melainkan juga pencapaian kepekaan sosial yang seharusnya diraih.

اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah Puasa sendiri sejatinya representasi dari sejumlah ibadah yang ada. Sebab, sebagaimana puasa, ibadah-ibadah lain juga memiliki semangat spiritual dan sosial yang harus kita raih kedua-duanya. Sibuk mencari pencapaian spiritual saja tapi mengabaikan aspek sosialnya hanya akan membuat kita buta terhadap lingkungan kita hidup. Sebaliknya, terlalu sibuk dengan aspek sosial tapi mengabaikan sisi ritualnya hanya akan membuat kita jauh dari Allah swt.

Dalam satu hadits diriwayatkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فُلَانَةُ تَصُومُ النهار ، وتقوم اللَّيْلَ ، وَتُؤْذِي جِيرَانَهَا . قَالَ : هِيَ فِي النَّارِ . قَالُوا : فُلَانَةُ تُصَلِّي الْمَكْتُوبَاتِ ، وَتَصَدَّقُ بِالْأَثْوَارِ مِنَ الْأَقِطِ ، وَلَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا ؟ قَالَ : هِيَ فِي الْجَنَّةِ

Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, ‘Sekalompok sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, ada seorang perempuan ahli puasa dan ahli ibadah malam, tapi dia masih suka menyakiti tetangganya. Bagaimana pendapatmu?’ Rasul menjawab, ‘Dia akan masuk neraka.’ Mereka bertanya lagi, ‘Ada pula seorang perempuan yang hanya menunaikan shalat lima waktu, bersedekah dengan sepotong keju, dan tidak menyakiti tetangganya. Bagaimana pendapatmu?’ Rasul menjawab, ‘Dia akan masuk surga.’” (HR Al-Hakim).

Dari hadits ini dapat dipahami bahwa shalat yang merupakan tiang agama saja tidak menjamin kita masuk surga jika kita masih berbuat buruk kepada sesama manusia. Demikianlah khutbah Idul Fitri yang khatib sampaikan. Semoga di momen kemenangan ini membuat kita merasakan kemenangan yang hakiki.