Liputan6.com, Jakarta Dalam bulan suci Ramadan, umat Muslim diliputi oleh semangat beribadah yang tinggi. Salah satu ibadah yang memiliki keutamaan luar biasa adalah shalat kafarat, di hari Jumat terakhir bulan Ramadan. Shalat kafarat adalah ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan, sebagai penutup ibadah Ramadan sebelum Idul Fitri tiba.
Baca Juga
Advertisement
Shalat kafarat merupakan amalan yang mempunyai manfaat besar, karena Allah SWT memaafkan dosa-dosa hamba-Nya yang dilakukan selama Ramadan. Ibadah ini juga bertujuan untuk menebus dosa-dosa yang mungkin terlewatkan selama bulan suci tersebut. Oleh karena itu, shalat kafarat bisa dikatakan sebagai penutup yang sempurna bagi ibadah selama Ramadan.
Perlu diketahui, bahwa ada sebagian umat yang meyakini tradisi menjalani shalat kafarat pada Jumat akhir Ramadhan, bisa mengganti shalat yang ditinggalkan semasa hidup sampai 70 tahun, serta bisa melengkapi berbagai kekurangan dalam shalat yang dilakukan karena waswas.
Meskipun para ulama berpandangan, bahwa shalat kafarat pada Jumat akhir Ramadhan tidak ada tuntunan yang jelas dari hadits Nabi, atau kitab-kitab hukum Islam. Dengan demikian, kebolehan melaksanakan shalat kafarat tergolong sebagai upaya mensyariatkan ibadah yang tidak disyariatkan, atau melakukan ibadah yang rusak.
Berikut ini hukum shalat kafarat yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (5/4/2024).
Shalat Kafarat
Shalat Kafarat juga dikenal sebagai shalat al-bara’ah, merupakan suatu bentuk ibadah yang dimaksudkan untuk mengganti shalat fardhu yang telah ditinggalkan atau tidak sah sebelumnya. Biasanya, shalat ini dilakukan setelah shalat Jumat, khususnya pada hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan. Setiap tahun di akhir bulan Ramadhan, seringkali muncul diskusi seputar tradisi pelaksanaan shalat kafarat yang melibatkan 17 rakaat shalat fardhu ini. Pendapat-pendapat dari para ulama pun bervariasi.
Dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj, Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami mengungkapkan bahwa melakukan shalat kafarat pada hari Jumat terakhir Ramadhan dianggap haram bahkan kufur. Beberapa daerah juga memiliki tradisi melakukan shalat 5 waktu di Jumat terakhir Ramadhan setelah shalat Jumat, dengan keyakinan bahwa shalat tersebut dapat menghapus dosa-dosa shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan seumur hidup. Pendapat ini dianggap haram atau bahkan kufur karena beberapa alasan yang tidak jelas.
Sementara itu, pendapat Al-Qadli Husain menjadi dasar bagi beberapa ulama yang memperbolehkan pelaksanaan shalat kafarat. Menurutnya, shalat kafarat dapat dilakukan untuk mengganti shalat fardhu yang pernah ditinggalkan atau diragukan. Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadrami juga menyatakan bahwa jika ada tanggungan shalat wajib yang belum dilakukan, maka pelaksanaan shalat kafarat menjadi wajib. Selain itu, beberapa ulama juga memperbolehkan shalat kafarat dengan alasan banyaknya umat Muslim yang ragu terhadap shalat yang sudah mereka lakukan.
Diskusi seputar shalat kafarat ini terus berlanjut, dengan masing-masing pihak memiliki argumen dan interpretasi tersendiri. Oleh karena itu, penting bagi umat Muslim untuk mendiskusikan dan memahami masalah ini dengan bijaksana, serta berkonsultasi dengan ulama terpercaya dalam menentukan praktek ibadah yang tepat sesuai dengan ajaran agama.
Advertisement
Hukum Shalat Kafarat Menurut Kiai Ma’ruf Khozin
Sholat Kafarat adalah sholat yang dimaksudkan untuk menutupi atau membayar sholat-sholat wajib 5 waktu yang dirasa telah lewat dilakukan. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami yang menjadi pentarjih dari generasi akhir Madzhab Syafi’i berkata:
وأقبح من ذلك ما اعتيد في بعض البلاد من صلاة الخمس في هذه الجمعة عقب صلاتها زاعمين أنها تكفر صلوات العام أو العمر المتروكة وذلك حرام أو كفر لوجوه لا تخفى
“Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz.2, halaman 457)
Hadis yang disampaikan terkait masalah ini, yaitu:
“ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ اﻟﺨﻤﺲ اﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺔ ﻓﻲ اﻟﻴﻮﻡ ﻭاﻟﻠﻴﻠﺔ ﻗﻀﺖ ﻋﻨﻪ ﻣﺎ ﺃﺧﻞ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺳﻨﺘﻪ.
“Barangsiap salat di akhir Ramadlan 5 salat fardlu dalam sehari semalam, dapat meng-qadla’ salat yang ia lalaikan dari salatnya selama setahun”
Dihukumi sebagai hadis palsu! Syaikh asy-Syaukani berkata:
ﻫﺬا: ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻻ ﺇﺷﻜﺎﻝ ﻓﻴﻪ ﻭﻟﻢ ﺃﺟﺪﻩ ﻓﻲ ﺷﻲء ﻣﻦ اﻟﻜﺘﺐ اﻟﺘﻲ ﺟﻤﻊ ﻣﺼﻨﻔﻮﻫﺎ ﻓﻴﻬﺎ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ اﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ﻭﻟﻜﻨﻪ اﺷﺘﻬﺮ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ اﻟﻤﺘﻔﻘﻬﺔ ﺑﻤﺪﻳﻨﺔ ﺻﻨﻌﺎء ﻓﻲ ﻋﺼﺮﻧﺎ ﻫﺬا ﻭﺻﺎﺭ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻭﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﻦ ﻭﺿﻌﻪ ﻟﻬﻢ. ﻓﻘﺒﺢ اﻟﻠﻪ اﻟﻜﺬاﺑﻴﻦ.
Ini adalah hadis palsu. Tidak ada kejanggalan di dalamnya. Tidak aku temukan sesikitpun dalam kitab yang menghimpun hadis-hadis palsu. Hal semacam ini masyhur dilakukan oleh orang-orang yang mengaku ahli fikih di kota Sana’a di masa kami ini. Banyak dari mereka yang melakulannya. Aku tidak tahu siapa yang memalsulannya. Semoga Allah memperlakukan buruk pada mereka (al-Fawaid al-Majmu’ah 1/54)
Tuntunan dari para ulama kita yang bersumber dari hadis tatkala meninggalkan salat karena lupa, tertidur atau udzur lainnya adalah hadis:
ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ” ﻣﻦ ﻧﺴﻲ ﺻﻼﺓ ﻓﻠﻴﺼﻞ ﺇﺫا ﺫﻛﺮﻫﺎ، ﻻ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﻟﻬﺎ ﺇﻻ ﺫﻟﻚ ” رواه البخاري
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa lupa melakulan salat, maka salatlah saat mengingatnya. Tidak ada kaffarat (tebusan) kecuali meng-qadla’ tersebut” [HR al-Bukhari]
Tata Cara Shalat Kafarat
Bagi muslim dan muslimah yang akan mengamalkan, berikut merupakan sholat kafarat dan tata caranya.
1. Niat salat kafarat
أُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ كَفَّارَةً لِمَا فَاتَني مِنَ الصَّلَاةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Ushollii arba'a raka'atin kafaraatallimaafatanii minash-shalatilillahita'alaa
Artinya: "Aku (berniat) salat empat rakaat sebagai kafarat salat yang tertinggal karena Allah Ta'ala."
2. Membaca Al-Fatihah satu kali
3. Membaca surah Al-Qadr 15 kali
4. Terakhir, membaca surah Al-Kautsar 15 kali
5. Rukuk
6. I'tidal
7. Sujud
8. Dilakukan sebanyak 4 rakaat dan tanpa tahiat awal
9. Tahiat akhir
10. Salam
11. Setelah salam, membaca istigfar 10 kali, membaca salawat 100 kali
12. Terakhir, membaca basmalah, hamdalah, dan syahadat serta doa kafarat 3 kali.
Berikut bacaan doanya:
اللَّهُمَّ لَا يَنْفَعُكَ طَاعَتِي، وَلَا تَضُرُّكَ مَعْصِيَتِي، تَقَبَّلْ يَا مَنْ إِذَا وَعَدَ وَفَى وَإِذَا تَوَعَدَ تَجَاوَزَ وَعَفَى، اِغْفِرْ لِيْ لِعَبْدِ ظَلَمَ نَفْسَهُ نَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ بَطَرِ الغِنَى وَجَهْدِ الفَقْرِ، إِلهِي خَلَقْتَنِيْ وَلَمْ أَكُنْ شَيْئًا وَرَزَقْتَنِي وَلَمْ أَكُنْ شَيْئًا وَارْتَكُبْتُ الْمَعَاصِيْ، فَإِنِّي مُقِرٌّ لَكَ بِذُنُوبِي فَإِنْ عَفَوْتَ عَنِّي فَلَا يَنْقُصُ مِنْ مُلْكِكَ شَيْئًا، وَإِنْ عَذَّبْتَنِيْ فَلَا يَزِدُ فِي سُلْطَانكَ شيْئًا إِلهِي أَنْتَ تَجِدُ مَنْ تُعَذِّبُهُ غَيْرِي، وَأَنَا لَا أَجِدُ مَنْ يَرْحَمُنِي غَيْرَكَ اغْفِرْلِيْ مَا بَيْنِي وَبَيْنَكَ، وَغْفِرْلِيْ مَابَيْنِي وَبَيْنَ خَلْقِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا رَجَاءَ السَّائِلِيْنَ وَيَا أَمَانَ الخَائِفِيْنَ، إِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ الْوَاسِعَةِ أَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَتَابِعُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ، رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
Allahumma yaa man laa tan-fa’uka tha’atii wa laa tadhurruka ma’shiyatii taqabbal minnii ma laa yanfa’uka waghfirlii ma laa yadhurruka ya man idzaa wa ‘ada wa fii wa idzaa tawa’ada tajaa wa za wa’afaa ighfirli’abdin zhaalama nafsahu wa as’aluka.
Allahumma innii a’udzubika min bathril ghinaa wa jahdil faqri ilaahii khalaqtanii wa lam aku syai’an wa razaqtanii wa lam aku syaii’in wartakabtu al-ma’ashii fa-innii muqirun laka bi-dzunuubii.
Fa in ‘afawta ‘annii fala yanqushu min mulkika syai’an wa-in adzdzaabtanii falaa yaziidu fii sulthaanika syay-’an.
Ilaahii anta tajidu man tu’adzdzi buhu ghayrii wa-anaa laa ajidu man yarhamanii ghaiyraka aghfirlii maa baynii wa baynaka waghfirlii ma baynii wa bayna khlaqika yaa arhamar rahiimiin wa yaa raja’a sa’iliin wa yaa amaanal khaifiina irhamnii birahmatikaal waasi’aati anta arhamur rahimiin yaa rabbal ‘aalaamiin.
Allahummaghfir lil mukminiina wal mukminaat wal musliimina wal muslimaat wa tabi’ baynana wa baynahum bil khaiyrati rabbighfir warham wa anta khairur-rahimiin wa shallallaahu ‘alaa sayidina Muhammadin wa ‘alaa alihii wa shahbihi wasallama tasliiman katsiiran amiin.
Artinya:
“Yaa Allah, yang mana segala ketaatanku tiada artinya bagiMu dan segala perbuatan maksiatku tiada merugikanMu. Terimalah diriku yang tiada artinya bagiMu. Dan ampunilah aku yang mana ampunanMu itu tidak merugikan bagiMu.
Ya Allah, bila Engkau berjanji pasti Engkau tepati janjiMu. Dan apabila Engkau mengancam, maka Engkau mau mengampuni ancamanMu. Ampunilah hambaMu ini yang telah menyesatkan diriku sendiri, aku telah Engkau beri kekayaan dan aku mengumpat di saat aku Engkau beri miskin.
Wahai Tuhanku Engkau ciptakan aku dan aku tak berarti apapun.
Dan Engkau beri aku rizki sekalipun aku tak berarti apa-apa, dan aku lakukan perbuatan semua ma’siat dan aku mengaku padaMu dengan segala dosa-dosaku. Apabila Engkau mengampuniku tidak mengurangi keagunganMu sedikitpun, dan bila Kau siksa aku maka tidak akan menambah kekuasaanMu, wahai Tuhanku, bukankah masih banyak orang yang akan Kau siksa selain aku. Namun bagiku hanya Engkau yang dapat mengampuniku. Ampunilah dosa-dosaku kepadaMu. Dan ampunilah segala kesalahanku di antara aku dengan hamba-hambaMu.
Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih dan tempat pengaduan semua pemohon dan tempat berlindung bagi orang yang takut. Kasihanilah aku dengan pengampunanMu yang luas. Engkau yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Engkaulah yang memelihara seluruh alam yang ada. Ampunilah segala dosa-dosa orang mu’min dan mu’minat, muslimin dan muslimat dan satukanlah aku dengan mereka dalam kebaikan. Wahai Tuhanku ampunilah dan kasihilah. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Washollallahu ‘Ala sayyidina Muhammadin wa’ala alihi wasohbihi wasalim tasliiman kasiira. Aamiin.”
Advertisement