Sukses

Hukum Adopsi Anak dalam Islam, Diperbolehkan tapi Bukan Sebagai Penerus Keturunan

Dari segi hukum, adopsi anak dalam ajaran Islam tidak mengubah status hukum anak tersebut sebagai anak kandung.

Liputan6.com, Jakarta Adopsi anak dalam pandangan Islam merupakan tindakan yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Dalam ajaran Islam dikenal istilah tabbani yang memiliki konsep serupa dengan adopsi di era modern. Rasulullah SAW telah mencontohkan praktik ini dengan mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai anaknya sendiri.

Dari segi hukum, adopsi anak dalam ajaran Islam tidak mengubah status hukum anak tersebut sebagai anak kandung. Namun, tindakan adopsi ini dianjurkan sebagai cara untuk memberikan kasih sayang, pendidikan, dan perawatan yang sama kepada anak angkat seperti anak kandung. Hal ini sangat penting karena menunjukkan kesempatan untuk memberikan cinta dan perlindungan kepada anak-anak yang kurang mampu atau yatim piatu, serta memberikan kesempatan bagi pasangan yang belum memiliki keturunan untuk mendidik anak.

Adopsi anak dapat menjadi wadah untuk menunjukkan kasih sayang, memperbaiki kehidupan anak yang kurang beruntung, dan juga sebagai amal kebaikan yang dapat memberikan pahala kepada orang tua angkat. Namun, penting juga untuk memahami bahwa adopsi harus dilakukan dengan memperhatikan hukum-hukum Islam yang berlaku, termasuk masalah waris dan nisab keislaman anak yang diadopsi. Berikut ulasan lebih lanjut tentang hukum mengadopsi anak dalam Islam yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (17/4/2024).

2 dari 3 halaman

Adopsi Tidak Dapat mengubah Nasab Anak

Adopsi anak, dalam konteks Islam, dianggap sebagai tindakan yang tidak dilarang selama memenuhi prinsip-prinsip tertentu. Pada dasarnya, adopsi dalam Islam adalah tindakan mengangkat anak dari orang lain untuk tujuan pemeliharaan, pendidikan, dan pembiayaan kehidupan anak tersebut. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menegaskan bahwa adopsi tidak mengubah nasab anak tersebut, sehingga anak angkat tidak dianggap sebagai anak kandung secara hukum.

مَا جَعَلَ اللّٰهُ لِرَجُلٍ مِّنۡ قَلۡبَيۡنِ فِىۡ جَوۡفِهٖ ۚ وَمَا جَعَلَ اَزۡوَاجَكُمُ الّٰٓـئِْ تُظٰهِرُوۡنَ مِنۡهُنَّ اُمَّهٰتِكُمۡ ​ۚ وَمَا جَعَلَ اَدۡعِيَآءَكُمۡ اَبۡنَآءَكُمۡ​ ؕ ذٰ لِكُمۡ قَوۡلُـكُمۡ بِاَ فۡوَاهِكُمۡ​ ؕ وَاللّٰهُ يَقُوۡلُ الۡحَقَّ وَهُوَ يَهۡدِى السَّبِيۡلَ‏ (٤)اُدۡعُوۡهُمۡ لِاٰبَآٮِٕهِمۡ هُوَ اَقۡسَطُ عِنۡدَ اللّٰهِ​ ۚ فَاِنۡ لَّمۡ تَعۡلَمُوۡۤا اٰبَآءَهُمۡ فَاِخۡوَانُكُمۡ فِى الدِّيۡنِ وَمَوَالِيۡكُمۡ​ؕ وَ لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ فِيۡمَاۤ اَخۡطَاۡ تُمۡ بِهٖۙ وَلٰكِنۡ مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوۡبُكُمۡ​ ؕ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوۡرًا رَّحِيۡمًا‏(٥)

Artinya: Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar1 itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menujukkan jalan (yang benar).

Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.1 Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Dalam kajian Hukum Islam, terdapat dua pengertian adopsi. Pertama, adopsi sebagai pengasuhan dan pendidikan tanpa memberikan status anak kandung kepada anak angkat. Kedua, adopsi yang memberikan status anak kandung kepada anak angkat, termasuk hak untuk memakai nama keturunan dan mewarisi harta peninggalan.

Namun dalam konteks Islam, tujuan pertama lebih seuai secara syariat yaitu memberikan kasih sayang, pendidikan, dan pemeliharaan kepada anak tanpa mengubah status hukum keluarga atau mengaburkan nasab anak tersebut. Dengan demikian, adopsi anak dalam Islam dapat menjadi solusi bagi pasangan yang tidak memiliki keturunan untuk memberikan kasih sayang dan pendidikan kepada anak yang membutuhkan, sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam Islam.

3 dari 3 halaman

Hukum Positif yang Berlaku di Indonesia tentang Adopsi Anak Berdasar Syariat Islam

Dilansir dari Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 N0. 2 Mei 2009, berdasarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, adopsi anak diatur dalam Pasal 171 huruf h. Pasal ini menjelaskan bahwa anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaannya untuk hidup sehari-hari, biaya pendidikan beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. 

Definisi ini sejalan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang mengartikan anak angkat sebagai anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua asal ke lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.

Hukum Islam mengakui adanya pemeliharaan anak yang diperluas, tetapi tidak merubah hubungan hukum, nasab, dan mahram antara anak angkat dengan orang tua dan keluarga asalnya. Adopsi dalam Islam hanya berupa peralihan tanggung jawab pemeliharaan, pengawasan, dan pendidikan dari orang tua asli kepada orang tua angkat, tanpa memutus hubungan hukum atau nasab dengan orang tua asalnya.

Pengadopsian anak dalam Islam harus memenuhi beberapa ketentuan, berikut di antaranya.

  1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua biologis dan keluarga.
  2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya.
  3. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung, kecuali sebagai tanda pengenal atau alamat.
  4. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan terhadap anak angkatnya.

Penetapan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam oleh Pengadilan Agama tidak memutuskan hubungan hukum atau hubungan nasab dengan orang tua kandungnya. Penetapan pengadilan agama hanya sebagai dasar bagi Kantor Catatan Sipil untuk membuat akta kelahiran.

Hukum adat yang mengenal pengambilan anak dari suatu keluarga untuk dijadikan anak yang diasuh dengan penuh kasih sayang, juga diakui dalam Islam selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Hukum Islam.