Sukses

Bolehkah Berkurban dengan Uang Pinjaman? Simak Pendapat Para Ulama

Mengenai hukum berkurban dengan uang pinjaman atau hasil utang, para ulama berbeda pendapat.

Liputan6.com, Jakarta Berkurban adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Ibadah ini merupakan bentuk pengorbanan dan ketaatan kepada Allah SWT yang sekaligus mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS. Setiap tahunnya, umat Islam yang mampu menyembelih hewan ternak seperti sapi, kambing, atau unta pada hari raya Idul Adha dan tiga hari setelahnya. 

Ibadah kurban merupakan ibadah yang dapat dilihat dari berbagai dimensi, di antaranya dimensi spiritual atau ibadah, dan dimensi sosial. Dimensi spiritual atau ibadah yang dimaksud adalah bahwa ibadah kurban dilakukan untuk menunjukkan ketaatan kita kepada Allah SWT. Sedangkan dimensi sosial yang dimaksud adalah bagaimana ketika kita berkurban, kita juga diajari untuk berbagi, karena dua per tiga daging hewan kurban akan dibagikan kepada masyarakat.

Dalam melakukan ibadah kurban, kita juga harus mengutamakan sikap ikhlas dan niat yang tulus. Ibadah tidak semata-mata tentang sekadar melaksanakan kewajiban, tetapi juga menjalankannya dengan keikhlasan dan kecintaan kepada Allah SWT. Namun, bagaimana jika seseorang ingin berkurban tetapi tidak memiliki uang yang cukup? Apakah dia boleh membeli hewan kurban dengan uang pinjaman atau uang hasil utang?

Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan itu, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (22/4/2024).

2 dari 4 halaman

Hukum Ibadah Kurban

Hukum melaksanakan ibadah kurban dengan uang hasil utang atau pinjaman dalam agama Islam terbagi menjadi dua pendapat. Pertama, ada ulama yang menyatakan bahwa berkurban wajib bagi orang yang mampu seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ibn Taimiyah, dan Syaikh Ibn ‘Utsaimin. Mereka berpendapat bahwa tidak melaksanakan kurban meskipun mampu merupakan dosa. Pendapat ini diperkuat dengan hadis Nabi yang mengatakan bahwa barangsiapa yang memiliki kelapangan tetapi tidak berkurban, maka jangan mendekati tempat salat.

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang memiliki kelapangan tetapi ia tidak berkurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat salat kami” [HR. Ahmad].“ 

Kedua, ada ulama yang menyatakan bahwa berkurban adalah Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Pendapat ini merupakan mayoritas ulama seperti Malik, Ahmad, dan Ibn Hazm. Mereka berpendapat bahwa tidak ada riwayat sahih dari sahabat yang menyatakan bahwa kurban itu wajib. 

Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar bahwasanya mereka berdua tidak berkurban karena merasa khawatir kalau masyarakat memandang bahwa kurban itu wajib. [as-Sayid Sabiq, Fiqhus-Sunnah, Juz III hlm. 189].

Dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa orang yang mampu sangat dianjurkan untuk melaksanakan kurban dan tidak melakukannya menjadi tidak disukai. Namun, bagi orang yang tidak mampu, tidak ada anjuran untuk melaksanakan kurban.

 

3 dari 4 halaman

Hukum Kurban dengan Uang Hasil Utang

Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah yang dilakukan umat Muslim pada hari raya Iduladha. Hukum melaksanakan ibadah kurban dengan menggunakan uang hasil utang atau pinjaman menjadi perdebatan di kalangan ulama. Ada yang menyatakan bahwa berkurban dengan uang pinjaman adalah dilarang. Ada pula yang memperbolehkan berkurban dengan uang pinjaman dengan memenuhi syarat tertentu.

Pendapat Ulama yang Melarang

Berkurban dengan menggunakan uang hasil pinjaman atau utang merupakan permasalahan yang perlu dipertimbangkan secara hukum. Pendapat ulama pertama melarang hal tersebut dengan alasan bahwa berkurban dengan uang pinjaman akan memberatkan diri sendiri dan orang lain. Dalil yang digunakan untuk mendukung pendapat ini adalah hadis yang menyatakan bahwa setelah seseorang meninggal dunia, amalannya terputus kecuali sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya. Hutang tidak termasuk dalam hal-hal tersebut.

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim)

Berdasarkan firman Allah SWT yang menyatakan agar tidak menjadi pelit atau boros dalam mengelola harta, Islam mengajarkan keseimbangan dalam menggunakan harta.

"Dan janganlah kamu menjadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (pelit) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (boros) sehingga kamu menjadi tercela dan menyesal." (QS. Al-Isra: 29)

Selain itu, kisah Abu Bakar dan Umar RA yang tidak berkurban karena khawatir masyarakat mengira itu wajib, juga menjadi contoh bahwa ada pertimbangan hikmah dan kebijaksanaan di balik tidak melaksanakan kurban.

Dalam hal ini, jika seseorang berutang untuk membeli hewan kurban, sebenarnya tidak perlu dilakukan karena orang tersebut tidak termasuk dalam kategori orang yang memiliki kelapangan. Terlebih lagi jika orang tersebut berutang karena memaksakan diri untuk berkurban padahal sebenarnya tidak mampu, hal ini hanya akan menyebabkan kesulitan dalam membayar utangnya. Oleh karena itu, seseorang yang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan penyempurnaannya dapat terbebas dari kewajiban menjalankan sunah kurban.

Pendapat Ulama yang Memperbolehkan

Menurut pendapat ulama yang memperbolehkan, berkurban dengan uang hasil utang atau pinjaman adalah diperbolehkan asalkan orang tersebut memiliki penghasilan dan kemampuan untuk melunasi hutangnya. Pendapat ini didasarkan pada beberapa dalil yang menjadi landasan.

Salah satu dalil yang menjadi landasan adalah hadis dari Abu Hurairah RA, dimana Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang memiliki kelapangan rezeki, namun tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadis tersebut menunjukkan bahwa berkurban adalah wajib bagi orang yang mampu dan tidak disukai bagi orang yang mampu tetapi tidak berkurban.

Selain itu, firman Allah SWT dalam Surah Al-Hajj ayat 37 menyatakan, "Kalian akan mendapatkan kebaikan dari sembelihanmu itu." Ayat ini menunjukkan bahwa berkurban adalah suatu kebaikan yang akan mendatangkan pahala dan balasan dari Allah SWT.

Dalam kisah Abu Hatim, ia berutang untuk membeli seekor onta untuk berkurban. Ketika ditanya alasannya, Abu Hatim menjawab bahwa ia meyakini firman Allah tersebut. Kisah ini menunjukkan bahwa ada sebagian sahabat yang berutang untuk berkurban karena meyakini adanya kebaikan dan pahala dari Allah SWT.

Dengan demikian, berdasarkan pendapat ulama yang memperbolehkan, berkurban dengan uang pinjaman atau utang diperbolehkan selama orang tersebut memiliki penghasilan dan kemampuan untuk melunasi hutangnya

4 dari 4 halaman

Kesimpulan

Kesimpulan mengenai hukum melaksanakan ibadah kurban dengan uang pinjaman atau uang hasil utang adalah bahwa hal tersebut diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya.

Orang yang ingin berkurban dengan uang pinjaman atau hasil utang harus memiliki penghasilan dan kemampuan untuk melunasi hutangnya dalam waktu dekat. Selain itu, ia juga perlu mendapatkan izin dari pihak yang memberi utang dan tidak memberatkan atau merugikan pihak tersebut. Tujuan berkurban harus benar-benar untuk menghidupkan sunah berkurban dan mendapatkan kebaikan dan pahala dari Allah SWT.

Namun, jika seseorang tidak memiliki penghasilan atau kemampuan untuk melunasi hutangnya dalam waktu dekat, tidak mendapat izin dari pihak yang memberi utang, atau bermaksud untuk menunjukkan diri atau mengikuti gengsi dengan berkurban, maka hukum berkurban dengan uang hasil utang menjadi tidak boleh.

Hal ini penting untuk dipahami agar melaksanakan ibadah kurban dalam keadaan yang sesuai dengan tuntunan agama dan tidak menimbulkan masalah finansial yang lebih besar di kemudian hari.