Liputan6.com, Jakarta Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah suatu kondisi neurologis yang memengaruhi berbagai aspek perkembangan seseorang, terutama dalam hal komunikasi dan interaksi sosial. Autism Spectrum Syndrome adalah kondisi yang mencakup sejumlah gangguan, seperti sindrom Asperger, sindrom Heller, dan gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS). Semua kondisi ini memiliki ciri-ciri yang serupa dalam pengaruhnya terhadap individu yang mengidapnya.
Baca Juga
Advertisement
Autism Spectrum Syndrome adalah kondisi di mana cara kerja otak seseorang berbeda dari mayoritas orang lain. Penderita autisme sering mengalami kesulitan dalam memahami dan mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Hal ini dapat membuat komunikasi verbal dan nonverbal menjadi tantangan, seperti kesulitan dalam menggunakan bahasa, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan kontak mata.
Autism Spectrum Syndrome adalah kondisi yang dapat membuat penderitany kesulitan dalam belajar, namun kemampuan mereka dapat sangat bervariasi. Sebagai contoh, seseorang dengan autisme mungkin memiliki kesulitan dalam berkomunikasi tetapi memiliki bakat yang luar biasa dalam bidang seni, musik, atau matematika. Karena spektrum yang luas ini, setiap individu dengan autisme memiliki pengalaman yang unik dan memerlukan pendekatan yang berbeda dalam pendidikan dan perawatan mereka.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa autisme terjadi pada sekitar 1 dari 160 anak di seluruh dunia. Berikut ulasan lebih lanjut tentang Autism Spectrum Syndrome adalah gangguan perkembangan syaraf yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (25/4/2024).
Mengenal Autism Spectrum Syndrome
Autism Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autisme (GSA) adalah suatu kondisi neurologis yang mempengaruhi kemampuan individu dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi, dan memproses informasi. Ini termasuk dalam spektrum gangguan perkembangan yang mencakup berbagai tingkat keparahan, mulai dari gangguan yang ringan hingga yang lebih parah.
Pada umumnya, orang dengan ASD mengalami kesulitan dalam berkomunikasi secara sosial, memiliki minat yang terbatas, dan menunjukkan perilaku repetitif atau stereotip. Tingkat keparahan gangguan bervariasi dari satu individu ke individu lainnya, yang tercermin dalam beragamnya spektrum ASD.
Meskipun belum diketahui secara pasti, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena ASD, termasuk faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik seperti mutasi genetik yang diturunkan dari anggota keluarga dapat memainkan peran dalam perkembangan ASD. Selain itu, faktor lingkungan seperti paparan zat kimia selama kehamilan, kelahiran, dan paska kelahiran juga dapat memengaruhi perkembangan dan pematangan otak.
Beberapa penyakit yang terkait dengan risiko Gangguan Spektrum Autisme (GSA) antara lain Rett Syndrome, Fragile X Syndrome, dan tuberosklerosis. Namun, penting untuk dicatat bahwa ASD adalah kondisi kompleks yang mungkin melibatkan faktor-faktor yang lebih luas dan belum sepenuhnya dipahami secara menyeluruh.
Advertisement
Apakah Autism Spectrum Syndrome Dapat Disembuhkan?
Autism Spectrum Syndrome adalah kondisi neurologis kompleks tidak memiliki obat yang dapat menyembuhkannya secara total. Namun, melalui perawatan yang tepat dan terapi yang sesuai, gejala serta tingkat keparahan autisme dapat dikurangi, dan individu yang terkena autisme dapat belajar untuk mengelola kondisinya dan hidup secara mandiri.
Perawatan autisme tidak terfokus pada penggunaan obat-obatan, karena farmakologi tidak memberikan manfaat yang signifikan dalam mengatasi gangguan spektrum autisme (GSA). Namun, pada kasus-kasus dengan komorbiditas seperti gangguan perilaku, tidur, atau kecemasan, pengobatan rutin mungkin diperlukan.
Meskipun autisme tidak bisa disembuhkan, deteksi dini sangat penting. Ada banyak instrumen dan metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan komunikasi dan interaksi pada anak sejak dini. Di Indonesia, misalnya, program Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) dari Kementerian Kesehatan memberikan panduan skrining dan identifikasi setiap 3 bulan sejak lahir hingga usia 24 bulan.
Jika ada masalah perkembangan atau gangguan perilaku yang terdeteksi, segera merujuk anak ke fasilitas yang lebih memadai untuk evaluasi dan pelacakan lebih lanjut. Skrining lanjutan juga dapat dilakukan pada usia 18-36 bulan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kondisi perkembangan anak.
Perbedaan Autism Spectrum Syndrome dan Down Syndrome
Autisme dan Down Syndrome adalah dua kondisi yang berbeda meskipun keduanya dapat mempengaruhi perkembangan individu secara signifikan. Pertama, autisme atau gangguan spektrum autisme adalah kondisi neurologis yang mempengaruhi interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku individu. Hal ini tidak terkait dengan kelainan kromosom, tetapi lebih merupakan hasil dari perbedaan dalam cara kerja otak.
Sedangkan, Down Syndrome adalah kondisi genetik yang disebabkan oleh kelainan kromosom, biasanya trisomi kromosom 21. Ini menyebabkan berbagai ciri fisik yang khas, seperti wajah bulat dengan mata sedikit cekung, serta tingkat intelektual yang bervariasi dari individu ke individu.
Dalam hal gejala, orang dengan autisme cenderung mengalami kesulitan dalam komunikasi sosial, memiliki minat yang terbatas, dan berperilaku repetitif. Sementara itu, individu dengan Down Syndrome cenderung memiliki keterlambatan dalam perkembangan intelektual, serta memiliki ciri fisik yang khas seperti lipatan mata yang khas.
Terapi untuk Penderita Autism Spectrum Syndrome dan Upaya Pencegahan
Terapi merupakan komponen penting dalam manajemen autisme, terutama ketika dimulai sejak dini. Terapi khusus yang diberikan mencakup terapi perilaku dan komunikasi, terapi okupasi, terapi keluarga, dan terapi edukasi khusus. Tujuan dari terapi ini adalah meningkatkan perkembangan dan keterampilan sensorik, motorik, perilaku positif, kognisi, dan sosioemosional, sehingga individu dengan autisme dapat lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Beberapa negara telah melakukan penelitian terkait pengaruh diet terhadap autisme, khususnya dengan memberikan asupan makanan bebas gluten dan kasein. Gluten adalah jenis protein yang ditemukan dalam biji-bijian seperti gandum, sementara kasein adalah jenis protein yang terdapat dalam susu dan produknya. Diet bebas gluten dan kasein diharapkan dapat membantu mengurangi masalah gangguan pencernaan yang sering terjadi pada anak dengan Gangguan Spektrum Autisme (GSA).
Untuk pencegahan autisme, beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
- Mendapatkan nutrisi yang cukup dan seimbang selama masa prenatal, natal, dan postnatal untuk mendukung perkembangan yang optimal pada janin dan bayi.
- Menghindari paparan bahan kimia berbahaya selama kehamilan, seperti merokok, minuman beralkohol, dan zat-zat terlarang lainnya yang dapat memengaruhi perkembangan otak janin.
- Melakukan pemeriksaan dan skrining genetik yang tepat guna mendeteksi adanya faktor-faktor genetik yang dapat berkontribusi pada risiko autisme.
Selain itu, pola hidup sehat juga merupakan faktor penting dalam mencegah berbagai gangguan kesehatan, termasuk autisme. Konsultasikan dengan dokter atau ahli kesehatan Anda untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan strategi pencegahan yang tepat sesuai dengan kondisi Anda atau keluarga Anda. Deteksi dini, perawatan yang tepat, dan gaya hidup sehat dapat membantu mengurangi risiko dan memperbaiki kualitas hidup individu yang terkena autisme.
Â
Advertisement