Liputan6.com, Jakarta - Jalaluddin Rumi adalah seorang penyair sufi Persia terbesar dalam sejarah, lahir pada 30 September 1207, dan wafat pada 17 Desember 1272. Dikenal sebagai seorang sufi mistik dan ahli spiritual terbesar, karya-karyanya memiliki pengaruh yang luas, tidak hanya di kalangan muslim, tetapi juga non-muslim.
Dalam kumpulan sajaknya, Jalaluddin Rumi menghadirkan kata bijak tentang kematian yang sangat puitis.
Menurut buku "Kumpulan Sajak" yang diterbitkan oleh Penerbit Kakatua, Jalaluddin Rumi menawarkan pandangan yang dalam dan puitis tentang kematian. Kata-katanya tidak sekadar menggambarkan akhir hidup, tetapi juga mengangkat dimensi spiritual dan filosofis tentang perjalanan jiwa setelah meninggalkan dunia ini.
Advertisement
Dalam kata bijaknya, Rumi mengajak untuk melihat kematian sebagai bagian dari perjalanan menuju keabadian, di mana jiwa bersatu dengan sumber kehidupan yang lebih besar.
Kata bijak Jalaluddin Rumi tentang kematian memperlihatkan bahwa bagi Rumi, kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan yang lebih tinggi. Ungkapan yang indah dan puitis, ia mengajak untuk memahami bahwa kematian adalah bagian dari siklus kehidupan yang harus diterima dengan bijaksana.
Kematian dan Cinta
1. "Mati tanpa cinta adalah kematian terburuk dari segala kematian."
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini mengungkapkan bahwa kematian sejati bukanlah ketika tubuh berhenti bernapas, melainkan ketika hati dan jiwa kehilangan cinta. Rumi percaya bahwa cinta adalah esensi dari kehidupan, dan tanpanya, segala sesuatu akan terasa hampa.
Mati tanpa cinta, bagi Rumi, adalah akhir yang paling menyakitkan karena tidak ada cahaya, harapan, atau makna dalam hidup. Oleh karena itu, kata-kata ini mengajak kita untuk hidup dengan penuh kasih sayang agar kematian bukan sekadar akhir, melainkan bagian dari perjalanan cinta yang berkesinambungan.
2. "Aku belajar bahwa setiap makhluk hidup akan merasakan kematian, tetapi hanya sebagian saja yang akan merasakan kehidupan."
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini menekankan perbedaan antara sekadar hidup dan benar-benar merasakan kehidupan. Rumi menyatakan bahwa semua makhluk hidup pasti mengalami kematian, namun tidak semua orang benar-benar hidup dengan penuh kesadaran dan makna.
Dengan kata lain, kehidupan sejati adalah ketika seseorang memahami esensi dari keberadaan, menemukan kebahagiaan, dan memiliki tujuan. Rumi mengajak kita untuk merangkul hidup sepenuhnya, karena mereka yang tidak melakukannya sama saja dengan mati secara emosional sebelum tubuh mereka benar-benar berhenti bernapas.
3. "Jangan berduka. Apa pun yang hilang darimu akan kembali lagi dalam wujud lain."
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini memberikan pesan tentang siklus kehidupan dan konsep reinkarnasi atau transformasi. Rumi mendorong kita untuk tidak terlalu terikat pada hal-hal duniawi karena semua yang hilang akan kembali dalam bentuk lain. Ketika sesuatu hilang atau seseorang meninggal, mungkin akan ada kesedihan, tetapi Rumi mengingatkan kita bahwa hilangnya sesuatu bukanlah akhir dari segalanya.
Kematian adalah bagian dari siklus yang berkelanjutan, di mana energi dan esensi tetap ada dalam bentuk lain. Kata-kata ini memberikan penghiburan dan ketenangan bagi mereka yang berduka, karena ada keyakinan bahwa kehilangan bukanlah akhir.
4. "Abaikan apa pun yang membuatmu takut dan sedih, yang menyurutkanmu ke belakang menghadapi sakit dan maut."
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini mendorong kita untuk melepaskan rasa takut dan kesedihan yang bisa menghalangi kita dari menjalani kehidupan dengan penuh makna. Rumi mengajarkan bahwa ketakutan terhadap kematian atau hal-hal menyakitkan hanya akan menghambat kita. Alih-alih berfokus pada rasa takut, kita harus mencari keberanian dan kebahagiaan dalam hidup.
Kata-kata ini mengajak kita untuk menghadapi ketidakpastian dan kematian dengan ketenangan, karena rasa takut hanya akan menahan kita dari menjalani kehidupan yang penuh dan berarti. Dalam konteks ini, kematian bukanlah musuh yang harus dihindari, tetapi bagian alami dari perjalanan kehidupan yang sebaiknya diterima dengan bijak.
Advertisement
Gambaran Kematian
5. "Kematian terburuk adalah tanpa cinta. Kenapa kerang menggigil? Demi mutiara! Setiap dada tanpa Sang Kekasih adalah badan tanpa kepala."
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini mengilustrasikan betapa pentingnya cinta dalam hidup manusia. Rumi menggunakan metafora kerang yang menggigil demi menghasilkan mutiara, menunjukkan bahwa proses yang menyakitkan bisa menghasilkan sesuatu yang berharga. Kematian tanpa cinta, menurut Rumi, adalah kematian yang paling menyedihkan karena tidak ada tujuan atau makna di baliknya.
Cinta menjadi inti dari kehidupan, dan tanpa itu, tubuh menjadi hampa seperti badan tanpa kepala, kehilangan arah dan makna. Kata-kata ini mengajak kita untuk menghargai cinta dan melihatnya sebagai sumber kehidupan sejati.
6. “Mengetahui bahwa adalah Engkau yang mengambil kehidupan, kematian menjadi sangat manis. Selama aku bersama-Mu, kematian bahkan lebih manis dibandingkan dengan kehidupan itu sendiri.”
Dalam kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini, Rumi mengungkapkan bahwa kematian bisa menjadi pengalaman yang manis jika kita percaya bahwa ia datang dari Tuhan atau Sang Pencipta. Ketika kita memahami bahwa Tuhan adalah sumber kehidupan dan kematian, maka kematian menjadi sebuah perjalanan kembali kepada-Nya.
Selama kita bersama Tuhan, bahkan kematian terasa lebih manis dibandingkan dengan kehidupan itu sendiri, karena ada kepastian akan cinta dan perlindungan-Nya. Rumi mengajak kita untuk memandang kematian dengan keyakinan bahwa itu adalah bagian dari rencana Ilahi yang membawa kita lebih dekat dengan Tuhan.
7. "Kematian adalah jembatan yang menghubungkan orang yang mencintai dengan yang dicintainya."
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini menggambarkan kematian sebagai jembatan yang menghubungkan orang yang mencintai dengan yang dicintainya. Rumi percaya bahwa cinta adalah kekuatan yang mengikat, dan kematian bukan akhir, tetapi jembatan yang memungkinkan kita untuk bertemu dengan orang yang kita cintai.
Dalam pandangan ini, kematian menjadi sesuatu yang indah, karena itu adalah cara untuk kembali bersatu dengan mereka yang telah pergi sebelumnya. Kata-kata ini menawarkan harapan dan kenyamanan bagi mereka yang berduka, karena mengingatkan kita bahwa kematian adalah bagian dari perjalanan yang menghubungkan cinta yang tak terbatas.
8. "Saat aku mati: saat kerandaku mulai dibawa keluar, 'Jangan pernah kau berfikir bahwa aku merindukan dunia ini.' Janganlah meneteskan air mata, jangan meratapi, atau menyesaliku. Aku tidak akan jatuh ke dalam sarang makhluk yang mengerikan."
Dalam kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini, Rumi menunjukkan sikap yang damai dan tenang terhadap kematian. Dia meminta agar orang-orang tidak meratapi atau menyesalinya saat dia meninggal, karena kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan. Dengan mengatakan bahwa dia tidak merindukan dunia ini, Rumi menunjukkan bahwa kematian adalah langkah alami menuju kehidupan berikutnya yang lebih baik.
Kata-kata ini menekankan bahwa kita tidak perlu takut terhadap kematian atau membayangkan hal-hal buruk, karena kematian bisa menjadi transisi yang tenang menuju kedamaian. Rumi mengajak kita untuk melihat kematian sebagai bagian dari siklus yang membawa kita menuju pengalaman yang lebih tinggi dan lebih bermakna.
Akhir dari Kematian
9. Ketika melihat jenazahku diusung, Janganlah menangis karena kepergianku. “Aku bukan pergi: Aku telah sampai kepada Cinta Yang Abadi.”
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini menekankan bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan perjalanan menuju Cinta Yang Abadi. Rumi mengajak kita untuk tidak menangis ketika melihat jenazah diusung karena kepergian bukanlah kehilangan, melainkan pertemuan dengan sesuatu yang lebih besar dan lebih abadi.
Ungkapan "Aku bukan pergi" menandakan bahwa meskipun tubuh fisik mungkin telah meninggal, jiwa dan cinta tetap ada, berlanjut dalam bentuk yang berbeda. Kata-kata ini memberikan kenyamanan dan penghiburan bagi mereka yang berduka, karena mengingatkan bahwa kematian adalah langkah menuju keabadian.
10. Ketika engkau meninggalkanku di dalam kuburan, janganlah mengucapkan selamat tinggal. “Ingatlah, kuburan hanya bagi Surga yang berada di baliknya, engkau hanya akan melihatku (seperti yang) diturunkan ke kuburan, sekarang, lihatlah aku bangkit.”
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini mengajarkan bahwa kuburan hanyalah pintu masuk menuju Surga yang berada di baliknya. Rumi meminta kita untuk tidak mengucapkan selamat tinggal saat meninggalkan seseorang di dalam kuburan, karena itu bukan akhir dari perjalanan. Kata-kata "lihatlah aku bangkit" menyiratkan bahwa jiwa akan terus hidup dan bangkit dalam bentuk lain.
Rumi mengingatkan bahwa meskipun kita melihat tubuh yang diturunkan ke kuburan, itu hanya permulaan dari perjalanan spiritual. Kata-kata ini memberikan harapan bahwa kematian bukanlah titik akhir, melainkan awal dari kehidupan yang lebih baik.
11. Bagaimana bisa ada akhir? Saat matahari terbenam atau bulan tenggelam, ini terlihat seperti akhir, Ini terlihat seperti matahari yang terbenam, tetapi sebenarnya, ini adalah fajar. Saat kuburan mengurungmu, saat itulah jiwamu terbebaskan.
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini menggunakan metafora alam untuk menjelaskan bahwa kematian bukan akhir, tetapi transisi. Rumi membandingkan matahari yang terbenam dan bulan yang tenggelam dengan kematian, menekankan bahwa meskipun terlihat seperti akhir, sebenarnya itu adalah awal dari sesuatu yang baru, seperti fajar.
Saat kuburan terlihat sebagai tempat terakhir, Rumi mengingatkan bahwa itu justru saat di mana jiwa terbebaskan. Kata-kata ini mengajak kita untuk melihat kematian sebagai proses alami dalam siklus kehidupan, di mana jiwa menemukan kebebasannya dan bergerak menuju keberadaan yang lebih tinggi.
12. Melihat benih yang jatuh ke bumi tidak menumbuhkan kehidupan baru? Mengapa mempertanyakan bangkitnya benih yang bernama manusia? Ketika, untuk terakhir kalinya, engkau menutup mulutmu, Kata-kata dan jiwamu akan menjadi milik dunia yang tanpa ruang, tanpa waktu.
Kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini menekankan bahwa kematian adalah bagian dari siklus yang lebih besar, mirip dengan benih yang jatuh ke bumi dan menumbuhkan kehidupan baru. Rumi menanyakan mengapa kita mempertanyakan bangkitnya benih manusia ketika kita sudah melihat fenomena ini terjadi dalam alam.
Saat seseorang meninggal dan menutup mulutnya untuk terakhir kalinya, kata-kata dan jiwa mereka menjadi bagian dari dunia yang lebih luas, tanpa batasan ruang dan waktu. Kata-kata ini mengingatkan bahwa kematian bukanlah hilangnya keberadaan, tetapi transformasi yang memungkinkan jiwa untuk bersatu dengan alam semesta. Ini memberikan perspektif bahwa kematian adalah bagian dari perjalanan panjang yang penuh makna.
Advertisement