Liputan6.com, Jakarta - Kekerasan pada anak merupakan tindakan atau perlakuan yang merugikan fisik dan mental anak. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, bentuk kekerasan pada anak meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, dan eksploitasi. Kasus kekerasan pada anak terjadi di berbagai tempat, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan sosial lainnya.
Baca Juga
Advertisement
Dampak kekerasan pada anak sangat serius dan dapat berdampak jangka panjang. Menurut Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK), kekerasan pada anak dapat mengganggu perkembangan otak dan sistem saraf. Efek negatif ini bisa mempengaruhi prestasi akademik, kesehatan mental, dan bahkan perilaku mereka saat dewasa nanti.
Oleh karena itu, penting untuk memahami dampak kekerasan pada anak dan mencari cara untuk mengatasinya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud RI) menyarankan agar masyarakat lebih peduli terhadap tanda-tanda kekerasan dan mengambil tindakan pencegahan. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kekerasan pada anak antara lain pola asuh yang buruk, faktor sosial-ekonomi, dan nilai-nilai masyarakat yang cenderung individualistis.
Berikut Liputan6.com ulas lebih lanjut tentang dampak kekerasan pada anak dan cara mengatasinya yang dimaksudkan, Kamis (24/4/2024).
1. Gangguan Perkembangan Otak dan Sistem Saraf
Dampak kekerasan pada anak dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan otak dan sistem saraf. Stres kronis akibat kekerasan dapat mengakibatkan perubahan struktural pada otak yang menghambat perkembangan kognitif dan emosional.
Cara mengatasinya adalah dengan menyediakan lingkungan yang aman dan stabil, serta dukungan dari orang dewasa yang tepercaya, seperti terapis atau konselor. Terapi bermain dan konseling psikologis bisa membantu memulihkan dan memperbaiki dampak negatif pada perkembangan otak anak.
2. Penurunan Prestasi Akademik
Anak-anak yang mengalami kekerasan cenderungan mengalami kesulitan dalam belajar dan berprestasi di sekolah. Trauma dan stres dapat menyebabkan penurunan konsentrasi, motivasi, dan memori, yang akhirnya mempengaruhi kinerja akademik.
Mengatasi dampak kekerasan pada anak ini dapat dilakukan dengan memberikan dukungan akademik tambahan, seperti bimbingan belajar dan kelas tambahan. Selain itu, pendekatan yang ramah anak dan dukungan emosional dari guru dan konselor di sekolah bisa membantu meningkatkan prestasi akademik anak.
3. Gangguan Kesehatan Mental
Kekerasan pada anak dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, dan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Anak-anak yang mengalami kekerasan mungkin menunjukkan gejala emosional seperti mudah marah, rendah diri, atau kecenderungan untuk menarik diri dari pergaulan.
Penanganan dampak ini dapat dilakukan dengan terapi psikologis dan dukungan sosial yang kuat dari keluarga dan teman. Selain itu, intervensi dini dan konsultasi rutin dengan ahli kesehatan mental dapat mencegah perkembangan gangguan yang lebih serius.
4. Perilaku Agresif atau Kriminal
Anak-anak yang menjadi korban kekerasan cenderung menunjukkan perilaku agresif atau bahkan kriminal. Kekerasan yang dialami dapat membentuk pandangan negatif terhadap dunia dan mendorong tindakan agresif sebagai bentuk perlindungan diri.
Untuk mengatasi dampak ini, diperlukan pendekatan yang berfokus pada pengembangan perilaku positif, seperti program-program keterampilan sosial, olahraga, dan kegiatan kreatif. Pelatihan pengendalian emosi dan dukungan dari mentor juga dapat membantu anak mengelola agresi dengan cara yang sehat.
5. Hubungan Sosial yang Buruk
Kekerasan pada anak dapat mengganggu kemampuan mereka untuk membangun hubungan sosial yang sehat. Anak-anak yang mengalami trauma mungkin kesulitan mempercayai orang lain dan cenderung mengisolasi diri. Mengatasi dampak ini bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi dalam lingkungan yang aman dan mendukung, seperti klub olahraga atau kelompok seni. Program bimbingan sosial dan terapi kelompok juga bisa membantu anak belajar keterampilan sosial dan membangun kepercayaan diri.
Â
Advertisement
6. Masalah Perilaku dan Disiplin
Dampak kekerasan pada anak bisa muncul dalam bentuk masalah perilaku dan disiplin. Anak yang mengalami kekerasan cenderung menunjukkan perilaku menantang, seperti tidak patuh, perilaku destruktif, dan gangguan hiperaktif.
Cara mengatasinya adalah dengan pendekatan disiplin yang konsisten dan positif, serta pemberian konsekuensi yang adil. Selain itu, konseling perilaku dan terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah ini, sehingga anak bisa belajar mengendalikan perilaku dan mengembangkan rasa tanggung jawab.
7. Masalah Kesehatan Fisik
Kekerasan fisik atau stres kronis akibat kekerasan dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik pada anak, seperti cedera, gangguan pencernaan, dan gangguan tidur. Dalam jangka panjang, anak-anak yang mengalami kekerasan berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan kronis, seperti hipertensi dan diabetes.
Mengatasi dampak ini membutuhkan pemeriksaan kesehatan rutin, perawatan medis, dan pemulihan melalui aktivitas fisik dan pola makan yang sehat. Selain itu, lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan sangat penting untuk memastikan kesehatan fisik anak.
8. Ketidakmampuan untuk Mengelola Stres
Kekerasan pada anak dapat merusak kemampuan mereka untuk mengelola stres. Anak-anak yang mengalami trauma cenderung merasa kewalahan dan tidak memiliki mekanisme penanganan stres yang sehat. Untuk mengatasi dampak ini, diperlukan dukungan emosional dan pembelajaran keterampilan pengelolaan stres, seperti teknik relaksasi dan meditasi. Program mindfulness dan terapi seni juga bisa membantu anak mengatasi stres dan mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat.
9. Kesulitan Berinteraksi dengan Otoritas
Anak yang mengalami kekerasan cenderung kesulitan berinteraksi dengan figur otoritas, seperti guru atau orang tua. Mereka mungkin memiliki masalah kepercayaan dan seringkali menentang perintah atau aturan. Cara mengatasi dampak kekerasan pada anak ini adalah dengan menciptakan hubungan yang penuh kepercayaan antara anak dan figur otoritas.
Guru dan orang tua perlu menunjukkan empati dan memberikan bimbingan yang jelas namun penuh kasih. Terapi keluarga dan bimbingan konseling di sekolah juga dapat membantu anak memperbaiki interaksi dengan figur otoritas.
10. Risiko Penggunaan Narkoba dan Perilaku Berisiko Lainnya
Dampak kekerasan pada anak dapat meningkatkan risiko penggunaan narkoba dan perilaku berisiko lainnya, seperti pergaulan bebas dan kenakalan remaja. Anak-anak yang mengalami trauma cenderung mencari pelarian melalui zat-zat terlarang atau perilaku yang berbahaya.
Mengatasi dampak kekerasan pada anak ini memerlukan pendekatan multi-aspek, termasuk edukasi tentang bahaya narkoba, dukungan sosial yang kuat, dan program pencegahan perilaku berisiko. Terapi rehabilitasi dan kelompok pendukung juga bisa membantu anak yang sudah terlanjur terlibat dalam perilaku berisiko tinggi.
Â