Liputan6.com, Jakarta Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat telah membawa dampak yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan adanya internet, media sosial, dan aplikasi chatting, interaksi antarindividu dari berbagai belahan dunia semakin mudah terjalin. Kita dapat berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai negara tanpa harus bertatap muka. Selain itu, pertukaran informasi juga semakin lancar dan cepat melalui platform seperti e-mail, pesan instan, atau bahkan siaran langsung.
Tidak hanya itu, teknologi komunikasi juga memiliki peran penting dalam pertukaran bahasa. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan bahasa asing semakin penting dalam era globalisasi ini. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika kosakata dari bahasa asing, terutama bahasa Inggris, secara luas masuk ke dalam percakapanan sehari-hari orang Indonesia. Hal ini terutama terlihat dalam kalangan generasi muda yang terbiasa menggunakan teknologi komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Salah satu kata yang belakangan ini semakin populer di kalangan anak muda Indonesia adalah "relapse". Namun, masih banyak orang yang mungkin belum tahu apa itu relapse. Relapse adalah istilah dari bahasa Inggris yang digunakan dalam berbagai konteks, terutama dalam bidang kesehatan mental. Secara sederhana, relapse mengacu pada kekambuhan atau kembali munculnya gejala penyakit setelah melalui periode pemulihan atau remisi.
Advertisement
Untuk memahami lebih dalam tentang apa itu relapse, simak penjelasan selengkapnya berikut ini, seperti yang telah driangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (26/4/2024).
Definisi Relapse
Relapse merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yang dapat dipecah menjadi dua kata yaitu "re" yang berarti kembali dan "lapse" yang berarti jatuh atau kemunduran. Secara etimologis, relapse menggambarkan kembalinya seseorang ke dalam kondisi atau kebiasaan yang sebelumnya sudah diatasi atau ditinggalkan.
Menurut kamus Oxford, relapse memiliki arti "kembalinya seseorang ke kondisi atau kebiasaan buruk setelah mencoba untuk memperbaiki atau meninggalkannya." Sementara itu, menurut kamus Cambridge, relapse didefinisikan sebagai "tindakan berhenti menjaga penampilan, perilaku, atau kualitas yang baik, kembali ke tingkatan yang lebih buruk atau lebih rendah." Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa apa itu relapse artinya adalah kambuh.
Terkait dengan tanda-tanda atau gejala relapse, hal itu dapat muncul dalam berbagai bentuk. Secara fisik, seseorang mungkin mengalami peningkatan gejala penyakit atau kondisi yang sebelumnya sudah dikuasai. Mereka mungkin juga mengalami perubahan dalam pola tidur dan makan, kelelahan yang berlebihan, atau penurunan energi.
Dalam hal emosional, relapse bisa ditandai dengan munculnya gejala depresi atau kecemasan yang lebih parah. Seseorang mungkin merasa putus asa, sedih, atau hilang minat dalam kegiatan yang biasanya disukai.
Dari segi perilaku, relapse dapat terlihat melalui kembalinya kebiasaan buruk, seperti kecanduan alkohol atau narkoba yang telah dihentikan. Seseorang juga mungkin muncul kembali perilaku menghindari atau ketergantungan yang sebelumnya sudah dikurangi.
Mengenali tanda-tanda dan gejala relapse sangat penting, karena dapat membantu seseorang untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mengatasi atau mencegah kemunduran tersebut.
Advertisement
Jenis-Jenis Relapse
Relapse bisa terjadi dalam berbagai konteks, termasuk kesehatan mental, kecanduan, gangguan makan, dan kondisi medis lainnya. Relapse mengacu pada kembali ke kebiasaan buruk atau gejala negatif setelah masa pemulihan atau perbaikan yang sebelumnya.
Dalam kesehatan mental, relapse sering terjadi pada individu dengan gangguan seperti depresi, gangguan kecemasan, dan bipolar. Ini bisa melibatkan kambuhnya gejala, seperti perasaan sedih dan putus asa, kecemasan yang intens, atau perubahan mood yang drastis. Relapse juga dapat terjadi pada orang yang memiliki riwayat kecanduan, seperti alkohol atau narkoba. Saat mengalami relapse, individu tersebut bisa kembali menggunakan zat terlarang dan mengalami efek buruk pada fisik dan kesehatan mental mereka.
Dalam gangguan makan, relapse dapat berarti kembali ke kebiasaan makan yang tidak sehat, seperti pola makan yang tidak teratur atau berlebihan. Ini bisa menyebabkan perkembangan kembali gejala gangguan makan, seperti muntah tertentu setelah makan atau perasaan tidak berharga terkait berat badan.
Relapse juga bisa terjadi dalam kondisi medis lainnya seperti diabetes atau penyakit jantung. Ini bisa berarti pengendalian yang buruk terhadap kondisi tersebut, seperti mengabaikan pola makan sehat atau tidak melanjutkan pemeriksaan medis yang diperlukan.
Mengetahui jenis-jenis relapse ini penting karena memungkinkan kita untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tetap dalam perjalanan pemulihan atau pengendalian kondisi yang baik.
Faktor-Faktor Pemicu Relapse
Apa itu relapse merupakan kambuhnya suatu penyakit atau gangguan setelah penyembuhan atau pemulihan beberapa waktu sebelumnya. Pada umumnya, relapse sering dikaitkan dengan penyakit kecanduan, seperti alkohol atau narkoba, namun kondisi ini juga dapat terjadi pada gangguan mental, seperti depresi atau gangguan kecemasan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya relapse. Salah satu faktor yang umum adalah stres. Stres yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang kembali mengandalkan kecanduan atau merasa putus asa, sehingga meningkatkan risiko relapse. Tekanan lingkungan juga dapat menjadi pemicu relapse. Lingkungan yang tidak kondusif, seperti berteman dengan orang-orang yang masih mengonsumsi alkohol atau menggunakan narkoba, dapat mempengaruhi seseorang untuk kembali pada kebiasaan buruknya.
Selain itu, kurangnya dukungan sosial juga dapat memperburuk kondisi seseorang yang sedang dalam pemulihan. Ketika seseorang merasa sendirian dan tidak memiliki orang yang mendukungnya, risiko relapse menjadi lebih tinggi. Komplikasi medis juga merupakan faktor pemicu relapse yang signifikan. Selain itu, kejadian hidup yang menekan, seperti kehilangan pekerjaan atau kehilangan orang yang dicintai, juga dapat menjadi pemicu terjadinya relapse.
Dalam menghindari relapse, sangat penting bagi individu yang sedang dalam proses pemulihan untuk mengenali faktor-faktor pemicu tersebut dan mengambil tindakan preventif yang tepat. Mencari dukungan sosial, mengatasi stres dengan cara yang sehat, serta menjaga lingkungan yang kondusif dapat membantu mencegah terjadinya relapse.
Â
Advertisement
Dampak Relapse
Relapse, atau kambuhnya kondisi penyakit setelah sebelumnya pulih, memiliki dampak yang signifikan baik secara individu maupun sosial. Dalam konteks kesehatan, relapse dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Ketika seseorang mengalami relapse, mereka mungkin harus kembali menjalani perawatan yang sama atau bahkan lebih intensif dari sebelumnya. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan stres dan ketidaknyamanan fisik dan emosional bagi penderita.
Tidak hanya itu, relapse juga berpotensi meningkatkan risiko komplikasi kesehatan yang lebih serius. Penyakit yang sebelumnya berhasil dikendalikan atau sembuh bisa menjadi lebih sulit ditangani setelah mengalami relapse. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas pengobatan dan menyebabkan kerusakan pada organ tubuh yang lebih parah.
Selain dampak pada individu, relapse juga berdampak sosial. Kondisi kesehatan yang terus-menerus kambuh dapat merusak hubungan interpersonal. Ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas sehari-hari atau meninggalkan tanggung jawab dengan alasan kesehatan dapat memengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, atau rekan kerja. Selain itu, dampak sosial dan ekonomi juga bisa dirasakan, seperti kehilangan pekerjaan atau kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Dengan demikian, penting bagi individu yang mengalami relapse untuk mendapatkan dukungan yang tepat dan perawatan yang berkualitas. Pemahaman akan dampak relapse juga penting bagi masyarakat agar dapat memberikan dukungan dan pemahaman yang tepat kepada individu yang mengalaminya.
Â
Strategi Mengatasi Relapse
Relapse adalah kekambuhan atau kembali jatuh ke dalam keadaan atau perilaku negatif setelah seseorang berhasil mengatasi atau menghindari hal tersebut. Relapse dapat terjadi dalam berbagai konteks, seperti kecanduan, gangguan kejiwaan, atau upaya perubahan perilaku lainnya.
Untuk mencegah dan mengelola relapse, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan. Pertama, penting untuk memantau kondisi atau perilaku secara teratur. Dengan melakukan pemantauan terhadap diri sendiri, seseorang dapat mengidentifikasi tanda-tanda awal relapse dan mengambil tindakan segera untuk mencegahnya.
Selain itu, pengembangan keterampilan koping juga sangat penting. Melalui keterampilan koping yang efektif, seseorang dapat merespons stres dan tekanan dengan cara yang lebih sehat, sehingga mengurangi risiko relapse.
Membangun dukungan sosial juga merupakan strategi yang penting. Dukungan dari keluarga, teman, atau tenaga kesehatan profesional dapat memberikan motivasi dan dukungan emosional yang dibutuhkan untuk menghadapi situasi sulit dan menghindari relapse.
Penggunaan terapi atau intervensi yang tepat juga dapat membantu mengatasi dan mencegah relapse. Terapi kognitif-behavioral, terapi obat, dan berbagai pendekatan lainnya dapat digunakan sesuai dengan kondisi individu.
Bagi mereka yang membutuhkan bantuan, tersedia berbagai sumber daya. Layanan kesehatan mental, lembaga rehabilitasi, dan organisasi masyarakat dapat memberikan dukungan dan layanan yang dibutuhkan.
Menutup artikel ini, perlu ditekankan bahwa kesadaran akan risiko relapse dan komitmen untuk melakukan perubahan perilaku yang diperlukan sangat penting. Dengan adanya strategi pencegahan dan pengelolaan relapse, serta dukungan yang tepat, seseorang dapat mengatasi hambatan dan mencapai perubahan yang berkelanjutan.
Advertisement