Liputan6.com, Jakarta Setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS), sebuah momen yang diperingati untuk menghargai peran pendidikan dalam pembangunan bangsa. Tanggal ini dipilih sebagai Hari Pendidikan Nasional karena bertepatan dengan hari kelahiran seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara, yang juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
Baca Juga
Advertisement
Ki Hajar Dewantara adalah sosok yang telah memberikan kontribusi besar dalam mengembangkan sistem pendidikan di Indonesia melalui gerakan Taman Siswa. Sebagai seorang pendidik dan pemikir, beliau mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya tentang akuisisi pengetahuan, tetapi juga tentang proses memanusiakan manusia.
Hari Pendidikan Nasional menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk merenungkan kembali nilai-nilai penting ini. Ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk mengingat bahwa pendidikan tidak hanya sekadar memperoleh pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter, moralitas, dan kesadaran sosial bagi individu dan masyarakat.
Lalu apa yang dimaksud dengan memanusiakan manusia? Untuk memahami hal ini, simak pembahasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (2/5/2024).
Konsep Memanusiakan Manusia
Konsep "Memanusiakan Manusia" adalah bagian dari humanisme yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Humanisme berasal dari kata Latin "humanus" yang berarti manusia dan memiliki arti sifat manusiawi atau sesuai dengan kodrat manusia. Dalam situasi yang kita hadapi saat ini, penting bagi kita untuk menerapkan konsep tersebut dengan mengedepankan sikap membantu sesama manusia secara humanis tanpa memandang perbedaan bangsa, agama, suku, warna kulit, dan sebagainya.
Memanusiakan manusia berarti menghargai dan menghormati setiap individu dengan cara memberikan apresiasi kepada hasil karya mereka, terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Hal ini juga dapat diterapkan dalam relasi sesama manusia dan pelayanan publik, menciptakan harmoni dan saling menghargai tanpa melakukan tindakan yang merendahkan atau menyakiti hati.
Lebih dari itu, menerapkan konsep memanusiakan manusia juga membutuhkan kecintaan dan kasih terhadap sesama manusia. Kasih kepada sesama berarti kita dapat menghargai dan menghormati orang lain sesuai dengan martabatnya. Dalam konteks ini, kebahagiaan sejati adalah ketika kita mampu memberikan bantuan dan dukungan kepada sesama manusia untuk menjadi lebih terdidik, bermartabat, sukses, pintar, dan hidup yang lebih baik.
Dalam pemikiran Mgr. Alb. Soegijapranata, sebagaimana dilansir dari lama resmi Universitas Katolik Soegijapranata, kemanusiaan adalah satu, karena manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna, kita semua merupakan satu keluarga besar yang saling membutuhkan dan harus bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan, harmoni, dan keselamatan.
Dalam kesimpulan, memanusiakan manusia berarti mengedepankan sikap membantu sesama manusia dengan lebih humanis dan menghargai setiap individu dengan kecintaan dan kasih yang tulus. Konsep ini dapat mewujudkan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai, menyatukan perbedaan, serta membawa kesejahteraan dan kerukunan bagi seluruh insan manusia di Indonesia.
Â
Advertisement
Pendidikan yang Memanusiakan Manusia
Pendidikan yang memanusiakan manusia adalah konsep pendidikan yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara. Menurut pandangannya, pendidikan bukan hanya sekedar proses penyampaian pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga proses untuk memanusiakan manusia secara keseluruhan.
Dalam konsep tersebut, Ki Hajar Dewantara menerapkan metode pendidikan yang dikenal sebagai sistem Among-method. Metode ini merupakan aturan dan pasal-pasal yang diterapkan dalam pendidikan Taman Siswa. Aturan-aturan tersebut bertujuan agar peserta didik dapat mengatur diri sendiri, memiliki perasaan merdeka, dan bekerja sesuai dengan kehendaknya tanpa melanggar norma masyarakat.
Seperti dilansir dari artikel berjudul "Analisis Pendidikan Humanistik Ki Hajar Dewantara dalam Konsep Kurikulum Merdeka Belajar" (Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, 15 (1), 2022 - 34), ada tiga metode dalam konsep pendidikan ini, yaitu ngerti, ngrasa, dan nglakoni. Metode ngerti menekankan pada pemberian pengertian dan ilmu sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, termasuk nilai-nilai budi pekerti dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Metode ngrasa mengajarkan peserta didik untuk memahami dan merasakan pengetahuan yang diperoleh serta membedakan yang benar dan yang salah. Sementara itu, metode nglakoni bertujuan untuk mengembangkan karakter disiplin dan bertanggung jawab pada peserta didik.
Pendidikan yang memanusiakan manusia juga mendorong guru untuk tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mengajarkan pendidikan karakter. Dengan menerapkan sistem Among, guru dapat menjadi pendidik yang tidak otoriter dan membantu peserta didik untuk merasa bebas dan merdeka dalam belajar.
Dalam kesimpulannya, pendidikan yang memanusiakan manusia adalah pendidikan yang fokus pada pemanusiaan peserta didik, mengembangkan potensi mereka sesuai dengan kodratnya, dan mendorong mereka untuk merdeka dan bertanggung jawab. Metode sistem Among yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara melalui pendidikan Taman Siswa menjadi pedoman bagi pendidik dalam mencapai tujuan ini.
Implementasi Memanusiakan Manusia dalam Pendidikan
Pendidikan memiliki peran penting dalam mewujudkan nilai memanusiakan manusia. Salah satu perwujudan dari memanusiakan manusia dalam konteks pendidikan adalah mengentaskan kebodohan, ketidaktahuan, dan keterbelakangan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman ilmu. Selain itu, nilai inklusif juga harus diterapkan tanpa membedakan latar belakang dan kondisi siswa. Sikap inklusif ini mencegah munculnya sikap intoleransi dalam lingkungan pendidikan.
Nilai toleransi juga merupakan perwujudan dari memanusiakan manusia dalam pendidikan. Dengan menghormati perbedaan, siswa diajarkan untuk menerima dan menghargai keragaman dalam masyarakat. Selain itu, penting untuk memberikan akses pendidikan yang terbuka bagi semua individu. Dalam hal ini, universal access to education menjadi tujuan yang harus dicapai. Tidak boleh ada batasan akses untuk strata sosial, ras, gender, etnis, fisik, maupun gangguan mental atau disabilitas.
Dalam upaya memanusiakan manusia dalam pendidikan, diskriminasi dalam akses pendidikan harus dihapuskan. Contohnya, kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak dapat menghambat perempuan untuk bersekolah. Selain itu, aksesibilitas juga menjadi masalah, seperti kurangnya fasilitas untuk penyandang disabilitas, atau hambatan administratif bagi pekerja migran yang ingin mendaftar sekolah.
Tak hanya itu, juga penting untuk memperhatikan daerah 3T di Indonesia yang masih belum mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa memandang latar belakang, geografis, suku, ras, agama, gender, disabilitas, dan kondisi lainnya. Negara harus memastikan hadirnya fasilitas pendidikan yang memadai dan menjunjung tinggi hak dasar warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Dengan demikian, perwujudan dari memanusiakan manusia dalam pendidikan dapat tercapai.
Â
Advertisement