Liputan6.com, Jakarta Hukum membenci anak tiri dalam Islam menjadi hal yang sering dibahas oleh umat Muslim. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, anak tiri adalah anak bawaan suami atau istri yang bukan hasil perkawinan dengan istri atau suami yang sekarang melainkan hasil dari perkawinannya dengan istri atau suami yang sebelumnya.
Secara sederhana, anak tiri adalah anak bawaan istri atau suami. Dengan kata lain, anak tiri adalah anak suami atau istri dari perkawinannya dengan orang lain atau dengan perkawinannya yang sebelumnya.
Karena tidak ada hubungan darah dengan pasangan yang sekarang, banyak yang mempertanyakan apa hukum membenci anak tiri dalam Islam. Hal ini perlu diketahui oleh semua umat Muslim.
Advertisement
Berikut Liputan6.com ulas mengenai hukum membenci anak tiri dalam Islam yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Sabtu (4/5/2024).
Definisi Anak Tiri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, anak tiri adalah anak bawaan suami atau istri yang bukan hasil perkawinan dengan istri atau suami yang sekarang melainkan hasil dari perkawinannya dengan istri atau suami yang sebelumnya.
Berdasarkan makna bahasa tersebut, maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan istilah anak tiri secara bahasa ialah anak bawaan istri atau suami. Sehingga dari pengertian secara bahasa tersebut juga dipahami bahwa yang dimaksud dengan anak tiri menurut istilah ialah anak suami atau istri dari perkawinannya dengan orang lain atau dengan perkawinannya yang sebelumnya.
Dalam buku Fkih Ummahat: Himpunan Hukum Islam Khusus Ibu (2013) oleh Wafa’ binti Abdul Aziz as-Suwalim, menjelaskan bahwa anak tiri yang dalam bahasa Arab disebut rabaib yang merupakan bentuk jamak dari rabibah adalah anak-anak perempuan istri dari nasab atau susuan, dekat maupun jauh, dan juga termasuk ahli waris maupun bukan.
Sementara itu dalam buku Fiqih oleh Sayyid Sabiq, menyatakan bahwa rabaib yang merupakan bentuk jamak dari kata rabibah yang memliki arti anak tiri adalah anak istri yang lahir dari suaminya terdahulu. Disebut rabib karena sang ayah tiri memeliharanya seperti memelihara anak kandungnya sendiri.
Al-Hafizh berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan rabibah (anak tiri) adalah anak perempuan istri atau rabib yaitu anak laki-laki istri dari pernikahannya dengan suami yang sebelumnya. Sehingga rabibah atau rabib ini merupakan anak bawaan istri dari pernikahannya yang sebelumnya.
Dalam hukum Islam, anak tiri merupakan anak salah seorang suami atau istri sebagai hasil perkawinannya dengan istri atau suaminya yang terdahulu, yang secara hukum memiliki hubungan dengan perkawinan baru yang sah oleh ayah atau ibunya, dimana anak bawaan suami atau istri itu berstatus sebagai anak tiri dalam keluarga atau perkawinan yang baru ayah atau ibunya.
Advertisement
Hukum Membenci Anak Tiri
Dalam Islam, memperlakukan anak tiri dengan adil dan baik sangat ditekankan. Nabi Muhammad SAW sendiri memberikan contoh perlakuan yang adil terhadap anak tiri. Dalam Islam, membenci atau memperlakukan anak tiri dengan tidak adil dilarang keras.
Bahkan dalam Al-Qur’an dianjurkan untuk memperlakukan anak tiri dengan kebaikan dan keadilan. Sebagaimana dalam surat An-Nisa ayat 36, yang berbunyi:
وَاعۡبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشۡرِكُوۡا بِهٖ شَيۡــًٔـا ؕ وَّبِالۡوَالِدَيۡنِ اِحۡسَانًا وَّبِذِى الۡقُرۡبٰى وَالۡيَتٰمٰى وَ الۡمَسٰكِيۡنِ وَالۡجَـارِ ذِى الۡقُرۡبٰى وَالۡجَـارِ الۡجُـنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالۡجَـنۡۢبِ وَابۡنِ السَّبِيۡلِ ۙ وَمَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُكُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنۡ كَانَ مُخۡتَالًا فَخُوۡرَا
Artinya: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.
Bahkan Nabi Muhammad SAW juga memperlakukan anak-anak tirinya dengan penuh kasih sayang. Dikutip dari laman NU Online, ada beberapa kisah yang menceritakan bagaimana hubungan Rasulullah dengan anak-anak tirinya. Pertama, Umar bin Ummu Salamah. Suami Ummu Salamah sebelumnya adalah Abu Salamah. Dia ditinggal mati suaminya lalu kemudian dinikahi Rasulullah. Diriwayatkan bahwa pada saat pindah ke kediaman Rasulullah, Ummu Salamah membawa serta empat orang anaknya. Salah satunya adalah Umar bin Ummu Salamah. Umar mengatakan bahwa Rasulullah senantiasa memberinya bimbingan dan menganggapnya seperti anak sendiri.
“Waktu muda di biliki Rasulullah aku pernah ceroboh memegang piring. ‘Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kanan, makanlah yang dekat dengamu.’ Begitu beliau menegurku,” cerita Umat bin Ummu Salamah dalam buku Bilik-bilik Cinta Muhammad karya Nizar Abazhah.
Kedua, Rasulullah juga mencurahkan kasih sayang dan kelembutan kepada Zainab, anak Ummu Salamah yang paling kecil. Suatu ketika Rasulullah masuk ke kamar Ummu Salamah, namun pada saat itu Zainab sedang menyusu kepada ibunya. Melihat hal itu Rasulullah membiarkan Zaibab terus menyusu dan mengurungkan niatnya kepada Ummu Salamah. Lalu ia kemudian meninggalkannya. Kejadian seperti ini terjadi berulang kali.
Ketiga, perlakuan kasih dan lembut Rasulullah juga dirasakan Hindun bin Abu Halah, anak Khadijah dengan suami sebelumnya. Hindun menilai bahwa Rasulullah adalah ayah yang terbaik yang sangat mencintai dan memberikan pengaruh yang besar terhadap hidupnya.
“Ayahku Muhammad, ibuku Khadijah, saudaraku Qasim, dan saudariku Fatimah. Siapa yang mempunyai nasab seperti ini,” kata Hindun bangga karena memiliki ayah Rasulullah.
Rasulullah juga sangat menyayangi anak-anak tirinya yang lain. Beliau memandang semua anak tirinya tanpa jarak. Baginya, mereka adalah seperti anak kandung sendiri yang harus diperlakukan dan dibimbing dengan sebaik-baik.
Dari teladan Nabi Muhammad SAW tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum membenci anak tiri tidaklah dianjurkan dan bahkan dilarang jika benci tersebut mendorong perilaku yang tidak adil atau merugikan anak tersebut secara emosional atau fisik. Sebaliknya, Islam mendorong untuk menyayangi, memelihara, dan memperlakukan anak tiri dengan kebaikan dan keadilan seperti kita memperlakukan anak kandung kita sendiri.