Sukses

Arti Kata Amit-amit, Begini Hukum Mengucapkannya dalam Islam

Saat kata amit-amit diucapkan, seringkali ekspresi yang terlihat adalah ekspresi kekhawatiran atau ketakutan.

Liputan6.com, Jakarta Kebiasaan mengucapkan arti kata amit-amit atau amit-amit jabang bayi setelah mendengar sesuatu yang dianggap buruk atau sial memang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang berasal dari budaya Jawa. Kebiasaan ini biasanya disertai dengan tindakan mengetuk meja atau benda keras lainnya sebanyak tiga kali. 

Namun, asal-usul kebiasaan mengucapkan arti kata amit-amit tampaknya sudah ada sejak zaman dahulu dan menjadi bagian dari tradisi lisan yang diwariskan turun-temurun. Saat kata amit-amit diucapkan, seringkali ekspresi yang terlihat adalah ekspresi kekhawatiran atau ketakutan. Ini menunjukkan betapa kuatnya keyakinan masyarakat terhadap potensi pengaruh negatif dari perkataan buruk. Kebiasaan ini mencerminkan usaha untuk menjaga diri dari nasib buruk melalui ritual sederhana namun sarat makna.

Dalam banyak kebudayaan, termasuk di Jawa, ada kepercayaan bahwa makhluk halus dapat mendengarkan dan mengaminkan perkataan manusia. Oleh karena itu, arti kata amit-amit diucapkan sebagai cara untuk memastikan bahwa perkataan buruk tidak akan "didengar" atau "diamini" oleh makhluk halus, yang diyakini dapat membawa sial atau musibah. Berikut ulasan lebih lanjut tentang arti kata amit-amit yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (14/5/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kata Amit-amit sebagai Refleksi Budaya dan Tradisi

Kebiasaan mengucapkan kata amit-amit  ketika mendengar sesuatu yang dianggap tidak diinginkan atau membawa sial adalah praktik yang banyak ditemui dalam budaya Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Jawa. Kebiasaan ini tidak hanya melibatkan ucapan kata-kata tersebut tetapi juga sering disertai dengan gestur tertentu, seperti mengetuk kepala dan meja. Fenomena ini menarik untuk dikaji karena mencerminkan kepercayaan dan praktik budaya yang unik.

Kebiasaan ini adalah bagian dari refleksi budaya yang kaya dan kompleks, menunjukkan bagaimana tradisi lisan dan kepercayaan spiritual masih mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Meskipun bagi generasi muda atau dalam konteks modern kebiasaan ini mungkin terlihat seperti takhayul, bagi banyak orang, ini adalah bagian integral dari warisan budaya yang mengajarkan untuk selalu berhati-hati dengan apa yang diucapkan dan menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan dunia spiritual.

3 dari 4 halaman

Makna Harfiah Kata Amit-amit

Secara harfiah, dalam bahasa Jawa, kata "amit-amit" berarti permisi. Ini adalah bentuk sopan santun yang digunakan untuk meminta izin atau menghindari sesuatu dengan penuh hormat. Namun, dalam konteks kebiasaan sehari-hari, terutama ketika mendengar sesuatu yang buruk atau sial, "amit-amit" digunakan sebagai ungkapan untuk menolak bala atau hal buruk yang disebutkan. 

Tujuannya adalah untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Ini sering disertai dengan gestur mengetuk kepala dan meja sebagai simbolisasi penolakan terhadap nasib buruk yang mungkin datang.

Pengucapan kata amit-amit biasanya diikuti dengan gestur mengetuk kepala dan kemudian mengetuk. Gestur ini memiliki beberapa penafsiran. Dengan mengetuk kepala, diharapkan pikiran negatif bisa dihilangkan dari pikiran si pengucap. Kemudian, ketukan di meja dianggap sebagai cara untuk memindahkan potensi keburukan dari pikiran ke media lain, dalam hal ini meja. Akan tetapi, beberapa orang menganggap ini sebagai kebiasaan saja atau bahkan sekadar lucu-lucuan tanpa makna mendalam.

4 dari 4 halaman

Pandangan Islam terhadap Ucapan Amit-amit

Kata amit-amit atau amit-amit jabang bayi adalah praktik yang umum di budaya Jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia. Praktik ini biasanya dilakukan untuk menolak bala atau menghindari kesialan setelah mendengar sesuatu yang buruk. Namun, dalam perspektif Islam, ada beberapa pandangan yang relevan terhadap kebiasaan ini.

Dalam Islam, syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan yang lain dalam aspek ibadah atau keyakinan. Menurut salah satu teks, mengucapkan "amit" di tempat yang dipercaya angker tidak termasuk syirik karena tidak dianggap sebagai permintaan perlindungan kepada selain Allah. Ucapan ini lebih dilihat sebagai bentuk adab atau kebiasaan budaya yang menghormati keberadaan makhluk lain di sekitar kita, seperti jin atau makhluk halus yang diyakini ada.

Namun, ada pandangan yang lebih kritis terhadap penggunaan kata "amit-amit". Ucapan ini dianggap tidak memiliki muatan doa atau makna islami yang jelas. Sebagai gantinya, dianjurkan menggunakan kalimat yang lebih sesuai dengan ajaran Islam, seperti "Naudzubillahi min dzalik" yang berarti "Aku berlindung kepada Allah dari hal tersebut". Ucapan ini memiliki muatan doa dan memohon perlindungan langsung kepada Allah, sehingga lebih dianjurkan dalam Islam.

Islam mengajarkan bahwa kita tidak hidup sendirian di dunia ini, ada makhluk lain yang diciptakan oleh Allah, seperti jin dan malaikat. Dalam hadis disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menemui setan di balik pintu ketika memasuki rumah. Oleh karena itu, ada adab-adab tertentu yang diajarkan dalam Islam saat memasuki tempat yang dipercaya angker atau tidak diketahui keadaannya.

Untuk menggantikan ucapan "amit-amit", ada ucapan yang lebih dianjurkan dalam Islam yang mengandung salam dan doa, seperti:

  1. Assalamu’alaikum ya ‘Abdallah (Salam sejahtera untuk hamba Allah)
  2. Assalamu’alaikum ya ‘Abdas Sholihin (Salam sejahtera untuk hamba yang saleh)
  3. Assalamu’alaikum ya Badan alus (Salam sejahtera untuk makhluk halus)

Ucapan-ucapan ini selain mengandung salam, juga menghormati makhluk lain dengan cara yang lebih sesuai dengan ajaran Islam.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.