Liputan6.com, Jakarta Masokis adalah istilah yang saat ini sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, terutama di media sosial. Namun, banyak di antara kita mungkin belum mengerti sepenuhnya apa yang dimaksud dengan istilah ini. Pada dasarnya, masokis merujuk kepada seseorang yang merasa tertarik secara seksual dengan kesenangan atau rasa sakit yang didapatkan dari perilaku yang berisiko atau bahkan berbahaya.
Fenomena masokis sering kali mendapat perhatian dan kontroversi di masyarakat karena menyinggung batasan-batasan moral. Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa masokis adalah bentuk penyimpangan seksual yang tidak wajar. Namun, penting untuk memahami bahwa setiap individu memiliki preferensi dan fantasi seksual yang berbeda-beda.
Advertisement
Baca Juga
Perlu diingat bahwa terlibat dalam aktivitas masokis dapat memiliki risiko dan bahaya tertentu. Pada tingkatan paling ringan, ini mungkin termasuk melakukan praktik BDSM yang aman dan konsensual. Namun, praktik masokis yang ekstrem atau tidak berkonsensual dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan fisik seseorang.
Mengenal lebih lanjut tentang masokis dan memahami risiko serta bahayanya penting untuk menjaga keselamatan dan kesehatan seksual. Individu yang tertarik dengan masokis disarankan untuk mencari informasi yang akurat dan melibatkan diri dalam komunikasi terbuka dengan pasangan atau kelompok yang mendukung, menjaga keselamatan, dan mempromosikan kehidupan seksual yang sehat.
Untuk memahami apa saja risiko dan bahayanya perilaku masokis? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Sabtu (25/5/2024).
Apa Itu Masokis?
Masokis atau masokisme merujuk pada kecenderungan individu dalam menikmati rasa sakit, penderitaan, atau penghinaan. Istilah ini berasal dari gabungan kata "maso" yang merupakan singkatan dari sadomasokis, dan "kis" yang berasal dari kata "sakitis" yang berarti rasa sakit. Dalam konteks psikologi, masokisme dibagi menjadi dua jenis, yaitu masokisme seksual dan masokisme emosional.
Masokisme seksual adalah ketika seseorang menemukan kepuasan seksual melalui pengalaman rasa sakit, kontrol yang ketat, penghinaan, atau hukuman dalam konteks seksualnya. Sedangkan masokisme emosional terkait dengan individu yang merasa mendapatkan kepuasan dan pemenuhan melalui penderitaan emosional.
Dalam psikologi, masokisme dipahami sebagai mekanisme pertahanan atau kebutuhan untuk mengendalikan emosi atau pengalaman traumatis masa lalu. Beberapa teori yang menjelaskan mengapa seseorang mungkin memiliki kecenderungan masokis mencakup teori penaklukkan, teori transendensi, dan teori disorganisasi kepribadian.
Kecenderungan masokis juga bisa dikaitkan dengan kondisi psikologis lainnya, seperti gangguan kepribadian borderline, gangguan kepribadian narsistik, atau trauma masa kecil. Masokis bisa menjadi cara seseorang mengatasi atau mengekspresikan pengalaman-pengalaman negatif yang mereka alami.
Secara keseluruhan, masokis merupakan fenomena psikologis yang kompleks dan memiliki banyak lapisan. Penting untuk memahami bahwa praktik masokis harus dilakukan dengan kesepakatan dan persetujuan penuh dari semua pihak yang terlibat dalam situasi tersebut, serta dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan mental semua individu yang terlibat.
Advertisement
Gejala Adanya Masokis
Masokis, atau para penganut masokisme, adalah individu yang memiliki fantasi seksual yang intens dan terus berulang. Fantasi ini melibatkan tindakan dipukuli, diikat, dihina secara lisan, maupun dibuat semenderita mungkin. Gejala seseorang yang mengalami masokis biasanya berlangsung selama minimal enam bulan.
Pada dasarnya, masokis adalah kelainan seksual yang signifikan. Meskipun fantasi ini menjadi bagian dari kehidupan seksual orang yang terkena masokis, namun pada banyak kasus, kelainan ini dapat mengganggu berbagai bidang kehidupan, seperti sosial dan pekerjaan.
Dalam konteks sosial, masokis dapat menghadapi hambatan dalam membentuk hubungan yang sehat dan memenuhi kebutuhan emosional dalam sebuah hubungan intim. Gejala kelainan ini juga dapat mengakibatkan masalah dalam berinteraksi dengan orang lain, terutama ketika fantasi masokis tersebut dilakukan tanpa persetujuan dan mencederai orang lain.
Dalam bidang pekerjaan, individu yang menderita masokis juga mungkin menghadapi tantangan dalam menjaga konsentrasi dan fokus. Fantasi yang terus berulang dapat mengganggu produktivitas dan menyebabkan masalah dalam menjaga hubungan baik dengan rekan kerja.
Secara keseluruhan, masokis bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Kelainan ini dapat memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan seseorang, baik sosial maupun profesional. Oleh karena itu, penting untuk mengakses bantuan profesional bagi individu yang memperlihatkan tanda-tanda masokis agar dapat menjalani kehidupan seksual dan personal yang sehat.
Â
Penyebab Masokis
Masokis atau masokisme adalah sebuah fenomena seksual di mana seseorang memperoleh kepuasan atau kesenangan melalui pengalaman menyakitkan atau disiplin fisik. Meskipun tidak ada teori yang pasti mengenai penyebab masokis, terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi munculnya perilaku ini.
Faktor pertama adalah trauma. Trauma yang dialami seseorang terutama pada masa kecil dapat menjadi penyebab masokis. Menurut psikoanalisis, trauma, terutama pelecehan seksual pada masa kecil, dapat memicu perilaku masokis saat seseorang dewasa. Pengalaman menyakitkan tersebut cenderung menjadi penyimpangan seksual yang memberikan kesenangan.
Faktor lingkungan juga berperan dalam munculnya masokis. Lingkungan sekitar, terutama keluarga yang sering melakukan kekerasan, dapat menjadikan seseorang masokis. Pola pikir, perilaku, gaya hidup, dan kecenderungan seksual seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Kekerasan seksual juga menjadi faktor penyebab masokis. Pengalaman buruk atau trauma yang diakibatkan oleh kekerasan seksual dapat menjadikan seseorang masokis. Kekerasan ini tidak hanya terbatas pada kekerasan seksual, tetapi juga kekerasan fisik.
Pelarian merupakan salah satu teori yang menjelaskan mengapa seseorang menjadi masokis. Seseorang yang mengalami perasaan terikat atau terkurung dalam kehidupannya dapat menggunakan perilaku masokis sebagai bentuk pelarian. Melalui fantasi seksual, masokis merasa mendapatkan pengalaman baru yang berbeda.
Selain itu, fantasi seksual yang terlarang menjadi faktor yang mempengaruhi masokis. Perilaku masokisme awalnya muncul karena seseorang memiliki fantasi seksual yang tabu, sehingga gairah seksualnya meningkat ketika ditekan. Hal ini membuat seseorang menjadi lebih terangsang dalam keadaan tertekan ketika melakukan hubungan seksual.
Penyebab masokis belum dapat dipastikan secara pasti karena setiap individu memiliki latar belakang dan faktor yang berbeda-beda. Namun, faktor trauma, lingkungan, kekerasan, pelarian, dan fantasi seksual dapat memengaruhi munculnya perilaku masokis pada seseorang.
Â
Advertisement
Legalitas dan Etika Praktik Masokisme
Masokisme, terutama dalam konteks BDSM (bondage, domination, sadism, and masochism), sering kali kontroversial dan sering kali diperdebatkan dalam hal legalitasnya. Bagaimana hukum di berbagai negara memandang praktik ini, dapat bervariasi secara signifikan.
Penting untuk menegaskan bahwa praktik masokisme harus dilakukan dengan persetujuan antara semua pihak yang terlibat. Persetujuan yang jelas dan komunikasi yang terbuka sangat penting untuk memastikan keselamatan dan kesehatan semua peserta dalam praktik ini.
Terkait legalitas, beberapa negara mengatur masokisme dengan undang-undang yang spesifik, sedangkan negara lain memandangnya sebagai bentuk perzinahan atau pun tradisi cultural yang dilindungi. Namun, bahkan di negara yang mengizinkan praktik ini, praktik tersebut masih dapat dipertanyakan oleh pihak berwenang jika ada tanda-tanda paksaan atau kesakitan yang tidak wajar.
Yang perlu diperhatikan adalah stigma dan persepsi negatif yang mungkin dihadapi oleh orang-orang dengan kecenderungan masokis. Masyarakat umum sering kali kurang memahami atau bahkan menghakimi praktik ini. Ini dapat menyebabkan diskriminasi, penolakan sosial, atau bahkan pengucilan terhadap individu tersebut.
Media dan budaya populer juga sering kali mempengaruhi persepsi publik tentang masokisme, sering kali menggambarkannya secara sensational dan biasa nya bernuansa erotica. Namun, penting untuk diingat bahwa ini hanyalah representasi yang sering kali tidak akurat dan dapat memperkuat stereotip yang salah tentang praktik ini.
Dalam kesimpulannya, legalitas masokisme sangat bergantung pada yurisdiksi negara tertentu, tetapi persetujuan dan etika adalah prinsip mendasar yang harus dijunjung tinggi dalam segala aktivitas BDSM. Edukasi dan pemahaman yang lebih baik tentang praktik ini dapat membantu mengurangi stigma dan ketidakpahaman masyarakat umum tentang masokisme.
Â
Potensi Bahaya dan Risiko
Praktik masokisme, seperti yang dilakukan oleh komunitas maspkis, dapat melibatkan risiko dan bahaya potensial, baik fisik maupun psikologis. Risiko fisik utama yang terkait dengan praktik ini adalah cedera fisik yang serius. Proses seperti penekanan tubuh yang berlebihan, pukulan atau gigitan keras, dan pengikatan yang ekstrem dapat menyebabkan luka-luka serius, memar, atau patah tulang.
Selain itu, praktik masokisme juga dapat meningkatkan risiko infeksi. Penggunaan peralatan yang tidak steril atau tidak dibersihkan dengan baik dapat memicu infeksi lokal, seperti infeksi kulit atau saluran pernapasan. Selain itu, adanya luka terbuka dari praktik seperti pemotongan atau tusukan berpotensi membuka pintu bagi infeksi bakteri atau virus yang lebih serius.
Selain risiko fisik, praktik masokisme juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental individu. Beberapa orang dapat mengembangkan kecanduan terhadap rasa sakit atau penghinaan, yang pada gilirannya dapat merusak kesehatan mental mereka. Kebergantungan emosional pada perilaku masokistik dapat menyebabkan masalah dalam hubungan interpersonal, mengganggu kehidupan sehari-hari, dan bahkan menyebabkan masalah mental yang lebih serius, seperti depresi atau gangguan kecemasan.
Oleh karena itu, seseorang yang tertarik dengan praktik masokisme perlu mempertimbangkan risiko dan bahaya potensial yang terkait. Penting untuk berkomunikasi dengan pasangan atau praktisi lainnya secara terbuka dan memastikan bahwa semua praktik dilakukan dengan aman, steril, dan memperhatikan kesejahteraan fisik dan mental individu.
Â
Advertisement
Pengobatan dan Penanganan bagi Pelaku Masokis
Masokis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kecenderungan individu yang merasa terangsang atau menikmati penderitaan, kontrol, atau kekerasan fisik atau emosional dalam konteks hubungan seksual. Bagi individu dengan kecenderungan masokis, penting untuk memahami dan mengelola kecenderungan ini secara sehat untuk memastikan kepuasan seksual yang aman dan memenuhi kebutuhan emosional mereka.
Pendekatan terapeutik yang umum untuk individu dengan kecenderungan masokis melibatkan terapi kognitif dan terapi perilaku. Terapi kognitif bertujuan untuk membantu individu mengidentifikasi dan menggantikan pola pikir negatif atau maladaptif yang terkait dengan kecenderungan masokis. Terapi perilaku, di sisi lain, berfokus pada pembentukan pola perilaku baru yang lebih aman dan memuaskan.
Selain itu, kelompok dukungan juga dapat menjadi pilihan pengobatan yang bermanfaat bagi individu dengan kecenderungan masokis. Bergabung dengan sebuah kelompok dapat memberikan kesempatan untuk mendiskusikan pengalaman dan tantangan yang dihadapi, serta mendapatkan dukungan dari sesama individu yang memiliki pengalaman serupa.
Peran konselor seksual juga penting dalam membantu individu dengan kecenderungan masokis. Konselor seksual dapat membantu individu memahami dan merangkul kecenderungan mereka dengan cara yang sehat dan aman. Mereka dapat memberikan informasi tentang praktik-praktik seksual yang aman, melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap aktivitas seksual individu, serta memberikan pendampingan dan dukungan emosional.
Secara keseluruhan, pengobatan dan penanganan bagi individu dengan kecenderungan masokis melibatkan pendekatan terapeutik seperti terapi kognitif, terapi perilaku, serta kelompok dukungan. Peran konselor seksual juga penting dalam membantu individu memahami dan mengelola kecenderungan ini dengan cara yang sehat. Terapi dan konseling tersebut bertujuan untuk memastikan kepuasan seksual yang aman dan mengurangi risiko cedera atau konsekuensi negatif lainnya.