Liputan6.com, Jakarta Sebuah video viral dari Cina telah menarik perhatian publik secara luas. Di dalamnya, seorang ayah dilanda rasa malu dan berlutut di hadapan putrinya yang masih remaja. Kejadian ini terjadi karena ayah tersebut tidak mampu memenuhi keinginan putrinya untuk memiliki iPhone terbaru. Kejadian ini menciptakan gelombang perdebatan yang menggema di dunia maya.
Baca Juga
Advertisement
Ketika citra merek dan status sosial terkait dengan barang-barang mewah semakin mendominasi pikiran, tindakan sang ayah meminta maaf kepada putrinya mencerminkan dinamika kompleks antara ekspektasi materi dan nilai-nilai keluarga. Kehadiran iPhone sebagai simbol status telah menjadi fenomena yang mempengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk dinamika antara orang tua dan anak.
Dalam konteks kehidupan modern yang terus berubah, klip ini menghadirkan gambaran yang menuai pro dan kontra sekaligus menyoroti tantangan-tantangan yang dihadapi oleh banyak keluarga di era digital saat ini.Â
Bagaimana kisah selengkapnya? Berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber kisah lengkapnya, pada Minggu (26/5).
Insiden yang Menghebohkan
Pada tanggal 4 Mei, sebuah video yang memperlihatkan seorang ayah di Taiyuan, Provinsi Shanxi, China tengah, berlutut di depan putrinya karena tidak mampu membelikannya iPhone telah memicu perdebatan sengit tentang pola asuh di China. Rekaman tersebut difilmkan oleh seorang pejalan kaki bernama Zhong yang kebetulan melintas dan mendengar percakapan keras antara ayah dan anak tersebut di jalanan. Putrinya, dengan nada tinggi, memarahi ayahnya: "Orang tua lain bisa membelikan anak mereka iPhone. Kenapa kamu tidak punya uang?"
Reaksi putri itu yang keras dan memalukan membuat sang ayah berlutut, menggelengkan kepala sebagai tanda penyesalan atas ketidakmampuannya secara finansial. "Bangun! Bangun cepat!" teriak sang anak, yang tampaknya merasa perilaku ayahnya sangat memalukan. Zhong yang menyaksikan kejadian tersebut merasa prihatin dengan sang ayah dan marah terhadap perilaku putrinya. "Saya bahkan merasa ingin berjalan mendekat dan menamparnya," kata Zhong.
Advertisement
Respon Publik yang Beragam
Klip ini menjadi viral di media sosial di China, ditonton sebanyak 91 juta kali di Weibo dan enam juta kali di Douyin, serta menjadi topik pembicaraan di seluruh negeri. Mayoritas orang mengecam perilaku putri tersebut dan mengkritik ayahnya yang dianggap tidak mampu mendidik anaknya dengan baik. "Konsumerisme telah membawa dampak negatif pada generasi muda. Mereka sangat terobsesi dengan kenyamanan materi dan mengabaikan kesulitan orang tua mereka. Ini adalah tragedi sosial!" ujar seorang pengguna di Weibo.
Komentar lain menambahkan, "Saya merasa sedih untuk keduanya. Anak itu sangat sembrono, tetapi tindakan berlutut ayahnya tidak pantas. Tentu saja, ayah ini patut disayangkan, dan tindakannya akan mendorong anaknya menjadi lebih pemberontak. Dia tidak menunjukkan kesalahan anaknya. Dia gagal dalam mendidik." Fenomena orang tua atau kakek-nenek yang terlalu memanjakan anak-anak mereka sering menjadi berita utama di daratan China, yang menunjukkan permasalahan dalam pola asuh dan nilai-nilai yang dianut generasi muda.
Refleksi Terhadap Pola Asuh dan Nilai Sosial
Insiden ini bukan kasus pertama dari anak-anak yang mempermalukan orang tua mereka di tempat umum. Pada tahun 2019, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun di Provinsi Jiangxi timur menarik rambut ibunya dengan keras ketika dia menolak membelikannya mainan di pusat perbelanjaan. Tahun lalu, seorang remaja mendapat reaksi keras di dunia maya karena menendang dan memukul neneknya setelah neneknya memintanya berhenti bermain game di ponsel dan menyerahkan gadget tersebut.
Kasus-kasus ini mencerminkan krisis nilai-nilai dalam masyarakat yang semakin materialistis dan kurang menghargai perjuangan serta pengorbanan orang tua. Para orang tua yang terlalu memanjakan anak-anak mereka tanpa mengajarkan nilai-nilai kerja keras dan pengertian dapat berujung pada generasi muda yang egois dan kurang empati. Pendidikan dalam keluarga sangat penting untuk membentuk karakter anak, dan tindakan sang ayah yang berlutut justru memperlihatkan kelemahan dalam mengajarkan nilai-nilai penting kepada putrinya. Pendidikan bukan hanya soal menyediakan kebutuhan materi, tetapi juga menanamkan rasa tanggung jawab, empati, dan penghargaan terhadap usaha keras.
Dalam konteks yang lebih luas, masyarakat perlu merenungkan kembali nilai-nilai yang ditanamkan kepada generasi muda. Orang tua harus berperan sebagai teladan yang mengajarkan nilai-nilai luhur, bukan hanya memenuhi tuntutan materi anak-anak mereka. Kejadian di Taiyuan ini menjadi cerminan dari masalah yang lebih besar dan mengingatkan kita semua akan pentingnya keseimbangan antara kasih sayang dan disiplin dalam mendidik anak-anak.
Advertisement