Liputan6.com, Jakarta Pakaian adat Betawi merupakan salah satu warisan budaya yang kaya akan sejarah di Indonesia. Baju Betawi atau yang juga dikenal dengan istilah busana Betawi, merupakan jenis pakaian tradisional yang masih dipertahankan keasliannya hingga saat ini. Baju Betawi erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Betawi yang berpusat di daerah Jakarta dan sekitarnya.
Salah satu jenis pakaian adat Betawi yang terkenal adalah baju koko Betawi untuk pria dan baju kebaya Betawi untuk wanita. Baju koko Betawi biasanya terdiri dari baju lengan panjang berwarna hitam dan celana panjang berwarna putih. Sedangkan baju kebaya Betawi memiliki desain yang elegan dan khas.
Pakaian adat Betawi memiliki fungsi yang cukup beragam. Selain digunakan pada acara resmi seperti pernikahan atau pesta adat, baju Betawi juga sering dikenakan pada saat upacara adat atau perayaan keagamaan. Keunikan dari pakaian adat Betawi terletak pada desainnya yang kental dengan nuansa Budaya Betawi, di mana memiliki hiasan bordir yang indah dan motif yang khas.
Advertisement
Motif-motif tersebut sering kali menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Betawi, seperti motif rumah adat, tumbuhan dan fauna. Keunikan lainnya adalah cara penataan aksesoris yang dipakai bersama baju Betawi, seperti kain batik yang dililitkan di pinggang atau songket yang dijadikan selendang. Berikut jenis-jenis baju Betawi yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (27/5/2024).Â
Sekilas Tentang Suku Betawi dan Baju Tradisionalnya
Suku Betawi adalah keturunan dari penduduk asli Kota Batavia, yang sekarang dikenal sebagai Jakarta, ibu kota Indonesia. Batavia adalah nama yang digunakan selama masa penjajahan Belanda yang kemudian mengalami perubahan, di mana disesuaikan dengan lidah masyarakat lokal menjadi Betawi. Saat ini, suku Betawi banyak tinggal di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan sekitarnya. Secara biologis, suku ini merupakan hasil perpaduan antar etnis, karena di Batavia dahulu terdapat berbagai macam etnis yang berinteraksi, menikah dan melahirkan keturunan bersama.
Etnis-etnis yang berkontribusi terhadap terbentuknya suku Betawi antara lain adalah suku Jawa, Sunda, Melayu, Bugis, Batak, Tionghoa, Arab, Inggris, Belanda, Portugis, Ambon, Bali, dan lainnya. Keberagaman etnis ini menciptakan budaya Betawi yang kaya dan beragam, dengan pengaruh yang sangat kuat dari budaya Melayu, Islam dan Tionghoa. Tradisi, kebiasaan, kesenian dan kuliner Betawi banyak mengambil inspirasi dari ketiga budaya ini, terutama pengaruh Melayu dan Islam yang sangat kental.
Menurut Taufik Effendi, masyarakat Jakarta sudah mengenal pakaian adat Betawi sejak abad ke-15. Pakaian adat ini tentunya dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, seperti pakaian tradisional Sunda, Jawa, Tionghoa, dan Melayu. Salah satu ciri khas pakaian adat Betawi adalah sentuhan Islami, seperti pakaian yang menyerupai busana haji, serta penggunaan atribut seperti peci dan sarung. Pengaruh Islam tidak hanya tampak dalam pakaian, tetapi juga dalam budaya kesenian dan perilaku sehari-hari masyarakat Betawi.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, suku Betawi menjadi minoritas di kota Jakarta karena banyaknya pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Akibatnya, budaya dan kehidupan sehari-hari suku Betawi mulai terpinggirkan. Untuk melestarikan budaya Betawi, pemerintah mendirikan cagar budaya di Situ Babakan, sebuah kawasan di Jakarta yang didedikasikan untuk menjaga dan mempromosikan budaya Betawi.
Advertisement
Jenis Baju Betawi
1. Kebaya Encim
Kebaya Encim adalah salah satu pakaian adat Betawi yang paling dikenal dan sering dikenakan oleh wanita, baik remaja, dewasa, maupun wanita paruh baya. Kebaya ini memiliki desain yang simpel dan sederhana, namun tetap memancarkan kesan anggun dan elegan. Kebaya Encim kerap dipakai dalam berbagai acara penting seperti Pekan Raya Jakarta, seragam karyawati di instansi pemerintah dan swasta, peringatan hari besar, menerima tamu istimewa, pentas seni budaya, dan berbagai acara lainnya.
Pada masa lalu, ketika pengaruh budaya Eropa masih kuat di Batavia (sekarang Jakarta), Kebaya Encim dibuat dari kain lace atau brokat buatan Eropa yang dikombinasikan dengan bordiran lokal. Hasil bordiran ini sering menampilkan motif bunga yang menghiasi bagian bawah kebaya atau pergelangan tangan, membuat kebaya tampak seperti langsung dibordir. Salah satu jenis bordiran yang populer adalah kerancang, yang dikenal dengan bordiran berlubang banyak dan halus mendekati sempurna.
Dewasa ini, pembuatan kerancang sering menggunakan teknologi komputer, yang menghasilkan kerancang lebih cepat dan inovatif, namun cenderung lebih kasar dan kurang halus dibandingkan kerancang buatan tangan. Ciri khas lain dari Kebaya Encim adalah bagian leher yang membentuk huruf V (V-neck) dan bagian bawah kebaya yang meruncing ke bawah, dikenal sebagai Kebaya Sonday. Bagian bawah lengan kebaya ini melebar, memberikan kesan longgar dan nyaman, disebut sebagai Kebaya Model Goeng. Kebaya Encim terus mengalami modifikasi dan modernisasi dengan penggunaan bahan-bahan seperti brokat, sutra, organdi, dan lainnya. Sebagai bawahannya, Kebaya Encim biasanya dipadukan dengan kain sarung berbagai model seperti buket, pucuk rebung, kain pagi sore, atau belah ketupat. Namun, banyak remaja putri yang memadukan Kebaya Encim dengan celana panjang atau rok panjang untuk tampilan yang lebih modern.
2. Baju Sadaria
Baju Sadaria merupakan pakaian tradisional Betawi yang sering dipasangkan dengan Kebaya Encim untuk laki-laki. Baju ini banyak digunakan dalam festival seperti Abang None dan Pekan Raya Jakarta. Tampilan baju yang sederhana namun elegan ini familiar bagi banyak orang. Baju Sadaria adalah baju koko atau baju taqwa dengan kerah Shanghai setinggi 3-4 cm. Biasanya berwarna putih dengan lengan panjang. Sejarah mencatat bahwa baju ini terinspirasi dari budaya China, di mana baju koko banyak dikenakan oleh laki-laki Tionghoa. Nama 'koko' berasal dari kata dalam bahasa Mandarin yang berarti 'kakak laki-laki'. Baju Sadaria biasanya terbuat dari kain katun, meskipun ada juga yang dibuat dari sutra atau sutra alam linen. Baju ini memiliki kancing dari atas sampai bawah dan saku di sisi kanan dan kiri bagian bawah. Kadang-kadang, baju ini diberi belahan di bagian samping bawah agar lebih nyaman dipakai.
Terkadang, baju ini diberi bordiran pada bagian kerah, tengah, atau sisi kanan dan kiri. Bordiran tersebut bisa dibuat dari katun, sutra alam, atau bahan lainnya. Baju Sadaria biasanya dipadukan dengan celana panjang berwarna gelap atau celana panjang komprang dengan motif batik. Pemilihan celana mempengaruhi alas kaki yang dikenakan; celana panjang gelap cocok dipadukan dengan sepatu pantofel, sementara celana panjang batik lebih cocok dengan sandal terompah. Sebagai pelengkap, pria Betawi mengenakan kopiah hitam polos dan kain sarung dilipat (cukin) yang digantungkan di leher. Cukin ini berfungsi sebagai sarung atau sajadah saat beribadah, serta senjata untuk pertahanan diri. Baju Sadaria sering dikenakan oleh karyawan pemerintah atau swasta pada acara tertentu, acara adat, atraksi pariwisata, menyambut tamu istimewa, dan peringatan hari besar. Meskipun tidak memiliki filosofi khusus, pakaian ini mencerminkan identitas laki-laki Betawi yang rendah hati, dinamis, sopan, dan berwibawa.
3. Pangsi Betawi
Pangsi Betawi adalah pakaian adat yang sering dikenakan oleh para jawara atau pendekar Betawi. Menurut sejarah, Baju Tikim dan Celana Pangsi mendapatkan pengaruh dari budaya China. Nama Tikim berasal dari bahasa Hokkian 'Tui Kim', sedangkan Pangsi berasal dari 'Phang Si'. Pakaian ini diadaptasi dari pakaian orang-orang Tionghoa yang tinggal di Batavia. Baju Pangsi memiliki bentuk leher bulat seperti huruf O (O-neck) dan lengan panjang dengan ukuran longgar. Dulunya, baju ini dibuat tanpa kancing, namun sekarang umumnya menggunakan kancing. Pria Betawi biasanya mengenakan kaos putih polos sebagai lapisan dalam Baju Pangsi, sehingga terkadang baju tersebut dikenakan tanpa dikancingkan.
Celana Pangsi adalah celana panjang yang longgar dan tampak kebesaran. Warna celana biasanya disesuaikan dengan warna baju. Pada masa lalu, pakaian ini digunakan oleh laki-laki Betawi dalam kegiatan sehari-hari. Namun, seiring perkembangan zaman, pakaian ini lebih banyak dikenakan oleh para jawara, pendekar, jagoan, dan petani Betawi. Para laki-laki Betawi mengenakan ikat pinggang yang lebih lebar daripada biasanya dan kain sarung yang dilipat rapi di leher. Sarung ini memiliki banyak fungsi, seperti sajadah dan sarung untuk sholat, serta senjata untuk pertahanan diri.
Warna Baju Pangsi tidak hanya hitam, tetapi juga merah, hijau dan putih, yang masing-masing memiliki arti tersendiri. Baju Pangsi putih atau krem biasanya dikenakan oleh jago silat yang juga merupakan pemuka agama. Baju Pangsi hitam digunakan oleh para centeng, dan Baju Pangsi merah dikenakan oleh seseorang yang memiliki kemampuan silat dan ilmu agama yang tinggi. Warna baju ini juga mempengaruhi warna atribut lainnya, seperti peci. Warna atribut tersebut menandakan siapa yang memakai baju tersebut. Pada masa lalu, peci merah menandakan seseorang yang diakui oleh masyarakat sebagai orang yang ilmunya tinggi dan berpengalaman. Peci merah dan Baju Pangsi merah merupakan pakaian yang sakral dan tidak bisa dikenakan oleh sembarang orang, kecuali untuk keperluan seni.
4. Pakaian Bangsawan Ujung Serong
Pakaian Bangsawan Ujung Serong adalah pakaian adat Betawi yang khusus dikenakan oleh para bangsawan dan demang. Pakaian ini biasanya hanya dipakai oleh laki-laki dan menjadi simbol status sosial yang tinggi. Pakaian ini sering digunakan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kantor pemerintah, dalam acara pernikahan sebagai tamu atau wali, pada peringatan hari besar untuk menyambut tamu istimewa, serta dalam acara-acara resmi lainnya.
Lapisan pertama pakaian ini adalah kemeja putih yang dikenakan sebagai lapisan dalam. Kemudian, di atas kemeja putih, dikenakan jas tutup berwarna hitam atau warna gelap lainnya. Sebagai bawahan, celana pantalon dengan warna senada dengan jas digunakan untuk melengkapi tampilan. Di pinggang, dililitkan kain batik yang telah diatur sedemikian rupa sehingga panjangnya mencapai paha. Kain batik ini menambah sentuhan tradisional pada pakaian yang umumnya formal ini. Alas kaki yang sesuai untuk pakaian ini adalah sepatu pantofel, yang menambah kesan elegan dan berkelas. Untuk memperkuat kesan sebagai seorang bangsawan, seringkali disematkan arloji emas di pergelangan tangan. Penutup kepala berupa peci hitam dikenakan untuk menambah kesan berwibawa dan resmi.
5. Pakaian Pengantin Betawi
Pakaian Pengantin Betawi adalah busana khusus yang dikenakan oleh pasangan pengantin pada hari pernikahan mereka. Sebagaimana pakaian pengantin di daerah lain, pakaian pengantin Betawi memiliki ciri khas dan keistimewaan yang mencerminkan kekayaan budaya Betawi. Pernikahan adalah peristiwa yang sangat sakral, sehingga pakaian yang dikenakan pada hari istimewa ini dirancang dengan sangat hati-hati dan penuh makna. Pakaian Pengantin Betawi merupakan perpaduan berbagai pengaruh budaya, termasuk Arab, China, India, dan Eropa. Kombinasi ini menghasilkan busana pengantin yang unik dan penuh warna. Untuk pengantin pria, pakaian ini disebut Dandanan Care Haji. Pakaian ini mencerminkan keagungan dan kesucian, sering kali dilengkapi dengan aksesori seperti peci dan kain batik.
Sementara itu, pakaian pengantin untuk wanita disebut Dandanan Care None Pengantin Cine. Pakaian ini memadukan unsur-unsur keindahan dari berbagai budaya yang berpengaruh di Betawi, menciptakan busana yang memancarkan keanggunan dan keistimewaan. Dandanan Care None Pengantin Cine biasanya dihiasi dengan berbagai ornamen dan aksesoris yang indah, seperti kalung, anting, dan gelang, yang semuanya dirancang untuk mempercantik penampilan pengantin wanita pada hari istimewa mereka. Pakaian pengantin Betawi tidak hanya memukau dari segi estetika, tetapi juga mengandung filosofi yang mendalam. Busana ini melambangkan kebersamaan, harmoni, dan keberagaman budaya yang telah menyatu dalam kehidupan masyarakat Betawi selama berabad-abad. Pakaian ini merupakan wujud dari keindahan, kekayaan, dan keagungan budaya Betawi yang terus dijaga dan dilestarikan hingga kini.Â
Advertisement