Liputan6.com, Jakarta Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah konsep yang vital dalam ekonomi dan bisnis, sering digunakan sebagai penentu untuk investasi atau memulai bisnis. Secara sederhana, BEP adalah titik di mana pendapatan yang diperoleh sama dengan total biaya yang dikeluarkan, baik biaya tetap maupun variabel, sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian dan mulai menghasilkan keuntungan. Dua sumber yang diambil dari Bankrate dan Investopedia memberikan perspektif yang lebih komprehensif tentang BEP.
Baca Juga
Advertisement
BEP mengacu pada jumlah pendapatan yang diperlukan untuk menutup total biaya yang telah dikeluarkan dalam periode tertentu. Ini mencakup biaya tetap yang konstan dan biaya variabel yang berubah berdasarkan produksi atau penjualan. Sebagai contoh, BEP dalam produksi suatu produk adalah saat pendapatan dari penjualan produk tersebut sama dengan total biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya.
Rumus BEP dihitung dengan membagi total biaya tetap yang terkait dengan produksi dengan selisih antara pendapatan per unit dan biaya variabel per unit. Ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana BEP dapat dihitung dan diterapkan dalam konteks bisnis yang berbeda, seperti properti atau perdagangan. Berikut ulasan lebih lanjut tentang BEP yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (30/5/2024).
Elemen Penyusun BEP
BEP memiliki peran penting dalam menetapkan target penjualan dan mengevaluasi profitabilitas produk atau investasi. Grafik volume laba digunakan untuk melacak laba atau rugi dengan menganalisis jumlah produk yang harus dijual untuk mencapai profitabilitas. Ini membantu perusahaan atau pedagang untuk membuat keputusan yang lebih baik terkait produksi atau perdagangan. Untuk menghitung BEP, ada beberapa elemen kunci yang perlu diperhatikan, berikut di antaranya.
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah terlepas dari volume produksi atau penjualan suatu produk atau jasa. Ini termasuk biaya seperti sewa gedung atau tempat usaha, gaji karyawan tetap, biaya asuransi, biaya perawatan mesin, dan biaya administratif lainnya. Biaya ini harus tetap dibayar oleh perusahaan bahkan jika tidak ada aktivitas produksi atau penjualan yang terjadi.
2. Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel adalah biaya yang berubah seiring dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Ini termasuk biaya seperti bahan baku, biaya tenaga kerja langsung yang terkait dengan produksi, biaya pengiriman, dan biaya produksi lainnya yang terkait secara langsung dengan jumlah unit yang diproduksi atau dijual. Biaya ini bertambah saat volume produksi meningkat dan berkurang saat volume produksi turun.
3. Biaya Campuran (Mixed Cost)
Biaya campuran adalah kombinasi dari biaya tetap dan variabel. Ini sering kali sulit untuk diidentifikasi secara terpisah karena memiliki elemen tetap yang harus dibayarkan terlepas dari aktivitas produksi, tetapi juga memiliki komponen yang berubah seiring dengan perubahan volume produksi. Contohnya adalah biaya utilitas (listrik, air) yang mungkin memiliki bagian tetap (biaya abonemen) dan bagian variabel (biaya konsumsi berdasarkan penggunaan).
4. Harga Penjualan (Selling Price)
Harga penjualan adalah harga per unit yang diterima oleh perusahaan dari penjualan produk atau jasa. Harga ini mencerminkan total biaya produksi (tetap dan variabel), keuntungan yang diharapkan, serta faktor-faktor pasar seperti permintaan dan persaingan. Harga penjualan yang tepat penting untuk mencapai BEP dan mencapai target keuntungan perusahaan.
5. Laba atau Keuntungan (Profit)
Margin laba atau keuntungan adalah perbedaan antara harga penjualan per unit dengan biaya produksi total per unit (biaya tetap per unit ditambah biaya variabel per unit). Laba atau keuntungan inilah yang menjadi tujuan utama perusahaan setelah mencapai Break Even Point (BEP). Besar margin laba atau keuntungan juga dapat memengaruhi strategi harga, volume produksi, dan keputusan investasi perusahaan.
Dengan memahami dan mengelola dengan baik elemen-elemen ini, perusahaan dapat menghitung dan mencapai Break Even Point (BEP) yang menjadi titik di mana pendapatan dari penjualan sudah cukup untuk menutup semua biaya produksi, baik biaya tetap maupun variabel. BEP menjadi penting dalam pengambilan keputusan strategis terkait harga, volume produksi, target keuntungan, dan evaluasi kinerja keuangan perusahaan.
Advertisement
Dasar-dasar BEP
Dasar-dasar BEP adalah landasan penting yang harus dipahami dalam perhitungan kondisi keuangan suatu perusahaan, berikut di antaranya.
1. Pembagian Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Dalam perhitungan BEP, biaya perusahaan dibagi menjadi dua kategori utama: biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tetap konstan meskipun volume produksi berubah, sementara biaya variabel berubah sesuai dengan volume produksi atau penjualan.
2. Konstansi Nilai Biaya Tetap dan Variabel
Nilai dari biaya tetap akan tetap konstan terlepas dari perubahan aktivitas produksi, sementara nilai total biaya variabel akan berubah seiring dengan kapasitas atau volume produksi yang berubah. Namun, biaya tetap per unit akan berubah sesuai dengan perubahan aktivitas produksi.
3. Stabilitas Harga Jual per Unit
Harga jual per unit dianggap konstan selama periode analisis BEP. Hal ini berarti harga jual dari perusahaan relatif tetap dan tidak mengalami perubahan selama periode tersebut.
4. Asumsi Produk Terjual Semuanya
Dalam perhitungan BEP, diasumsikan bahwa seluruh produk yang diproduksi telah terjual. Ini adalah asumsi yang penting untuk menentukan titik di mana pendapatan dari penjualan produk sudah cukup untuk menutup semua biaya produksi.
5. Perhitungan BEP untuk Satu Produk
BEP hanya berlaku untuk satu produk. Jika perusahaan memiliki lebih dari satu produk yang berbeda, perlu dilakukan perhitungan terpisah untuk setiap produk untuk memastikan akurasi dan relevansi hasil perhitungan BEP.
Pemahaman dan penerapan dasar-dasar BEP ini sangat penting dalam mengimplementasikan rumus perhitungan BEP dengan benar. Kesalahan dalam mengabaikan dasar-dasar ini dapat mengarah pada kesalahan perhitungan yang dapat berdampak pada pengambilan keputusan yang tidak tepat dalam mengelola keuangan perusahaan.
Cara Menghitung BEP
Cara menghitung BEP dapat dilakukan dengan beberapa rumus dasar, tergantung pada perspektif yang digunakan, yaitu berdasarkan jumlah unit penjualan atau berdasarkan nilai rupiah penjualan.
1. Menghitung BEP Berdasarkan Unit Penjualan
Rumusnya adalah, BEP (Unit) = Biaya Tetap ÷ (Harga Jual per Unit - Biaya Variabel per Unit).Â
Contohnya perusahaan PT Q yang menjual software, perhitungan BEP berdasarkan unit penjualan adalah,Â
BEP (Unit) = Rp45.000.000 / (Rp250.000 - Rp100.000) = Rp45.000.000 / Rp150.000 = 300 unitÂ
Artinya, PT Q akan mencapai BEP atau titik impas jika menjual software sebanyak 300 unit.
2. Menghitung BEP Berdasarkan Nilai Rupiah Penjualan
Rumusnya adalah, BEP (Rupiah) = Biaya Tetap / Margin Kontribusi. Margin Kontribusi dihitung sebagai selisih antara harga produk per unit dan biaya variabel per unit, kemudian dibagi dengan harga produk per unit.Â
Contohnya PT N perhitungan BEP berdasarkan nilai rupiah penjualan adalah,
Margin Kontribusi = (Rp250.000 - Rp100.000) / Rp250.000 = Rp150.000 / Rp250.000 = 0,6 BEP (Rupiah) = Rp45.000.000 / 0,6 = Rp75.000.000Â
Artinya PT N harus menjual software senilai Rp75 juta dalam satu bulan untuk mencapai BEP. Penjualan di atas nilai tersebut akan menjadi keuntungan bagi perusahaan.
Dengan menggunakan kedua rumus di atas, perusahaan dapat memahami titik di mana pendapatan dari penjualan akan cukup untuk menutup semua biaya produksi. Ini penting dalam pengambilan keputusan strategis terkait harga jual, volume produksi, dan target keuntungan perusahaan. Dengan memahami dan menghitung BEP dengan benar, perusahaan dapat mengoptimalkan profitabilitas dan mengelola risiko dengan lebih efektif.
Advertisement