Sukses

BMKG Gempa Mentawai yang Perlu Diawasi Secara Ketat, Ada 3 Patahan Aktif

Mentawai adalah wilayah yang dikenal sebagai daerah rawan gempa Bumi, karena terletak di atas pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data dari BMKG gempa Mentawai, aktivitas gempa terkait erat dengan aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia di sekitar Samudera Hindia. Subduksi adalah proses ketika lempeng tektonik yang lebih padat dan berat (lempeng Indo-Australia), kemudian masuk ke dalam lempeng tektonik lain yang lebih ringan (lempeng Eurasia).

Pulau Siberut, sebagai salah satu pulau utama di Kepulauan Mentawai, memiliki kondisi morfologi yang sangat rawan gempa. Pulau ini terletak di zona tumbukan langsung antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia, yang mengakibatkan potensi terjadinya gempa dengan magnitudo yang cukup besar.

Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas gempa di Kepulauan Mentawai meningkat, mengingat pergerakan lempeng tektonik yang terjadi di wilayah ini. Hal ini menuntut perhatian dan kewaspadaan ekstra dari masyarakat serta pemerintah setempat.

BMKG gempa Mentawai terus melakukan pemantauan, dengan menggunakan berbagai instrumen dan teknologi terkini. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi yang akurat dan cepat kepada masyarakat, agar dapat mengantisipasi bahaya yang mungkin terjadi akibat gempa bumi di daerah ini.

Meskipun daerah Pulau Siberut cenderung rawan gempa, pengetahuan dan pemahaman tentang penyebab dan karakteristik gempa bumi dapat membantu masyarakat dalam mengambil tindakan mitigasi dan persiapan yang tepat. Berikut ini informasi tentang BMKG gempa Mentawai yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Sabtu (15/6/2024). 

2 dari 4 halaman

Bencana Alam di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rentan terhadap bencana alam. Peningkatan frekuensi bencana alam di Indonesia dapat dikaitkan dengan letak geografisnya yang berada di antara dua lempeng benua besar, yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia.

Pertemuan kedua lempeng ini menyebabkan wilayah Indonesia sering mengalami gempa bumi dan tsunami. Selain itu, Indonesia juga berada di wilayah cincin api Pasifik, yang merupakan zona dengan aktivitas vulkanik yang tinggi. Keberadaan banyak gunung berapi aktif di Indonesia menambah kompleksitas risiko bencana alam di negara ini.

Gempa bumi dan tsunami adalah dua jenis bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia. Gempa bumi adalah getaran yang terjadi akibat pergerakan atau pergeseran lempeng tektonik. Sementara itu, tsunami adalah gelombang air laut yang sangat besar yang disebabkan oleh peristiwa seperti pergeseran lempeng, erupsi gunung berapi, tanah longsor bawah laut, atau jatuhnya meteor.

Kedua jenis bencana alam ini seringkali saling berkaitan dan dapat menyebabkan kerusakan yang luas dan korban jiwa yang banyak. Sejarah mencatat beberapa kejadian tsunami dahsyat di Indonesia, seperti tsunami Aceh pada tahun 2004 yang menelan ratusan ribu korban jiwa dan menyebabkan kerusakan besar di wilayah pesisir.

Untuk mengurangi dampak bencana alam, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan menerapkan langkah-langkah mitigasi. Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bencana alam harus ditingkatkan, sehingga mereka dapat lebih siap menghadapi situasi darurat. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang tahan gempa sangat penting untuk mengurangi kerusakan dan korban jiwa.

Sistem peringatan dini untuk tsunami dan bencana alam lainnya perlu diperkuat, agar masyarakat memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri. Perencanaan tata ruang yang memperhatikan risiko bencana alam juga sangat diperlukan, terutama di daerah-daerah yang rawan bencana.

Selain upaya mitigasi, penting juga untuk melakukan penelitian dan pengembangan teknologi yang dapat membantu dalam memprediksi dan mengelola risiko bencana alam. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan lembaga internasional dapat menghasilkan inovasi yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap bencana alam.

Misalnya, pengembangan sistem peringatan dini yang lebih canggih, penggunaan teknologi satelit untuk memantau aktivitas vulkanik dan pergerakan lempeng tektonik, serta peningkatan kapasitas tanggap darurat di tingkat lokal dan nasional.

3 dari 4 halaman

Tentang Patahan Aktif di Mentawai

Sumatera merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang sangat rentan terhadap gempa bumi. Terdapat tiga sumber utama gempa bumi di Sumatera yaitu Zona Subduksi atau Mentawai Megathrust, Sesar Mentawai atau Mentawai Fault System (MFS), dan Sesar Sumatera atau Sumatera Fault System (SFS).

Sesar Sumatera terletak di darat, sedangkan Sesar Mentawai dan Zona Subduksi berada di laut. Masing-masing sumber gempa ini memiliki karakteristik dan potensi bahaya unik, yang membuat wilayah Sumatera sangat dinamis secara geologis.

Zona Subduksi atau Mentawai Megathrust

Zona Subduksi atau Mentawai Megathrust terletak di bagian barat Kepulauan Mentawai, tepatnya di pertemuan antara lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Zona ini merupakan daerah sumber gempa utama karena tumbukan lempeng yang terjadi di sini memiliki kedalaman yang dangkal.

Mentawai Megathrust adalah hasil dari aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia, yang telah berlangsung selama jutaan tahun sebelum terbentuknya kepulauan Indonesia. Aktivitas tektonik di wilayah ini sering menimbulkan gempa-gempa besar, dan ada kekhawatiran bahwa gempa kecil dapat memicu gempa yang lebih besar di zona yang telah terkunci selama ratusan tahun.

Kehadiran Mentawai Megathrust ini menimbulkan kekhawatiran khusus karena potensi gempa yang dapat menyebabkan tsunami. Gelombang tsunami yang dihasilkan dari gempa di zona ini dapat merambat dengan cepat ke berbagai daerah pesisir di Sumatera dan sekitarnya, menyebabkan kerusakan yang signifikan dan mengancam nyawa penduduk. Oleh karena itu, monitoring dan penelitian di zona ini sangat penting untuk memahami dinamika lempeng tektonik dan mengembangkan sistem peringatan dini yang efektif.

Sesar Mentawai atau Mentawai Fault System (MFS)

Sesar Mentawai atau Mentawai Fault System (MFS) terletak di lepas pantai Kepulauan Mentawai, sebelah timur dari Zona Subduksi. MFS juga memiliki potensi terjadinya gempa yang signifikan dan perlu diawasi secara ketat. Aktivitas tektonik di zona ini dapat menimbulkan gempa yang merusak dan berpotensi menyebabkan tsunami. Sesar ini merupakan bagian dari sistem sesar yang lebih besar yang mempengaruhi stabilitas geologi di wilayah pesisir barat Sumatera.

Keberadaan Sesar Mentawai menambah kompleksitas risiko geologis di wilayah ini. Gempa bumi yang terjadi di sesar ini dapat memicu longsoran bawah laut, yang pada gilirannya dapat memicu tsunami lokal. Selain itu, gempa-gempa yang terjadi di sesar ini sering kali memiliki efek sekunder seperti likuifaksi tanah dan kerusakan infrastruktur pesisir. Oleh karena itu, pemantauan terus-menerus dan upaya mitigasi risiko sangat penting untuk mengurangi dampak bencana yang ditimbulkan.

Sesar Sumatera atau Sumatera Fault System (SFS)

Sesar Sumatera atau Sumatera Fault System (SFS) terletak di daratan Sumatera. SFS merupakan sumber gempa lainnya yang penting di wilayah ini. Aktivitas tektonik di SFS seringkali menyebabkan gempa bumi yang signifikan, mengingat jalur sesar ini memanjang sepanjang daratan Sumatera dan melewati banyak wilayah berpenduduk padat. SFS merupakan sesar geser yang kompleks dengan banyak cabang, menjadikannya salah satu fitur tektonik paling aktif di Indonesia.

Gempa bumi yang terjadi di SFS sering kali dangkal dan dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur, bangunan, dan kehidupan manusia. Daerah-daerah yang dilalui oleh SFS perlu memiliki perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan risiko gempa, termasuk penggunaan konstruksi tahan gempa dan pengembangan jalur evakuasi. Pendidikan masyarakat mengenai tindakan yang harus diambil selama gempa juga sangat penting untuk mengurangi risiko cedera dan kematian.

4 dari 4 halaman

Pemicu Gempa di Mentawai pada April 2023

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa gempa bumi yang mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), merupakan hasil dari aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa jenis gempa ini termasuk dalam kategori megathrust event, yang sering kali menyebabkan getaran yang kuat dan berpotensi tsunami.

Pada awalnya, BMKG melaporkan bahwa gempa bumi tektonik dengan magnitudo 7,3 terjadi di pantai barat Sumatera, tepatnya di Kabupaten Kepulauan Mentawai, pada hari Selasa, 25 April 2023, pukul 03:00:57 WIB.

Namun, setelah dilakukan analisis lebih lanjut, magnitudo gempa tersebut kemudian direvisi menjadi 6,9. Episenter gempa tercatat berlokasi di koordinat 0,93 derajat Lintang Selatan dan 98,39 derajat Bujur Timur, berada di laut sekitar 177 km barat laut Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Gempa ini mempengaruhi sejumlah daerah di sekitar Sumatera Barat, dengan intensitas getaran yang cukup signifikan. Pada skala intensitas VI MMI, yang mencakup daerah Mentawai, Padang Pariaman, Agam, dan Padang, getaran dirasakan oleh semua penduduk. Banyak orang terbangun dari tidur, terkejut, dan keluar rumah karena getaran yang kuat ini. Beberapa bangunan mengalami kerusakan ringan, seperti plester dinding yang jatuh dan retakan pada struktur bangunan.

Kepala BMKG gempa Mentawai juga mengungkapkan, bahwa kenaikan muka air laut atau potensi tsunami tercatat pada ketinggian 11 cm di lokasi Tanah Bala pada pukul 03:17 WIB. Meskipun tidak signifikan, hal ini mengingatkan akan potensi bahaya tsunami setelah gempa bumi besar.

BMKG mencatat adanya delapan gempa susulan dengan magnitudo terbesar mencapai 4,6 hingga pukul 04:35 WIB. Gempa-gempa susulan ini menunjukkan bahwa aktivitas tektonik masih berlanjut setelah gempa utama, yang menambah kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya gempa lebih besar atau kerusakan lanjutan pada bangunan yang sudah terpengaruh.