Liputan6.com, Jakarta - Fenomena menjual daging kurban semakin marak terjadi di Indonesia, terutama di daerah dengan tingkat ekonomi tinggi. Beberapa masyarakat menjual kulit dan kepala hewan kurban untuk menghemat biaya operasional atau karena jumlah daging yang melimpah. Praktik ini menimbulkan pertanyaan tentang keabsahannya dalam pandangan agama.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag), hukum menjual daging kurban adalah haram bagi orang yang berkurban. Aturan ini sejalan dengan pandangan mayoritas ulama yang menekankan bahwa seluruh bagian hewan kurban harus disedekahkan atau dimanfaatkan sendiri, bukan diperjualbelikan.
Mengetahui hukum menjual daging kurban menurut Kemenag sangat penting untuk menjaga keabsahan dan keberkahan ibadah kurban. Memahami aturan ini, umat Islam dapat menjalankan ibadah kurban sesuai syariat dan terhindar dari praktik yang tidak diperbolehkan. Edukasi mengenai hal ini perlu ditingkatkan agar masyarakat semakin sadar dan patuh terhadap hukum agama yang berlaku.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang hukum menjual daging kurban menurut Kemenag, Rabu (19/6/2024).
Hukum Menjual Daging Kurban Menurut Kemenag
Menjual daging kurban kerap menjadi polemik di masyarakat Indonesia, terutama terkait kulit dan kepala hewan kurban. Berdasarkan penelitian "Jual Beli Kulit Hewan Kurban dalam Perspektif Hukum Islam" oleh H. Ridwan yang dipublikasikan oleh Kementerian Agama Palembang, fenomena ini terjadi karena berbagai motif, mulai dari kelebihan daging hingga upaya menghemat biaya operasional.
Penjualan kulit dan kepala hewan kurban tersebut digunakan untuk biaya operasional atau membayar tukang jagal, namun hal ini menimbulkan kontroversi dalam fiqh Islam.
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Artinya: "Maka makanlah sebagian dari hewan kurban tersebut, dan bagikan sebagian lainnya kepada orang-orang yang miskin dan membutuhkan." (QS. Al-Hajj ayat 28)
Menurut fiqh, mayoritas ulama sepakat bahwa menjual kulit hewan kurban hukumnya haram. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam hukum Islam terhadap jual beli kulit hewan kurban. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan ulama mengharamkan praktik jual beli kulit dan kepala hewan kurban, hanya sebagian kecil ahli fiqh yang membolehkan dengan alasan masalah mursalah.
Dalam pandangan fiqh, hukum menjual daging kurban juga diatur dengan ketat. Dikutip dari buku Fikih untuk kelas IX MTs oleh Hasbiyallah, daging kurban tidak boleh dijual oleh pengurus dalam kondisi apa pun. Penerima kurban yang lebih membutuhkan uang daripada daging dapat menjualnya, namun orang yang berkurban tidak diperbolehkan melakukan hal yang sama.
Nabi Muhammad SAW bahkan menegaskan untuk tidak memberikan kulit atau bagian hewan kurban kepada tukang jagal sebagai upah. Melainkan harus diniatkan memberi kepada jagal untuk murni sedekah kurban.
إِنَّمَا نَهَيْتُكُمْ مِنْ أَجْلِ الدَّافَةِ الَّتِي دَفَّتْ عَلَيْكُمْ فَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَادَّخِرُوْا رواه ابو داود
Artinya: "Kami telah mengharamkan untuk kamu (makan daging kurban setelah tiga hari) agar bisa diberikan kepada orang-orang yang lemah yang datang kemudian, maka makanlah, berikanlah sedekah, dan simpanlah." (HR. Abu Dawud).
Advertisement
Hukum Menjual Daging Kurban Menurut Imam Mazhab
Pandangan mengenai hukum menjual daging kurban juga berbeda di kalangan mazhab. Mazhab Syafi’i dan Ahmad melarang penjualan bagian hewan kurban dengan alasan bahwa harta yang diperuntukkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT tidak boleh dijual.
Sebaliknya, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa menjual kulit kurban boleh dilakukan dengan catatan hasil penjualannya disedekahkan atau dibelikan barang bermanfaat. Imam Abu Hanifah tidak menganggap jual beli ini sebagai transaksi uang tunai, melainkan pertukaran barang.
Dalil dari hadis yang diriwayatkan oleh Ali r.a. menguatkan larangan menjual bagian hewan kurban. Rasulullah SAW memerintahkan agar daging, kulit, dan bagian lainnya disedekahkan dan tidak diberikan kepada tukang jagal sebagai upah. Para ulama sepakat bahwa daging, kulit, dan bagian hewan kurban lainnya tidak boleh dijual oleh orang yang berkurban. Hal ini ditegaskan dalam hadis HR. Muslim No. 348.
عن علي قال : أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقوم على بدنه وأن أتصدق بلحمها وجلودها واجلتها وأن لأعطي الجزار منها قال: نحن نعطيه من عندنا
Dari Ali r.a. berkata, “Rasulullah saw. memerintahkanku agar aku mengurusi unta kurban beliau, menyedekahkan dagingnya, kulitnya dan penutup tubuhnya. Dan aku tidak boleh memberikan tukang sembelih sedikitpun dari hewan kurban itu. Beliau bersabda: kami akan memberikannya dari sisi kami.” (HR. Muslim No. 348)
Bagi golongan penerima kurban, hukum menjual daging kurban berbeda. Fakir miskin yang menerima kurban diperbolehkan menjual daging kurban yang diterimanya, sedangkan orang kaya yang menerima kurban tidak diperbolehkan menjual bagian hewan kurban. Orang kaya hanya boleh memanfaatkan daging kurban untuk makan, sedekah, atau jamuan.
Mengetahui hukum menjual daging kurban sangat penting untuk memastikan bahwa ibadah kurban dilakukan sesuai dengan syariat Islam. Kementerian Agama RI telah menegaskan bahwa menjual daging kurban oleh orang yang berkurban tidak dibolehkan.
Namun, bagi penerima kurban yang benar-benar membutuhkan, penjualan tersebut masih diperbolehkan dengan syarat tertentu. Pemahaman ini membantu umat Islam melaksanakan kurban dengan benar dan mendapatkan keberkahan dari ibadah tersebut.