Liputan6.com, Jakarta Infeksi STSS atau Sindrom Syok Toksik Streptokokus adalah suatu kondisi yang sangat serius dan dapat berakibat fatal bagi penderitanya. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri kelompok A yang dapat memasuki aliran darah atau jaringan dalam tubuh.
Baca Juga
Advertisement
Jika tidak segera ditangani dengan tepat, infeksi STSS dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 48 jam. Salah satu negara yang sedang berjuang melawan wabah ini adalah Jepang. Kasus-kasus STSS di Jepang telah meningkat tajam, menciptakan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pihak berwenang.
Kementerian Kesehatan Jepang telah melaporkan bahwa hingga tanggal 2 Juni, telah terjadi 977 kasus sindrom STSS. Angka ini melampaui rekor sebelumnya yang terjadi pada tahun 2023, dengan jumlah kasus mencapai 941 infeksi.
Adapun gejala infeksi STSS dapat berkembang dengan sangat cepat. Beberapa tanda awal yang sering muncul meliputi demam tinggi, nyeri otot dan persendian, mual dan muntah, ruam kulit dan kelelahan yang berlebihan. Jika tidak segera ditangani, infeksi ini dapat menyebabkan syok yang mengancam nyawa.
Berikut ini gejala dan pencegahan wabah STSS atau bakteri "pemakan daging" yang Liputam6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (24/6/2024).Â
Wabah STSS, Gejala dan Penyabarannya
Sindrom Syok Toksik Streptokokus (STSS) adalah komplikasi parah yang disebabkan oleh infeksi Streptococcus Grup A (GAS), khususnya varian Streptococcus Pyogenes. Bakteri ini juga dikenal sebagai penyebab radang tenggorokan. STSS adalah kondisi yang sangat berbahaya, dengan tingkat kematian yang dapat melebihi 30%. Walaupun jarang terjadi, STSS merupakan kondisi serius yang muncul ketika bakteri GAS memasuki aliran darah. Ini memicu respons inflamasi sistemik dan menyebabkan syok toksik.
Gejala-gejala yang berpotensi mengancam jiwa termasuk tekanan darah yang sangat rendah, kegagalan organ, dan kehilangan kesadaran. Salah satu manifestasi bakteri STSS adalah menyerang permukaan kulit, menyebabkan kemerahan pada kulit penderita. Jika gejala ini muncul, biasanya dapat diatasi dengan konsumsi obat antibakteri selama sekitar lima hari. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, terutama pada individu dengan faktor risiko tinggi, infeksi ini dapat menyebar lebih dalam ke jaringan di bawah kulit, yang dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius.
Infeksi STSS biasanya dimulai dengan gejala yang mirip dengan penyakit flu, seperti demam, menggigil, nyeri otot, mual, dan muntah. Menurut U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC), gejala awal ini bisa berkembang dengan cepat menjadi kondisi yang lebih parah. Secara khusus, STSS dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri streptokokus, termasuk streptokokus A, B, C, dan G, meskipun penyebab paling umum adalah streptokokus A.
Ketika streptokokus A memasuki aliran darah, bakteri ini dapat memicu reaksi inflamasi yang hebat di seluruh tubuh. Proses ini dapat menyebabkan pembuluh darah melebar dan bocor, mengakibatkan tekanan darah yang sangat rendah, yang dikenal sebagai syok. Syok ini dapat mengurangi aliran darah ke organ vital, seperti ginjal, hati, dan jantung, yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ.
Â
Advertisement
Picu 977 Kasus diantaranya 77 Kematian di Jepang
Sindrom Syok Toksik Streptokokus (STSS), atau Streptococcal Toxic Shock Syndrome, adalah kondisi medis yang disebabkan oleh bakteri streptococcus grup A (strep grup A). Bakteri ini juga dikenal sebagai penyebab infeksi tenggorokan streptokokus. Meski lebih sering terjadi pada anak-anak, penting untuk dicatat bahwa infeksi tenggorokan streptokokus jenis A berbeda dengan STSS.
Menurut laporan The Independent, infeksi GAS di Jepang juga dikaitkan dengan komplikasi serius lainnya seperti necrotizing fasciitis, yang sering disebut sebagai penyakit "pemakan daging". Fasciitis nekrotikans menyebar di dalam lapisan bawah kulit, atau fasia dan menyebabkan nekrosis, yang berarti kematian jaringan. Kondisi ini sangat parah dan mengancam jiwa, memerlukan pembedahan darurat, dan dapat berakibat fatal. Namun, tidak semua infeksi GAS menyebabkan dampak ekstrem seperti itu.
Kementerian Kesehatan Jepang telah melaporkan 977 kasus sindrom STT hingga 2 Juni, melampau rekor 2023 yaitu 941 infeksi. Sebanyak 77 orang juga dilaporkan meninggal dari Januari hingga Maret. Mengingat jumlah infeksi yang terus meningkat, tren yang diidentifikasi dalam penilaian tersebut masih berlanjut. P
ara ilmuwan memprediksi bahwa kasus tahun ini bisa mencapai 2.500. "Dengan tingkat infeksi saat ini, jumlah kasus di Jepang dapat mencapai 2.500 pada tahun ini, dengan tingkat kematian sebesar 30%," kata Profesor penyakit menular di Universitas Kedokteran Wanita Tokyo, Ken Kikuchi, seperti dimuat di The Japan Times.
Sebagian besar kematian akibat STSS terjadi dalam 48 jam pertama setelah gejala muncul. Pada tahun 2023, angka kematian tahunan mencapai 97 kasus. Ini menunjukkan betapa cepat dan mematikannya kondisi ini, serta pentingnya penanganan medis yang cepat dan tepat untuk mengurangi risiko kematian. Â
Penanganan Wabah STSS
Pada kasus yang berat, pasien biasanya perlu dirawat inap dan diberikan obat-obatan untuk mengatasi dan mencegah infeksi bakteri. Untuk mencegah infeksi Streptococcus, ada beberapa langkah penting yang dapat diambil. Langkah pertama adalah menjalankan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang, mendapatkan istirahat yang cukup dan melakukan olahraga secara teratur.
Pola hidup sehat ini membantu meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga tubuh lebih mampu melawan infeksi. Mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin dan mineral, serta menjaga kebugaran fisik, merupakan bagian penting dari upaya ini.
Kebiasaan mencuci tangan secara teratur juga merupakan langkah pencegahan yang sangat efektif. Tangan yang bersih membantu mengurangi risiko penyebaran bakteri dan virus, terutama sebelum makan atau menyentuh wajah. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menggunakan hand sanitizer ketika sabun dan air tidak tersedia, adalah praktik yang sangat dianjurkan.
Selain itu, menggunakan masker saat mengalami gejala batuk, bersin, atau gejala penyakit saluran napas lainnya dapat membantu mencegah penyebaran bakteri kepada orang lain. Masker berfungsi sebagai penghalang fisik yang mengurangi penyebaran droplet yang mengandung kuman. Ini sangat penting di tempat-tempat umum, atau ketika berada di sekitar orang yang rentan terhadap infeksi.
Jika mengalami luka di kulit, penting juga untuk melakukan perawatan luka dengan benar dan higienis. Membersihkan luka dengan antiseptik dan menutupnya dengan perban steril membantu mencegah infeksi. Perawatan luka yang tepat juga mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi risiko komplikasi. Bagi ibu hamil, pemeriksaan rutin sangat dianjurkan untuk mendeteksi secara dini infeksi Group B Streptococcus (GBS).
Pemeriksaan ini memungkinkan deteksi dini dan penanganan yang tepat, sehingga dapat mengurangi risiko komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Infeksi GBS dapat ditularkan kepada bayi selama proses persalinan, sehingga deteksi dan pengobatan dini sangat penting untuk keselamatan ibu dan bayi.
Advertisement