Sukses

Kejang Tiap Hari, Bocah Ini Jadi Orang Pertama di Dunia Implan Otak Untuk Obati Epilepsi

Teknologi baru di dunia medis.

Liputan6.com, Jakarta Pada usia 13 tahun, Oran Knowlson telah menorehkan sejarah dalam dunia medis sebagai pasien pertama yang mencoba alat stimulasi otak untuk mengobati epilepsi parah. Sebuah langkah berani dan penuh harapan yang membawa banyak perubahan dalam hidupnya dan mungkin bagi jutaan penderita epilepsi lainnya.

Di era teknologi ini, berbagai inovasi canggih terus dikembangkan demi meningkatkan kualitas hidup manusia. Salah satu inovasi tersebut adalah alat stimulasi otak yang dirancang untuk mengatasi kasus-kasus epilepsi parah yang selama ini sulit diobati dengan metode konvensional. Para ahli yakin bahwa teknologi ini bisa menjadi terobosan besar dalam dunia medis.

Oran Knowlson adalah seorang remaja yang sejak kecil menderita epilepsi parah. Setiap hari, ia mengalami ratusan kejang yang membuat hidupnya menjadi sangat sulit. Ibu Oran menjelaskan bagaimana putranya sering terjatuh ke lantai, kehilangan kesadaran, dan kadang-kadang bahkan berhenti bernapas.

"Saya memiliki anak berusia tiga tahun yang sangat cerdas, tetapi beberapa bulan setelah kejangnya mulai, kondisinya memburuk dengan cepat. Ia kehilangan banyak keterampilan," kata Justine, ibu Oran, kepada BBC dikutip Liputan6.com, Kamis (27/6/2024).

2 dari 4 halaman

Dampak Menyeramkan Epilepsi

Oran didiagnosis dengan autisme, ADHD, dan sindrom Lennox-Gastaut, yang sangat mengganggu perkembangannya. Anak-anak dengan sindrom ini mengalami berbagai jenis kejang serta disfungsi kognitif, keterlambatan perkembangan, dan masalah perilaku.

Kehidupan sehari-hari Oran sangat dipengaruhi oleh kondisinya. Ia sering terjatuh, kehilangan kesadaran, dan kadang-kadang bahkan berhenti bernapas. Perawatan obat yang biasa tidak berhasil mengendalikan kejang-kejangnya. Hal ini membuat keluarganya merasa putus asa, namun tetap berusaha mencari solusi terbaik untuk Oran.

Dalam upaya mencari pengobatan yang lebih efektif, para ilmuwan mengembangkan Proyek CADET. Proyek ini bertujuan untuk menguji penggunaan stimulasi otak dalam (DBS) pada 22 anak dengan sindrom Lennox-Gastaut. 

3 dari 4 halaman

Orang Pertama Implan Otak Obati Epilepsi

Oran menjadi anak pertama yang menjalani operasi ini pada Oktober 2023, saat usianya baru 12 tahun. Dalam operasi tersebut, sebuah alat simulator dipasangkan ke tengkoraknya dengan elektroda yang terhubung ke bagian otak yang bertanggung jawab atas aktivitas kejang.

Ahli bedah saraf utama, Martin Tisdall, menjelaskan kepada BBC bahwa penelitian ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi apakah stimulasi otak dalam merupakan pengobatan yang efektif untuk jenis epilepsi parah ini. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan meneliti jenis perangkat baru yang sangat berguna bagi anak-anak karena implannya berada di tengkorak, bukan di dada.

Setelah menjalani operasi selama delapan jam, Oran mengalami perubahan yang signifikan dalam hidupnya. Ia tidak hanya merasakan penurunan jumlah kejang di siang hari sebanyak 80 persen, tetapi juga menjadi lebih waspada dan aktif. Justine, dengan penuh kebahagiaan, menyatakan, "Dia lebih waspada dan tidak mengalami kejang-kejang saat siang hari."

4 dari 4 halaman

Transformasi Setelah Implan Otak

Perubahan ini tidak hanya membawa kebahagiaan bagi Oran tetapi juga bagi keluarganya. Keluarganya dapat melihat harapan baru untuk masa depan Oran. Mereka tidak lagi harus khawatir tentang kejang-kejang yang menghantui setiap hari. Kehidupan keluarga ini menjadi lebih stabil dan penuh harapan.

Kisah Oran memberikan harapan bagi banyak keluarga yang menghadapi tantangan serupa. Teknologi stimulasi otak ini diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif bagi mereka yang menderita epilepsi parah. Dengan adanya teknologi ini, jutaan orang di seluruh dunia mungkin bisa menikmati kehidupan yang lebih baik dan lebih sehat.

Meskipun hasil awal sangat menjanjikan, penelitian tentang penggunaan stimulasi otak dalam untuk mengobati epilepsi parah ini masih terus berlanjut. Para ilmuwan dan dokter terus memantau perkembangan pasien dan mengumpulkan data untuk memastikan keamanan dan efektivitas teknologi ini.