Sukses

Mengenal Stockholm Syndrome, Penyebab, Gejala, dan Cara Pengobatannya

Stockholm syndrome adalah fenomena psikologis di mana korban penculikan atau penyanderaan mulai merasa simpati dan bahkan terikat secara emosional dengan pelaku.

Liputan6.com, Jakarta Stockholm syndrome adalah fenomena psikologis di mana korban penculikan atau penyanderaan mulai merasa simpati dan bahkan terikat secara emosional dengan pelaku. Istilah ini pertama kali muncul setelah perampokan bank di Stockholm, Swedia, pada tahun 1973, di mana para sandera mulai mendukung para perampok. Fenomena ini menunjukkan bagaimana manusia bisa mengembangkan ikatan emosional yang kompleks dalam situasi tekanan ekstrem. 

Stockholm syndrome dapat terjadi pada berbagai jenis situasi penahanan atau penyanderaan, termasuk kasus kekerasan dalam rumah tangga. Korban sering merasa terisolasi dan bergantung pada pelaku, yang secara paradoksal bisa memberikan perasaan aman. Kondisi ini mempersulit proses penyelamatan dan pemulihan karena korban mungkin menolak bantuan atau mempertahankan hubungan dengan pelaku.

Para psikolog berpendapat bahwa Stockholm syndrome adalah mekanisme bertahan hidup yang membantu korban menghadapi situasi berbahaya. Dengan mengembangkan ikatan dengan pelaku, korban mungkin merasa mereka memiliki lebih banyak kontrol atas situasi mereka.

Berikut Liputan6.com ulas mengenai pengertian Stockholm syndrome beserta penyebab, gejala, dan pengobatannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (28/6/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Mengenal Stockholm Syndrome

Dikutip dari Medical News Today, Stockholm syndrome adalah sebuah respons psikologis yang sering dikaitkan oleh banyak orang dengan situasi penculikan dan penyanderaan. Seseorang yang mengalami Stockholm syndrome mampu mengembangkan asosiasi positif dengan penculik atau pelaku mereka. Sindrom ini mencerminkan fenomena di mana sandera atau korban akan bersimpati dengan pelaku, sebuah reaksi yang sangat berkebalikan dengan perasaan yang seharusnya mereka rasakan seperti marah, ketakutan, atau kesal.

Stockholm syndrome menyebabkan korban mulai mengembangkan perasaan positif terhadap penculiknya. Mereka bahkan mungkin mulai merasa seolah-olah memiliki tujuan yang sama dengan pelaku, menciptakan ikatan emosional yang kompleks dan membingungkan. Banyak psikolog dan profesional medis menganggap Stockholm syndrome sebagai mekanisme koping, yaitu cara untuk membantu korban menangani trauma yang mereka alami dalam situasi yang menakutkan dan penuh tekanan.

Fenomena ini tidak hanya melibatkan perasaan simpati tetapi juga bisa membuat korban merasa terikat dan loyal kepada pelaku, terkadang melampaui logika dan perasaan yang normal dalam situasi tersebut. Stockholm syndrome menunjukkan bagaimana manusia dapat beradaptasi secara psikologis untuk bertahan hidup dalam kondisi ekstrem dengan mengembangkan hubungan positif dengan pelaku sebagai bentuk perlindungan diri. Mekanisme ini membantu korban merasa lebih aman dan stabil secara emosional, meskipun situasi yang mereka hadapi sangat berbahaya dan mengancam.

3 dari 5 halaman

Gejala Stockholm Syndrome

Melansir dari laman Healthline, terdapat beberapa gejala umum dari stockholm syndrome adalah sebagai berikut:

  1. Korban mengembangkan perasaan positif terhadap orang yang menahan mereka atau menyiksa mereka.
  2. Korban mengembangkan perasaan negatif terhadap polisi, figur otoritas, atau siapa pun yang mungkin mencoba membantu mereka melarikan diri dari penculiknya. Mereka bahkan mungkin menolak untuk bekerja sama melawan penculiknya.
  3. Korban mulai merasakan kemanusiaan penculiknya dan percaya bahwa mereka memiliki tujuan dan nilai yang sama.
  4. Korban merasa iba dengan sang pelaku.
  5. Korban mungkin menolak untuk bekerja sama melawan sang pelaku.
  6. Korban secara sadar dan sukarela membantu pelaku, bahkan untuk melakukan tindak kejahatan sekali pun.
4 dari 5 halaman

Penyebab Stockholm Syndrome

Dikutip dari laman WebMD, para peneliti masih belum mengetahui dengan pasti mengapa beberapa tawanan mengembangkan sindrom Stockholm sementara yang lainnya tidak. Salah satu teori mengatakan bahwa ini adalah teknik yang dipelajari dan diturunkan dari nenek moyang kita. Pada peradaban awal, selalu ada risiko ditangkap atau dibunuh oleh kelompok sosial lain, sehingga mengikatkan diri dengan para penculik bisa meningkatkan peluang untuk bertahan hidup. Beberapa psikiater evolusioner percaya bahwa teknik leluhur ini adalah sifat alami manusia yang masih ada hingga kini.

Teori lain menyatakan bahwa situasi penawanan atau pelecehan sangat emosional dan mempengaruhi psikologis korban secara mendalam. Dalam situasi tersebut, orang-orang menyesuaikan perasaan mereka dan mulai berbelas kasih kepada pelaku kekerasan ketika mereka menunjukkan kebaikan dari waktu ke waktu. Dengan bekerja sama dan tidak melawan pelaku kekerasan, korban dapat mengamankan keselamatan mereka, dan jika mereka tidak disakiti oleh pelaku kekerasan, mereka mungkin merasa bersyukur dan bahkan mulai memandang pelaku kekerasan sebagai orang yang manusiawi.

Proses ini menunjukkan bagaimana kompleksitas emosional dapat mempengaruhi perilaku dan respons seseorang dalam situasi ekstrem. Perasaan terima kasih yang muncul karena tidak disakiti dapat berkembang menjadi simpati yang mendalam, mengaburkan batas antara korban dan pelaku. Hal ini menegaskan bahwa sindrom Stockholm bukan sekadar respons sederhana, melainkan hasil dari interaksi psikologis yang rumit dan mekanisme bertahan hidup yang dipengaruhi oleh pengalaman emosional yang intens.

5 dari 5 halaman

Pengobatan Stockholm Syndrome

Melansir dari laman Healthline, jika Anda yakin Anda atau seseorang yang Anda kenal menderita sindrom Stockholm, ada banyak langkah yang dapat Anda ambil untuk mencari bantuan. Dalam jangka pendek, konseling atau perawatan psikologis untuk gangguan stres pascatrauma dapat membantu meringankan masalah yang berkaitan dengan pemulihan, seperti kecemasan dan depresi. Psikoterapi jangka panjang dapat memberikan manfaat yang lebih besar, membantu Anda atau orang yang Anda cintai dalam proses pemulihan.

Psikolog dan psikoterapis terlatih dapat membantu Anda mengatasi sindrom Stockholm dengan mengajari mekanisme penanganan stres yang sehat dan alat respons yang bermanfaat. Mereka juga bisa membimbing Anda untuk memahami apa yang sedang terjadi, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana Anda dapat melangkah maju dari situasi tersebut. Menemukan kembali emosi positif dan mengubah cara pandang terhadap diri sendiri dapat membantu Anda menyadari bahwa apa yang sedang terjadi bukanlah kesalahan Anda.

Langkah-langkah ini penting untuk memfasilitasi proses penyembuhan Anda atau orang yang Anda cintai dari dampak psikologis yang mendalam akibat sindrom Stockholm. Dengan bantuan yang tepat, Anda dapat membangun kembali kesejahteraan mental dan emosional Anda, serta memulai perjalanan menuju kehidupan yang lebih sehat dan lebih bermakna.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.