Sukses

Mengenal Tari Topeng Cirebon, Digunakan Sunan Gunung Jati sebagai Media Dakwah

Tari Topeng memiliki ciri khas dengan penggunaan topeng yang beraneka ragam corak dan karakter.

Liputan6.com, Jakarta Tari Topeng Cirebon merupakan salah satu seni tari tradisional yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat, Indonesia. Tarian ini memiliki ciri khas dengan penggunaan topeng yang beraneka ragam corak dan karakter. Tari Topeng Cirebon telah diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Cirebon, dan menjadi salah satu kekayaan budaya yang harus dijaga serta dilestarikan.

Tari Topeng Cirebon memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Cirebon. Selain sebagai hiburan dan seni pertunjukan, tarian ini juga memiliki nilai religius yang mendalam. Tari Topeng Cirebon digunakan oleh Sunan Gunung Jati, salah satu wali songo, sebagai media dakwah untuk menyebarkan ajaran agama Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-15.

Dalam berbagai pertunjukannya, Tari Topeng Cirebon menggambarkan berbagai cerita dan legenda yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Cirebon. Para penari mengenakan kostum yang indah dan memainkan gerakan yang khas, yang disertai dengan ekspresi wajah yang diperlihatkan melalui topeng yang mereka kenakan.

Mengenal Tari Topeng Cirebon menjadi penting agar kita dapat lebih memahami dan mengapresiasi kekayaan budaya Indonesia. Tari ini tidak hanya memiliki nilai estetika yang tinggi, tetapi juga membawa pesan-pesan moral dan mendalam tentang kehidupan dan nilai-nilai kearifan lokal. Oleh karena itu, upaya untuk melestarikan dan mengenalkan tari tradisional ini kepada generasi muda perlu terus dilakukan, sehingga keberadaan Tari Topeng Cirebon dapat tetap lestari dan menjadi kebanggaan bangsa.

Untuk mengenal lebih dalam mengenai Tari Topeng Cirebon, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Minggu (7/7/2024).

2 dari 6 halaman

Asal Usul Tari Topeng Cirebon

Tari Topeng Cirebon, yang juga dikenal sebagai Tari Topeng Cirebonan, memiliki asal usul yang dapat ditelusuri sejak abad ke-10 Masehi. Pada periode tersebut, tari topeng sudah dikembangkan dan digunakan sebagai bagian dari aktivitas seni dan budaya di Jawa Timur. Tari topeng berkembang pesat pada abad ke-16 Masehi, khususnya pada masa pemerintahan Prabu Panji Dewa, yang merupakan Raja Jenggala di Jawa Timur pada saat itu.

Seiring berjalannya waktu, tari topeng mulai menyebar ke berbagai daerah di Jawa Barat, termasuk daerah Cirebon. Di daerah Cirebon, tari topeng kemudian berpadu dengan kesenian lokal, menciptakan sebuah tarian yang khas dan unik. Tari Topeng Cirebon tidak hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga memiliki makna, simbol, dan filosofi tertentu. Melalui setiap gerakan dan ekspresi wajah dari penari topeng, tarian ini menggambarkan berbagai nilai seperti percintaan, kepemimpinan, dan kebijaksanaan.

Dalam setiap pertunjukannya, Tari Topeng Cirebon berusaha untuk menyampaikan makna-makna tersebut kepada penonton agar lebih mudah dipahami dan dapat diambil sebagai pelajaran. Menariknya, dalam cerita yang beredar di masyarakat, terdapat catatan bahwa Tari Topeng Cirebon pernah digunakan oleh Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga sebagai media dakwah, atau penyampaian ajaran agama, kepada masyarakat pada masa lampau.

Sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia, Tari Topeng Cirebon memiliki peran penting dalam melestarikan warisan budaya dan memperkenalkannya kepada generasi muda.

3 dari 6 halaman

Filosofi dan Makna Tari Topeng Cirebon

Tari Topeng Cirebon memiliki filosofi dan makna yang mendalam. Awalnya, tarian ini hanya ditampilkan di lingkungan keraton, namun seiring waktu, tari topeng juga digelar untuk masyarakat umum sebagai hiburan. Selain sebagai sarana hiburan, tari ini juga digunakan sebagai media penyebaran agama Islam.

Tari Topeng Cirebon dikemas sebagai pertunjukan yang mengandung nilai filosofis dan watak. Pengemasan ini bertujuan untuk menggambarkan ketakwaan manusia dalam beragama. Tarian ini juga melambangkan berbagai sifat dan perilaku manusia, seperti makrifat atau insan kamil yang merupakan tingkatan tertinggi dalam beragama dan hakikat, yang mencerminkan manusia yang sudah memahami hak-hak sebagai hamba dan pencipta.

Selain itu, tari ini juga menggambarkan tarekat, yang menggambarkan manusia yang hidup dan menjalankan agamanya dalam kehidupan sehari-hari, serta syariat, yang menggambarkan manusia yang telah memasuki dan mengenal ajaran Islam. Tidak hanya sebagai hiburan, tari Topeng Cirebon juga memiliki nilai-nilai dan pesan tertentu. Nilai-nilai ini hadir dalam bentuk simbolik, yang perlu dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tari Topeng Cirebon dipercaya memiliki nilai pendidikan dalam hal cinta, kepribadian, penggambaran kehidupan manusia dari kecil hingga dewasa, dan pengendalian emosi. Dengan nilai-nilai ini, Tari Topeng Cirebon menjadi sebuah seni yang tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga memberikan pesan moral dan pendidikan.

4 dari 6 halaman

Pementasan Tari Topeng Cirebon

Pementasan Tari Topeng Cirebon memiliki perjalanan yang unik seiring dengan perkembangan zaman. Dulu, tari topeng ini dipentaskan di tempat terbuka yang berbentuk setengah lingkaran. Pementasan biasanya diadakan di halaman rumah dengan menggunakan penerangan berupa obor.

Namun, seiring berkembangnya teknologi, sekarang ini pertunjukan tari topeng dilakukan di dalam gedung yang sudah dihias dengan lampu penerangan. Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana yang lebih terang dan memperkuat nuansa keindahan pertunjukan.

Pementasan Tari Topeng Cirebon memiliki tiga jenis tujuan yang berbeda. Pertama adalah pagelaran komunal, yang dilaksanakan untuk semua lapisan masyarakat. Dalam pagelaran ini, semua elemen masyarakat berpartisipasi. Acara tersebut dirangkai dengan arak-arakan dalang dan atraksi yang meriah. Biasanya pagelaran ini berlangsung selama beberapa malam dan menjadi bagian dari acara hajatan desa, ziarah kubur, atau acara kepemudaan.

Kedua, pagelaran individual, yang merupakan acara yang digelar secara individu atau perseorangan. Pagelaran ini biasanya menjadi bagian dari hiburan dalam pernikahan, khitan, haulan, atau saat nazar terpenuhi. Biasanya dilakukan di halaman rumah.

Ketiga, pagelaran babarangan, yang merupakan pementasan yang dilakukan dengan cara mengelilingi kampung dan inisiatif dari dalang topeng perseorangan. Biasanya dilaksanakan ketika suatu desa sedang melakukan panen atau perkotaan sedang merayakan peringatan tertentu. Namun, jika pementasan ini digelar sebelum panen, hal tersebut menandakan bahwa desa tersebut sedang mengalami kekeringan.

Pementasan Tari Topeng Cirebon menjadi salah satu tradisi seni tari yang kaya dan memiliki nilai historis yang tinggi di Indonesia.

5 dari 6 halaman

Properti yang Digunakan dalam Tari Topeng Cirebon

Tari Topeng Cirebon adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Dalam penampilan Tari Topeng Cirebon, terdapat berbagai properti yang digunakan untuk memperkaya kesan dan makna dari tarian ini.

Properti pertama yang digunakan dalam Tari Topeng Cirebon adalah topeng. Topeng ini merupakan benda yang digunakan di wajah penari untuk menutupi wajah asli mereka. Biasanya, topeng terbuat dari kayu yang terukir dengan berbagai desain, seperti wajah manusia atau tokoh terkenal. Topeng yang digunakan umumnya berwarna merah.

Selanjutnya, terdapat baju kurung lengan pendek yang dipakai oleh penari. Baju kurung ini memiliki desain longgar pada lubang lengan, dada, dan perut. Khusus untuk Tari Topeng Cirebon, baju kurung yang dipilih adalah yang berlengan pendek untuk memperkuat gerakan tangan penari. Baju kurung ini umumnya berwarna merah dengan motif dan renda benang keemasan pada bagian lengan.

Properti lain yang digunakan adalah mongkron, yaitu penutup dada bagi para penari. Mongkron ini bisa berupa kain dari baju kurung yang dibordir atau kain batik. Setiap daerah memiliki bentuk mongkron yang berbeda, seperti kotak, segitiga, atau bulat.

Terdapat juga sampur, yaitu selembar kain panjang yang dilingkarkan pada leher penari. Sampur ini berfungsi sebagai salah satu bagian dari gerakan tari dan biasanya berwarna cerah seperti merah, hijau, atau kuning.

Selain itu, terdapat celana kurung sepertiga yang panjangnya hanya di bawah lutut penari. Celana ini memudahkan gerakan penari dan umumnya tak punya motif yang mencolok.

Kain penutup juga digunakan dengan melilitkannya pada pinggang sampai atas paha penari. Kain ini umumnya menggunakan batik berwarna senada dengan baju kurung dan berfungsi sebagai hiasan pada celana.

Properti lain yang digunakan adalah sumping, yaitu aksesori yang dipakai di atas telinga penari. Sumping ini dipakai sebagai penambah ketegasan pada gerakan penari dan umumnya berwarna keemasan.

Mahkota juga digunakan sebagai hiasan kepala penari. Mahkota ini harus sesuai dengan karakter yang diperankan penari dan biasanya berwarna hitam dengan bordir keemasan.

Kupluk, yang merupakan penutup kepala berbahan kain, sering digunakan untuk menutupi kepala penari. Kupluk ini umumnya berwarna hitam dengan beragam aksesori.

Selain menggunakan sumping, penari juga mengenakan anting di kedua telinga. Anting ini umumnya memiliki bandul berwarna-warni dan dipilih berdasarkan warna mencolok yang melambangkan kegembiraan dan keceriaan.

Para penari menggunakan ikat pinggang sebagai penahan pakaian dan sebagai penambah keindahan kostum. Ikat pinggang ini umumnya berwarna cerah seperti kuning, biru, atau hijau.

Properti lain yang digunakan adalah keris, yang berfungsi sebagai penghias kostum penari. Keris ini menggambarkan status kewibawaan, ksatria, kebangsawanan, dan kekuatan.

Selain itu, terdapat pula gelang tangan dan gelang kaki yang digunakan untuk menambah keindahan dalam penampilan penari. Gelang tangan umumnya terbuat dari kertas, logam, atau kain berwarna keemasan, sedangkan gelang kaki terbuat dari kain atau logam dengan hiasan bordiran benang berwarna keemasan.

Terakhir, terdapat ronce bunga yang dipakaikan di mahkota penari. Ronce bunga ini merupakan untaian bunga yang disusun dan biasanya terbuat dari bunga melati atau bandul warna kuning atau merah.

Dengan adanya properti-properti tersebut, Tari Topeng Cirebon mampu memberikan kesan yang tegas, megah, gemulai, dan indah dalam setiap penampilannya. Properti-properti ini juga memperkuat pesan dan makna yang terkandung dalam tarian ini.

6 dari 6 halaman

Tari Topeng Cirebon sebagai Media Dakwah

Tari Topeng Cirebon adalah seni tari tradisional yang berkembang di kota Cirebon, Jawa Barat. Tarian ini memiliki peran penting sebagai media dakwah agama Islam di wilayah tersebut. Pada tahun 1470, saat masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam. Sunan Gunung Jati menggunakan Tari Topeng sebagai media untuk mengenalkan agama Islam kepada masyarakat.

Tari Topeng Cirebon tidak hanya digunakan secara mandiri, tetapi juga dalam kombinasi dengan berbagai seni lainnya seperti Gamelan Renteng, Wayang Kulit, Reog, Brai, Angklung, dan Berokan. Kombinasi seni ini memberikan nilai estetika dan kesakralan yang lebih mendalam dalam penyampaian pesan dakwah.

Tari Topeng Cirebon juga memiliki kisah legenda dalam sejarahnya. Pada masa kekuasaan Sunan Gunung Jati, Cirebon menghadapi serangan dari Pangeran Welang dan Karawang yang sangat sakti. Untuk mengakhiri pertikaian, Sunan Gunung Jati menggunakan diplomasi melalui seni tari. Muncullah kelompok seni tari yang dipimpin oleh Nyi Mas Gandasari. Melalui tarian tersebut, Pangeran Welang jatuh cinta pada penari dan menyerahkan pedang Curug Sewu. Setelah itu, Pangeran Welang turut menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati.

Tari Topeng Cirebon kemudian berkembang menjadi lima jenis tarian yang berbeda, yaitu Tari Topeng Tumenggung, Tari Topeng Kelana, Tari Topeng Samba, Tari Topeng Rumyang, dan Tari Topeng Panji. Kelima jenis tarian ini dikenal dengan nama Panca Wanda.

Dengan sejarah dan legenda yang dimilikinya, Tari Topeng Cirebon tidak hanya sekadar seni tari tradisional, melainkan juga memiliki nilai-nilai religius yang disampaikan melalui gerakan-gerakan tari yang indah. Sehingga, tari topeng ini menjadi media dakwah yang efektif dalam menyebarkan agama Islam di Cirebon.