Sukses

Gejala Hoarding Disorder yang Perlu Diwaspadai, Sering Diabaikan

Penderita hoarding disorder merasa kesulitan untuk membuang atau berpisah dengan harta benda mereka karena kebutuhan yang dirasakan untuk menyelamatkan benda-benda tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Hoarding disorder adalah salah satu gangguan kesehatan mental yang seringkali terabaikan, meski dampaknya bisa sangat merusak. Gangguan ini ditandai dengan keinginan yang kuat untuk menyimpan barang-barang, meskipun barang tersebut sudah tidak lagi terpakai.

Penderita hoarding disorder merasa kesulitan untuk membuang atau berpisah dengan harta benda mereka karena kebutuhan yang dirasakan untuk menyelamatkan benda-benda tersebut. Akumulasi barang yang berlebihan ini tidak hanya membuat kondisi rumah menjadi sempit dan tidak teratur, tetapi juga bisa memengaruhi fungsi kehidupan sehari-hari dan kesehatan fisik.

Banyak penderita hoarding disorder tidak menyadari bahwa mereka mengalami gangguan. Situasi ini membuat proses pengobatan dan penanganannya menjadi lebih sulit. Kondisi ini sering kali mengakibatkan konflik dengan keluarga dan orang-orang terdekat karena ruangan yang sempit dan penuh barang. Berikut ulasan lebh lanjut tentang gejala hoarding disorder yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (17/7/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gejala Hoarding Disorder yang Seringkali Diabaikan

Hoarding disorder sering kali disalahartikan sebagai kebiasaan mengumpulkan barang karena hobi atau alasan sentimental. Namun, ada perbedaan mendasar yang harus dikenali. Orang-orang yang menderita hoarding disorder memiliki keinginan yang kuat untuk mengumpulkan barang-barang, bahkan yang tidak memiliki nilai jelas. 

Mengutip dari Journal of Clinical Psychiatry, salah satu tanda paling terlihat dari gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk membuang benda. Ketidakmampuan ini kemudian menyebabkan kondisi ruangan menjadi berantakan dan tidak bisa digunakan.

Penderita hoarding disorder biasanya percaya bahwa barang yang mereka simpan akan berguna atau bernilai di masa depan, meski keyakinan ini sering kali tidak berdasar. Kebiasaan menimbun barang tersebut menjadi tanda utama dari hoarding disorder yang sering kali diabaikan. 

Selain itu, terdapat beberapa ciri lain yang mengindikasikan seseorang mengalami hoarding disorder.

  1. Membeli barang-barang yang tidak diperlukan atau sudah tidak ada ruang untuk menaruhnya.
  2. Merasa sangat sulit untuk berpisah dengan barang-barang, terlepas dari nilai sebenarnya.
  3. Merasa perlu menyimpan barang-barang tertentu dan merasa kesal jika harus membuangnya.
  4. Ruangan di rumah menjadi berantakan dan tampak kacau karena tumpukan barang, sehingga tidak bisa digunakan dengan baik.
  5. Cenderung memiliki sifat peragu, perfeksionis, penyangkalan, penundaan, dan masalah dengan perencanaan serta pengorganisasian.
  6. Mengalami konflik dengan orang lain yang mencoba mengurangi atau menghilangkan tumpukan barang-barang dari rumah.
  7. Kesulitan dalam mengatur barang, bahkan sering kali kehilangan barang-barang penting.
  8. Menumpuk makanan atau sampah secara berlebihan dan tidak sehat.
  9. Merasa cemas atau stres saat harus membuang barang-barang.

Tanda-tanda ini sering kali diabaikan atau dianggap sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari, namun jika tidak diatasi, hoarding disorder bisa mengganggu kualitas hidup dan kesehatan seseorang. Mengenali gejala-gejala ini sejak dini sangat penting agar penderita bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk mengatasi gangguan ini.

3 dari 4 halaman

Proses Diagnosis Hoarding Disorder

Hoarding disorder sering kali tidak terdiagnosis karena penderita biasanya malah mencari pengobatan untuk masalah lain, seperti depresi atau gangguan kecemasan. Diagnosis hoarding disorder memerlukan evaluasi menyeluruh oleh seorang profesional kesehatan mental. Proses diagnosis ini melibatkan beberapa langkah penting untuk memastikan penilaian yang akurat dan komprehensif.

Langkah pertama dalam proses diagnosis adalah evaluasi psikologis. Profesional kesehatan mental akan mengajukan berbagai pertanyaan tentang kesejahteraan emosional pasien. Selain itu, pasien juga akan ditanya tentang kebiasaan memperoleh dan menyimpan barang-barang, yang dapat mengarah pada diskusi lebih mendalam tentang perilaku penimbunan.

Profesional kesehatan mental mungkin akan meminta izin untuk berbicara dengan kerabat dan teman pasien guna mendapatkan perspektif yang lebih luas tentang perilaku penimbunan. Mereka juga mungkin akan melihat gambaran rumah atau ruangan tempat pasien menyimpan barang-barang tersebut. Observasi ini penting untuk memahami sejauh mana penimbunan telah memengaruhi kehidupan sehari-hari pasien.

Untuk diagnosis medis, profesional kesehatan mental akan menggunakan kriteria yang tercantum dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association. Kriteria DSM-5 membantu memastikan bahwa diagnosis hoarding disorder dibuat berdasarkan standar yang diakui secara internasional. 

Beberapa kriteria ini meliputi,

  1. Kesulitan yang terus-menerus dalam membuang atau berpisah dengan barang-barang, terlepas dari nilainya.
  2. Kebutuhan untuk menyimpan barang-barang dan merasa kesulitan atau stres saat berpikir harus membuangnya.
  3. Penumpukan barang-barang yang mengakibatkan ruang hidup menjadi penuh sesak dan tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya.
  4. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang signifikan atau mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya dalam kehidupan.

Selain itu, pasien juga mungkin akan ditanyai untuk mengetahui apakah mereka memiliki gejala gangguan kesehatan mental lainnya. Ini penting karena hoarding disorder seringkali terkait dengan gangguan lain seperti depresi, gangguan kecemasan, atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

Proses diagnosis hoarding disorder memerlukan pendekatan yang hati-hati dan menyeluruh untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan bantuan yang tepat. Mengenali gejala-gejalanya dan memahami proses diagnosis dapat membantu penderita dan keluarga mereka mencari bantuan lebih awal dan menghindari dampak negatif yang lebih besar.

4 dari 4 halaman

Pengobatan Hoarding Disorder

Pengobatan hoarding disorder bisa menjadi tantangan karena banyak penderita tidak menyadari dampak negatif dari penimbunan pada kehidupan mereka atau tidak percaya bahwa mereka membutuhkan pengobatan. Namun, dengan pendekatan yang tepat, hoarding disorder dapat diatasi. Terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioral Therapy/CBT) dan obat-obatan adalah metode utama dalam pengobatan gangguan ini.

Terapi Perilaku Kognitif (CBT)

Terapi perilaku kognitif adalah bentuk psikoterapi yang paling umum digunakan untuk mengobati hoarding disorder. Terapi ini bertujuan untuk membantu penderita mengenali dan mengubah pemikiran serta perilaku yang mendasari penimbunan.

 Beberapa langkah yang mungkin dilakukan dalam CBT meliputi,

  1. Identifikasi dan Tantang Pemikiran: Penderita diajarkan untuk mengidentifikasi dan menantang pemikiran serta keyakinan yang terkait dengan memperoleh dan menyimpan barang. Ini membantu mengurangi kecemasan yang muncul saat harus membuang barang-barang.
  2. Menahan Keinginan Menyimpan: Penderita belajar menahan keinginan untuk terus menyimpan lebih banyak barang dan memahami dampak negatif dari penimbunan.
  3. Organisasi dan Kategorisasi: Terapi membantu penderita mengembangkan keterampilan dalam mengatur dan mengkategorikan harta benda, sehingga mereka dapat memutuskan mana yang harus dibuang dan mana yang disimpan.
  4. Peningkatan Keterampilan Pengambilan Keputusan dan Sistem Koping: Penderita dilatih untuk meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan dan sistem koping mereka untuk menghadapi stres tanpa harus bergantung pada penimbunan barang.
  5. Merapikan Rumah Secara Rutin: Penderita diajarkan untuk merapikan rumah secara rutin, yang membantu menjaga lingkungan tetap teratur dan bebas dari tumpukan barang-barang yang tidak diperlukan.
  6. Mengurangi Isolasi Sosial: Terapi juga berfokus pada mengurangi isolasi sosial dengan meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan sosial yang lebih bermakna.
  7. Meningkatkan Motivasi untuk Perubahan: Penderita belajar cara meningkatkan motivasi untuk melakukan perubahan positif dalam hidup mereka.

Obat-obatan

Selain terapi perilaku kognitif, obat-obatan dapat diberikan sebagai pengobatan tambahan, terutama jika penderita juga mengalami gangguan kecemasan atau depresi. Obat-obatan ini dapat membantu mengurangi gejala yang terkait dengan gangguan hoarding disorder dan meningkatkan efektivitas terapi.

Terapi Keluarga atau Kelompok

Menghadiri terapi keluarga atau kelompok dapat memberikan dukungan tambahan bagi penderita hoarding disorder. Keterlibatan keluarga dan teman-teman dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih suportif dan mendukung proses pemulihan.

Kunjungan Berkala dan Perawatan Berkelanjutan

Untuk mempertahankan kebiasaan sehat dan mencegah kambuhnya gejala, kunjungan berkala ke terapis atau profesional kesehatan mental lainnya sangat dianjurkan. Perawatan berkelanjutan membantu penderita tetap fokus pada tujuan pengobatan dan memastikan bahwa mereka tetap berada di jalur yang benar.

Pengobatan hoarding disorder membutuhkan komitmen dan kerja sama antara penderita, keluarga, dan profesional kesehatan mental. Dengan pendekatan yang tepat, penderita hoarding disorder dapat belajar mengelola gejala mereka dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.