Sukses

Belum Pernah Ada Presiden Perempuan di Amerika, Bisakah Kamala Harris Kalahkan Trump?

Kemungkinan terpilihnya presiden perempuan di Amerika Serikat kini semakin nyata dengan majunya Kamala Harris.

Liputan6.com, Jakarta - Kondisi politik di Amerika Serikat jelang Pemilu 5 November 2024 kini semakin memanas setelah Presiden Joe Biden mengumumkan mundur dari pencalonan. Ia memberikan dukungan penuh kepada Wakil Presiden Kamala Harris untuk maju sebagai kandidat dari Partai Demokrat.

Keputusan ini membuka peluang bagi Harris untuk menjadi presiden perempuan pertama dalam sejarah Amerika Serikat. Sebuah capaian yang belum pernah terwujud selama 248 tahun berdirinya negara adidaya tersebut. Meskipun Hillary Clinton pernah menjadi kandidat presiden perempuan pertama pada Pemilu 2016, ia gagal memenangkan kursi kepresidenan.

Kemungkinan terpilihnya presiden perempuan di Amerika Serikat kini menjadi lebih nyata dengan majunya Kamala Harris sebagai kandidat utama Partai Demokrat. Harris, yang telah mencetak sejarah sebagai wakil presiden perempuan dan kulit hitam pertama, kini berpeluang untuk kembali membuat terobosan dengan menjadi presiden perempuan pertama, jika berhasil mengalahkan mantan Presiden Donald Trump dari Partai Republik.

Pentingnya mengetahui prediksi kemenangan Kamala Harris terhadap Donald Trump tidak hanya relevan bagi warga Amerika Serikat. Akan tetapi juga bagi masyarakat global mengingat pengaruh besar kebijakan AS terhadap politik internasional.

Jika Harris berhasil memenangkan pemilihan dan menjadi presiden perempuan di Amerika Serikat, hal ini akan menjadi tonggak sejarah yang mengubah lanskap politik global. Berikut Liputan6.com ulas prediksi kemenangan Kamala Harris menjadi presiden perempuan pertama di Amerika Serikat, Selasa (23/7/2024). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Belum Ada Presiden Perempuan di Amerika Serikat

Sejarah presiden perempuan di Amerika Serikat selama ini masih berupa angan-angan yang belum terwujud, meskipun AS telah berdiri selama 248 tahun. Melansir dari berbagai sumber, termasuk studi Pew Research, hanya 18 persen warga AS yang menganggap penting untuk memiliki presiden perempuan selama masa hidup mereka.

Mayoritas 64 persen menyatakan bahwa hal tersebut tidak terlalu penting atau bahkan tidak penting sama sekali. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat AS masih belum terlalu antusias dengan gagasan memiliki pemimpin perempuan di kursi kepresidenan.

Meskipun demikian, peluang untuk memiliki presiden perempuan di Amerika Serikat kembali terbuka lebar setelah Joe Biden mengumumkan mundur dari pencalonan dan memberikan dukungan penuh kepada Wakil Presiden Kamala Harris.

Melansir dari pernyataan Biden di platform X, ia menyatakan, "Hari ini saya ingin memberikan dukungan penuh dan dukungan saya agar Kamala menjadi calon dari partai kami tahun ini." Dukungan ini menjadi angin segar bagi kampanye Harris yang kini berpeluang besar menjadi kandidat utama dari Partai Demokrat.

Optimisme Kamala Harris

Kamala Harris sendiri telah mencetak sejarah dengan menjadi wakil presiden perempuan dan kulit hitam pertama dalam sejarah AS. Pencapaian ini menjadi modal penting bagi Harris dalam upayanya menjadi presiden perempuan di Amerika Serikat.

Melansir dari Sky News, Harris menyatakan, "Sebagai putri California, saya bangga bahwa delegasi dari negara bagian asal saya membantu kampanye kami melampaui batas. Saya berharap dapat secara resmi menerima pencalonan segera." Pernyataan ini menunjukkan optimisme Harris dalam menghadapi tantangan politik yang akan dihadapinya.

Menariknya, meskipun AS belum pernah memiliki presiden perempuan, banyak negara lain telah dipimpin oleh perempuan. Indonesia pernah dipimpin oleh Megawati Sukarnoputri, Inggris oleh Margaret Thatcher, India oleh Indira Gandhi, dan Jerman oleh Angela Merkel.

Fakta ini menjadi ironi tersendiri bagi AS yang sering menyebut dirinya sebagai pemimpin dunia demokrasi. Ketiadaan presiden perempuan di AS menjadi cerminan dari kompleksitas politik dan budaya negara tersebut.

Penelitian menunjukkan bahwa hambatan bagi presiden perempuan di Amerika Serikat tidak hanya berasal dari persepsi masyarakat, tetapi juga dari perlakuan media dan standar ganda dalam menilai kandidat perempuan.

Amanda Hunter dari Barbara Lee Foundation menyatakan, "Wanita dinilai lebih keras jika mereka tampak belajar sambil bekerja. Jadi itu berarti mereka harus sangat siap untuk mencalonkan diri, sementara pria dapat mencari tahu sendiri seiring berjalannya waktu."

 

3 dari 3 halaman

Prediksi Kemenangan Kamala Harris

Prediksi kemenangan Kamala Harris dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 5 November 2024 menjadi topik hangat di kalangan pengamat politik dan media. Melansir dari Associated Press, Harris telah memperoleh dukungan 2.214 delegasi, jauh melampaui mayoritas yang dibutuhkan untuk meraih pencalonan pada pemungutan suara pertama di Konvensi Partai Demokrat.

Angka tersebut menunjukkan solidnya dukungan internal partai terhadap Harris, yang menjadi modal penting dalam menghadapi persaingan dengan Donald Trump dari Partai Republik. Meskipun prediksi kemenangan Kamala Harris terhadap Donald Trump masih menjadi perdebatan, beberapa faktor tampaknya berpihak pada Harris.

1. Peroleh dukungan penuh dari Joe Biden

Pertama, dukungan penuh dari Presiden Joe Biden yang berjanji akan bekerja keras di bulan-bulan terakhirnya sebagai presiden untuk berkampanye bagi Harris.

Biden menyatakan, "Saya tidak akan kemana-mana. Saya akan berada di luar sana dalam kampanye bersamanya, dengan Kamala. Saya akan bekerja keras. Baik sebagai presiden yang sedang menjabat, meloloskan undang-undang, maupun berkampanye."

Dukungan dari presiden petahana ini diprediksi akan memberikan bobot signifikan bagi kampanye Harris.

2. Adanya prestasi administrasi Biden-Harris

Faktor kedua yang mendukung prediksi kemenangan Kamala Harris adalah prestasi administrasi Biden-Harris yang dapat dijadikan modal kampanye. Harris menyoroti pencapaian seperti penciptaan jutaan lapangan kerja, pengendalian pandemi Covid-19, dan upaya membela demokrasi di dalam dan luar negeri.

Mengutip dari pernyataan Harris, "Selama 106 hari ke depan, kita akan membawa kasus kita kepada rakyat Amerika dan kita akan menang." Pernyataan ini mencerminkan optimisme Harris dalam menghadapi pertarungan politik yang akan datang.

Namun, prediksi kemenangan Kamala Harris juga harus mempertimbangkan tantangan yang akan dihadapinya. Salah satu tantangan utama adalah persepsi publik tentang pemimpin perempuan di AS. Studi Pew Research sebelumnya menunjukkan bahwa hanya 25 persen orang dewasa AS yang percaya bahwa sangat atau cukup mungkin AS akan memilih presiden perempuan selama masa hidup mereka. Angka tersebut mencerminkan skeptisisme yang masih ada di masyarakat AS terhadap kepemimpinan perempuan di tingkat tertinggi.

Terlepas dari tantangan tersebut, Kamala Harris tampak optimis dengan situasi ini. Dalam pidatonya, Harris menegaskan komitmennya untuk melarang senjata serbu dan memperjuangkan kebebasan reproduksi, isu-isu yang diprediksi akan menjadi poin penting dalam kampanyenya. Harris juga menekankan pentingnya membangun kelas menengah sebagai tujuan utama kepresidenannya, sebuah strategi yang diprediksi akan menarik dukungan dari basis pemilih tradisional Partai Demokrat.

Prediksi kemenangan Kamala Harris akhirnya akan diuji dalam pemilihan November mendatang. Jika berhasil mengalahkan Donald Trump, Harris tidak hanya akan menjadi presiden perempuan pertama AS, tetapi juga akan membuka babak baru dalam sejarah politik negara adidaya tersebut. Keberhasilannya akan bergantung pada kemampuannya untuk meyakinkan pemilih AS bahwa ia adalah kandidat terbaik untuk memimpin negara, terlepas dari jenis kelamin atau latar belakang etnisnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.