Liputan6.com, Jakarta Pilkada inklusif adalah konsep yang memastikan semua warga negara. Ini termasuk kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah.
Baca Juga
Advertisement
Penyelenggaraan pilkadan mencakup tidak hanya akses fisik ke tempat pemungutan suara, tetapi juga mencakup seluruh proses pemilu yang dapat diakses oleh semua orang, mulai dari kampanye hingga pemungutan suara dan penghitungan hasil. Pilkada inklusif merupakan bagian dari komitmen yang lebih luas terhadap hak asasi manusia, yang menegaskan bahwa setiap orang, tanpa terkecuali, memiliki hak untuk ikut serta dalam urusan publik dan politik.
Dalam konteks demokrasi yang sehat dan inklusif, penting untuk memahami bahwa pilkada inklusif tidak hanya berarti membuat fasilitas fisik dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Lebih dari itu, ini adalah tentang menghapus segala bentuk diskriminasi yang mungkin menghalangi seseorang untuk terlibat dalam proses politik. Hal ini termasuk menyediakan informasi yang mudah diakses dan dapat dipahami, serta memastikan bahwa semua warga negara merasa nyaman dan aman dalam menggunakan hak pilih mereka.
Untuk memahami lebih dalam tentang apa itu pilkada inklusif serta bagaimana mewujudkannya, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari Komite Independen Sadar Pemilu (KISP), Selasa (30/7/2024).
Pilkada Inklusif dan Aksesibilitas
Penyelenggaraan pilkada yang inklusif dan aksesibel adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat. Data menunjukkan bahwa sekitar 8,56% penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas, namun akses mereka terhadap hak politik sering kali terbatas karena kurangnya fasilitas dan layanan yang mendukung. Pilkada inklusif adalah upaya untuk mengatasi hambatan ini dan memastikan bahwa semua pemilih, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, sensorik, atau intelektual, dapat berpartisipasi secara penuh dalam proses pemilu.
Beberapa langkah praktis yang dapat diambil untuk meningkatkan inklusivitas dalam pilkada meliputi penghapusan persyaratan diskriminatif dalam pencalonan, seperti persyaratan 'sehat/mampu jasmani dan rohani', serta perubahan terminologi dari 'disabilitas' menjadi 'difabilitas' yang lebih menghargai keberagaman kemampuan. Selain itu, undang-undang pemilu harus mencakup jaminan kesetaraan hak politik bagi difabel, memastikan bahwa mereka tidak hanya diizinkan untuk memilih, tetapi juga dapat berpartisipasi sebagai kandidat atau penyelenggara pemilu.
Advertisement
Perspektif Hukum dan Kebijakan
Di Indonesia, hak-hak penyandang disabilitas dalam berpartisipasi dalam pemilu telah diakui dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Regulasi ini mengamanatkan agar semua proses pemilu, termasuk pilkada, harus dapat diakses oleh semua warga negara, tanpa diskriminasi. Namun, implementasi di lapangan masih sering menemui tantangan, terutama dalam hal penyediaan fasilitas yang memadai di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Sebagai contoh, masih banyak TPS yang tidak dilengkapi dengan aksesibilitas untuk pengguna kursi roda atau tidak menyediakan surat suara dalam huruf braille untuk pemilih tunanetra. Selain itu, kurangnya informasi pemilu dalam format yang mudah diakses, seperti video dengan bahasa isyarat atau materi yang disederhanakan, membuat sebagian penyandang disabilitas kesulitan untuk memahami proses dan informasi terkait pemilu. Kondisi ini menekankan pentingnya perbaikan infrastruktur dan layanan untuk mendukung partisipasi penuh penyandang disabilitas dalam pemilu.
Upaya Meningkatkan Partisipasi Difabel dalam Pilkada
Untuk mencapai pilkada inklusif yang sesungguhnya, berbagai upaya perlu dilakukan oleh semua pihak. Pertama, diperlukan edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif tentang pentingnya pilkada inklusif, baik kepada penyelenggara pemilu maupun masyarakat luas. Ini termasuk pelatihan khusus bagi petugas pemilu tentang cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas dan memberikan bantuan yang diperlukan tanpa mengurangi otonomi pemilih.
Kedua, pemerintah harus memastikan bahwa semua TPS dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, seperti jalan akses yang rata dan lebar, bilik suara yang lebih luas untuk pengguna kursi roda, dan tersedianya alat bantu seperti template braille atau pendamping bagi tunanetra. Ketiga, penyandang disabilitas harus dilibatkan secara aktif dalam seluruh proses pemilu, termasuk dalam perencanaan dan pengawasan, agar kebutuhan dan hambatan yang mereka hadapi dapat dikenali dan diatasi sejak awal.
Keempat, perlu adanya mekanisme pengawasan yang kuat untuk memastikan bahwa hak-hak penyandang disabilitas dihormati dan dilaksanakan dengan baik. Ini bisa dilakukan melalui pembentukan kelompok kerja khusus yang terdiri dari perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas penyandang disabilitas. Kelompok ini dapat memantau pelaksanaan pemilu dan memberikan rekomendasi perbaikan untuk pemilu-pemilu berikutnya.
Advertisement
Kesimpulan
Pilkada inklusif adalah upaya untuk memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa kecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi. Ini adalah komitmen yang mencakup lebih dari sekadar akses fisik; ini juga mencakup jaminan bahwa semua pemilih dapat berpartisipasi dalam proses politik dengan rasa aman dan dihargai. Dengan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan penyelenggara pemilu, kita dapat mewujudkan pilkada yang benar-benar inklusif dan aksesibel, memperkuat kualitas demokrasi di Indonesia.
Mari kita berkomitmen untuk mendukung pilkada inklusif dan aksesibel, memastikan bahwa setiap suara dihitung dan setiap warga negara dapat berpartisipasi dalam membentuk masa depan bangsa. Pilkada inklusif adalah hak asasi dan tanggung jawab kita bersama untuk mewujudkannya.
Dengan penekanan pada inklusivitas dan aksesibilitas, artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya partisipasi politik yang setara bagi semua warga negara, termasuk penyandang disabilitas.