Sukses

Pulau-Pulau di Indonesia yang Diperjualbelikan Hoaks atau Fakta? Tercatat Lebih dari 200

Pulau-pulau di Indonesia yang diperjualbelikan paling banyak di DKI Jakarta dan Maluku Utara.

Liputan6.com, Jakarta Dunia maya dan masyarakat umum dibuat geger dengan pernyataan Kepala Pusat Riset Politik BRIM, Athiqah Nur Alami di mana yang bersangkutan mengutip data NGO di Indonesia, bahwa sampai tahun 2023 sudah ada lebih 200 pulau-pulau di Indonesia yang diperjualbelikan juga diprivatisasi, dan paling banyak ada di DKI Jakarta dan Maluku Utara.

Melalui pernyataan ini, apakah pulau-pulau di Indonesia yang diperjualbelikan memang benar adanya? Perlu diketahui, bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki ribuan pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya. Namun, tidak semua pulau di Indonesia dapat dijual atau diperjualbelikan secara bebas, mengingat pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari kedaulatan negara.

Meski demikian, ada beberapa kasus di mana pulau-pulau ini diiklankan untuk dijual atau disewakan di situs asing, menimbulkan kontroversi dan perhatian publik. Dengan tegas, pemerintah menyampaikan bahwa mereka hanya memberikan izin untuk menyewa pulau demi kepentingan pariwisata.

Setiap penawaran atau iklan penjualan pulau di situs asing yang melanggar hukum ditindak tegas oleh pemerintah, demi menjaga integritas dan kedaulatan wilayah negara. Berikut ini Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber, tentang informasi pulau-pulau di Indonesia yang diperjualbelikan, Rabu (31/7/2024). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pernyataan Terkait Pulau-Pulau di Indonesia yang Diperjualbelikan

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa lebih dari 200 pulau di seluruh Indonesia telah diprivatisasi dan diperjualbelikan. Informasi ini diperoleh berdasarkan data dari sejumlah organisasi nirlaba. Berdasarkan data tersebut, pulau-pulau yang paling banyak diprivatisasi berada di DKI Jakarta dan Maluku Utara. Pengungkapan ini menimbulkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran mengenai pengelolaan serta pemanfaatan pulau-pulau di Indonesia.

Kusdiantoro dari BRIN menjelaskan bahwa untuk pemanfaatan pulau yang berukuran hingga 100 kilometer persegi, sebanyak 70 persen dari wilayah pulau tersebut harus tetap menjadi hak pemerintah yang dimanfaatkan sebagai ruang hijau. Dengan demikian, investor hanya diizinkan memanfaatkan 30 persen dari pulau tersebut. Sementara itu, untuk pulau yang berukuran di atas 100 hingga 2000 kilometer persegi, rekomendasi pemanfaatan tetap berada di tangan pemerintah pusat, namun izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Selain itu, Kusdiantoro menambahkan bahwa investasi asing di pulau-pulau Indonesia harus mendapatkan izin dari pemerintah pusat, sedangkan untuk investasi lokal, izin berada di tangan pemerintah daerah. Ketentuan ini dibuat untuk memberi ruang bagi pemerintah daerah serta menjaga kerentanan pulau-pulau di Indonesia. Pemerintah pusat baru mengeluarkan izin Penanaman Modal Asing (PMA) untuk 22 pulau, dengan rincian 18 pulau untuk rekreasi seperti wisata bahari, tiga pulau untuk pembangkit tenaga surya, dan satu pulau untuk kawasan industri terintegrasi.

Peneliti Bidang Kemaritiman BRIN, Anta Maulana Nasution, menjelaskan bahwa pernyataan Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Athiqah Nur Alami pada sebuah webinar telah disalahartikan. Menurut Anta, Athiqah mengutip data dari NGO di Indonesia yang kemudian ditafsirkan sebagai 200 pulau dijual. Anta telah mengklarifikasi pernyataan Athiqah pada 10 Juli 2024 di webinar tersebut, serta menjelaskan bahwa sejumlah pulau di Indonesia telah diprivatisasi sehingga tertutup untuk masyarakat umum, karena hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB).

3 dari 4 halaman

Aturan Tentang Pembelian Pulau di Indonesia

Merujuk pada Pasal 16 Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, ditegaskan bahwa "setiap orang" yang melakukan pemanfaatan ruang di sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi. Izin lokasi ini akan menjadi dasar dari pemberian izin pengelolaan yang sah dan resmi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya izin lokasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Lebih lanjut, Pasal 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengatur bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil wajib memiliki Perizinan Berusaha untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi produksi garam, biofarmakologi laut, bioteknologi laut, pemanfaatan air laut selain energi, wisata bahari, pemasangan pipa dan kabel bawah laut, serta pengangkatan benda muatan kapal tenggelam. Peraturan ini menunjukkan upaya pemerintah dalam mengatur dan mengawasi berbagai kegiatan pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Selain kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas, Perizinan Berusaha untuk kegiatan lain akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila terdapat kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang belum diatur berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UU Cipta Kerja, maka ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi pemerintah, untuk menyesuaikan regulasi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan yang ada di lapangan.

Dalam hal pengelolaan, prinsip utama pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah untuk tujuan konservasi. Menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Aryo Hanggono, mengungkapkan bahwa persentase peruntukan ruang terbuka hijau atau konservasi bahkan mencapai 51 persen dari total luas pulau. Ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sekaligus memanfaatkan potensi ekonomi yang ada secara bijaksana dan bertanggung jawab.

4 dari 4 halaman

Pulau-Pulau Indonesia yang Kabarnya Pernah Dijual di Situs Asing

Pulau Gambar

Pada tahun 2012, Pulau Gambar yang terletak di Laut Jawa sempat diiklankan di website www.privateislandonline.com. Pulau ini ditawarkan dengan harga USD 725 ribu atau sekitar Rp 6,8 miliar (kurs Rp 9.500). Pulau Gambar memiliki luas 2,2 hektare dan digambarkan sebagai pulau unik yang masih 'perawan' dengan pantai indah di sekelilingnya. Pulau ini dianggap sangat cocok untuk dijadikan hunian pribadi karena air laut di sekitarnya relatif tenang dan dangkal, yang memungkinkan untuk aktivitas seperti menyelam, snorkeling, dan memancing. Pengunjung juga bisa menemukan berbagai jenis ikan dan lobster di tepi pantai.

Pulau Gili Nanggu

Pulau Gili Nanggu yang terletak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, juga pernah ditawarkan di situs www.privateislandonline.com dengan harga Rp 9,9 miliar. Pulau ini memiliki luas 4,99 hektare dan terletak di laut Bali, yang menambah daya tariknya. Menurut informasi di situs tersebut, pemilik pulau menawarkan berbagai fasilitas di Gili Nanggu, termasuk 10 unit cottage, 7 unit bungalow, 1 unit restoran, mini bar, kamar, dan area pengembangbiakan kura-kura. Fasilitas ini membuat pulau tersebut ideal untuk dijadikan destinasi wisata eksklusif.

Pulau Ajab

Pulau Ajab yang terletak di Kabupaten Bintan sempat masuk dalam daftar pulau yang dijual di situs privateislandonline.com pada Januari 2018. Pulau ini ditawarkan dengan harga 3,3 juta dolar AS atau sekitar Rp 44 miliar dan memiliki luas 29,9 hektare. Iklan penjualan pulau ini menimbulkan kehebohan, sehingga mendapat perhatian dari berbagai pihak termasuk pemerintah daerah dan pusat. Setelah mendapat sorotan, situs Private Island Inc yang berkantor di Ontario, Kanada, mengklarifikasi bahwa Pulau Ajab sebenarnya hanya untuk disewakan, bukan untuk dijual.

Pulau Lantigiang

Pulau Lantigiang yang berada di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, pernah dikabarkan akan dijual seharga Rp 900 juta. Pulau ini diduga dijual oleh seorang warga dari Pulau Jampea kepada seorang perempuan bernama Asdianti, warga Selayar. Namun, isu penjualan ini langsung dibantah oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah yang menegaskan bahwa Pulau Lantigiang tidak diperjualbelikan dan tengah dalam proses hukum. Pulau Lantigiang memiliki luas 5,6 hektare dan termasuk dalam zona perlindungan bahari di wilayah Balai Taman Nasional Takabonerate.

Tiga Pulau di Kepulauan Mentawai

Pada tahun 2009, tiga pulau di Kepulauan Mentawai juga dikabarkan dijual di situs asing Privateislandonline.com. Ketiga pulau tersebut adalah Pulau Makaroni, Pulau Siloinak, dan Pulau Kandui. Pulau Makaroni yang memiliki luas 14 hektare ditawarkan dengan harga US$ 4 juta, Pulau Silionak yang memiliki luas 24 hektare dihargai US$ 1,6 juta, dan Pulau Kandui yang memiliki luas 26 hektare dijual seharga US$ 8 juta. Pemerintah Indonesia telah sejak lama melarang praktek jual-beli pulau karena menyangkut kedaulatan negara. Pemerintah hanya memberikan izin untuk menyewa pulau demi kepentingan pariwisata.

Pulau Sumba

Pada tahun 2021, kasus penjualan Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur muncul di situs asing Privateislandonline.com. Di antara ribuan pulau yang dijual di situs tersebut, tidak tertera harga untuk Pulau Sumba. Kepala Biro Humas Setda NTT, Marius Jelamu, menegaskan bahwa Pemprov NTT tidak berniat menjual pulau di wilayah NTT karena pulau merupakan wilayah kedaulatan negara. Kasus ini menjadi perhatian karena melibatkan isu kedaulatan dan integritas wilayah negara.

Pulau Punggu

Pulau Punggu yang terletak tidak jauh dari Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, pernah diiklankan di situs Skyproperty.org dengan harga US$ 11 juta atau sekitar Rp 135 miliar. Pulau ini memiliki luas 117 hektare dan telah bersertifikat hak milik. Penjualan pulau ini menjadi sorotan karena menyangkut kedaulatan negara dan kepentingan nasional.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.