Liputan6.com, Jakarta Virus Chandipura baru-baru ini menggemparkan India dengan jumlah korban jiwa yang terus meningkat. Sejak awal Juni 2024, wabah mematikan ini telah merenggut nyawa setidaknya 38 orang, sebagian besar anak-anak dan remaja. Kejadian ini menandai salah satu wabah terburuk dalam lebih dari dua dekade terakhir di negara tersebut. Laporan awal menyebutkan bahwa virus ini memiliki potensi untuk menimbulkan dampak fatal dalam waktu yang sangat singkat.
Dalam waktu kurang dari enam jam setelah terinfeksi, virus Chandipura dapat menyebabkan kerusakan parah pada tubuh manusia. Penyakit ini, yang mirip dengan rabies, menyebabkan peradangan dan pembengkakan otak atau ensefalitis. Gejala awal mungkin tampak seperti flu biasa, namun cepat berkembang menjadi kondisi serius yang dapat berakhir dengan kematian.
Dengan penularan yang diduga terjadi melalui serangga seperti lalat pasir, nyamuk, dan kutu, virus ini menuntut perhatian mendalam dari pihak berwenang dan masyarakat. Kejadian ini menggarisbawahi urgensi untuk memahami lebih lanjut tentang asal-usul dan penyebaran virus Chandipura untuk mencegah wabah serupa di masa depan. Lantas bagaimana Virus Chandipura mulai muncul dan apa saja gejalanya?
Advertisement
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi lengkapnya pada Jumat (2/8).
Asal Mula Penemuan Virus Chandipura
Chandipura vesiculovirus (CHPV) adalah virus yang termasuk dalam keluarga Rhabdoviridae, yang dikenal menyebabkan penyakit ensefalitis pada manusia yang disebut ensefalitis Chandipura atau ensefalitis viral Chandipura. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1965 setelah berhasil diisolasi dari darah dua pasien di desa Chandipura, yang terletak di negara bagian Maharashtra, India. Sejak saat itu, CHPV telah dikaitkan dengan beberapa wabah penyakit ensefalitis yang tidak dapat dijelaskan di wilayah India bagian tengah.
Pada periode antara Juni hingga Agustus 2003, terjadi wabah besar di negara bagian Andhra Pradesh dan Maharashtra, di mana 329 anak terinfeksi virus ini dan 183 di antaranya meninggal dunia. Wabah ini menunjukkan dampak serius dari virus ini pada kesehatan anak-anak, dengan angka kematian yang sangat tinggi. Selain itu, kasus sporadis dan kematian pada anak-anak juga dilaporkan terjadi di negara bagian Gujarat pada tahun 2004.
Virus Chandipura vesiculovirus ini juga terisolasi dari lalat pasir di India dan Afrika Barat, yang menunjukkan bahwa gigitan lalat pasir kemungkinan merupakan cara penyebaran utama virus ini. Kehadiran virus di Afrika menunjukkan distribusi yang luas, meskipun belum ada kasus manusia yang terdeteksi di luar India. Nama "Chandipura" sendiri diambil dari nama desa tempat virus ini pertama kali diidentifikasi, yaitu desa Chandipura di Maharashtra, India, selama wabah ensefalitis pada tahun 1965.
Advertisement
Penyakit Akibat Virus Chandipura
Ensefalitis Chandipura, juga dikenal sebagai ensefalitis viral Chandipura, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chandipura vesiculovirus. Penyakit ini termasuk dalam spesialisasi penyakit infeksi dan ditandai dengan gejala-gejala serius seperti demam tinggi, kejang, kebingungan, diare, muntah, sakit kepala, ketidaksadaran, dan koma. Infeksi virus ini dapat berkembang pesat dan menyebabkan kematian dalam kasus-kasus berat.
Gejala dan Pengobatan
Gejala infeksi virus Chandipura biasanya dimulai dengan demam, sakit kepala, dan kejang. Kondisi ini dapat dengan cepat memburuk menuju ketidaksadaran dan koma, dan pada kasus yang parah, bisa berujung pada kematian. Sayangnya, tidak ada pengobatan khusus atau vaksin yang tersedia untuk infeksi virus Chandipura, sehingga penanganan difokuskan pada perawatan suportif dan tindakan pencegahan seperti pengendalian nyamuk untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit.
Wabah yang Pernah Terjadi
Wabah ensefalitis Chandipura pertama kali mendapat perhatian luas pada tahun 2003, ketika 329 anak di negara bagian Andhra Pradesh dan Maharashtra terinfeksi virus ini, dan 189 di antaranya meninggal dunia. Selanjutnya, pada tahun 2009, terdapat 52 kasus positif dengan 15 kematian, diikuti oleh 50 kasus dan 16 kematian pada tahun 2010. Antara tahun 2009 dan 2011, tercatat 110 kasus positif dengan 3 kematian.
Pada tahun 2010, wabah di distrik Kheda, Vadodara, dan Panchmahal di Gujarat mengakibatkan 17 kematian. Gigitan lalat pasir, yang dapat ditemukan di celah-celah dinding atau bagian rumah yang terbuat dari pasir atau tanah, dikaitkan dengan penyebaran wabah ini. Kasus sporadis juga dilaporkan terjadi di Gujarat pada tahun 2014 dan 2016, dengan seorang gadis dari Ahmedabad meninggal dunia pada tahun 2016 dan seorang gadis dari Bhayli, Vadodara meninggal pada tahun 2019. Upaya pengendalian dan pemantauan tetap menjadi kunci untuk mengatasi ancaman dari virus ini.
Wabah Terbaru
Pada bulan Juli 2024, distrik Sabarkantha di negara bagian Gujarat, India, mengalami wabah ensefalitis Chandipura yang mempengaruhi terutama anak-anak. Wabah ini telah menimbulkan kekhawatiran besar di bidang kesehatan masyarakat karena penyebarannya yang cepat dan keparahan gejala yang diamati pada individu yang terkena. Hingga saat ini, telah dikonfirmasi 38 kematian akibat virus ini. Namun, angka kematian yang sebenarnya masih spekulatif dan dapat mencapai 48 orang.
Pentingnya penelitian dan persiapan terhadap infeksi seperti CHPV tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama dengan dampak perubahan iklim dan globalisasi yang terus mempengaruhi perkembangan penyakit yang ditularkan oleh vektor. Perubahan lingkungan dan pola mobilitas manusia berpotensi memperluas jangkauan penyakit ini, sehingga menjadi semakin mendesak untuk menggabungkan upaya ilmiah terbaru dengan kampanye kesehatan masyarakat dan keterlibatan komunitas. Dengan pendekatan yang komprehensif, kita dapat mengurangi dampak dari CHPV dan meningkatkan kesiapsiagaan kita terhadap kemungkinan wabah di masa depan. Penelitian yang berkelanjutan dan respons yang efektif sangat penting untuk mengatasi ancaman dari penyakit ini dan melindungi kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Advertisement