Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini, istilah fatherless menjadi perbincangan hangat di media sosial. Lantas, apa sebenarnya fatherless? Fatherless, atau dalam bahasa Indonesia berarti "tanpa ayah," merujuk pada kondisi di mana seorang anak tidak memiliki sosok ayah dalam kehidupannya, baik karena ayah telah meninggal, terpisah, atau tidak terlibat secara emosional dan fisik.
Baca Juga
Advertisement
Keberadaan ayah seringkali berperan penting dalam perkembangan emosional, sosial, dan psikologis anak, sehingga ketidakhadiran sosok ayah dapat memiliki dampak yang signifikan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan tanpa kehadiran ayah cenderung menghadapi berbagai tantangan, termasuk masalah perilaku, rendahnya kepercayaan diri, dan kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat.
Ada berbagai faktor penyebab terjadinya fatherless pada anak di Indonesia. Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai penyebab terjadinya fenomena fatherless dan dampaknya bagi anak yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Senin (5/8/2024).
Apa Itu Fatherless
Dikutip dari laman Institut Teknologi Sepuluh September, Psikolog dari Amerika Edward Elmer Smith mengungkapkan fatherless merupakan kondisi di mana masyarakat suatu negara tidak merasakan keberadaan dan keterlibatan figur ayah dalam kehidupan sehari-sehari anak. Bukan hanya tidak terlibat secara ruang dan waktu, ketidakhadiran sosok ayah ternyata turut memengaruhi kondisi psikis dan psikologis seorang anak.
Secara umum, fatherless, atau "tanpa ayah," adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seorang anak tidak memiliki sosok ayah yang hadir dalam hidupnya. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan, termasuk kematian, perceraian, ketidakhadiran fisik, atau ketidaklibatan emosional ayah dalam kehidupan anak. Ketidakhadiran sosok ayah dapat berdampak pada perkembangan psikologis, emosional, dan sosial anak, mempengaruhi cara mereka membangun hubungan dan pandangan mereka terhadap dunia.
Anak-anak yang dibesarkan dalam kondisi fatherless sering menghadapi tantangan seperti kurangnya dukungan emosional, rendahnya harga diri, kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat, dan masalah perilaku. Selain itu, mereka mungkin mengalami perasaan kesepian atau kehilangan, dan kurangnya teladan positif dalam hal peran ayah. Meskipun demikian, dengan dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat, anak-anak ini dapat belajar untuk mengatasi kesulitan dan mengembangkan ketahanan yang diperlukan untuk tumbuh dengan baik.
Advertisement
Penyebab Fatherless
1. Kematian
Salah satu penyebab paling umum dari kondisi fatherless adalah kematian ayah, baik karena penyakit, kecelakaan, atau sebab-sebab lainnya. Kehilangan ayah dapat memberikan dampak emosional yang besar bagi anak dan keluarga.
2. Perceraian
Perceraian atau pemisahan orang tua sering kali mengakibatkan ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak. Dalam beberapa kasus, ayah mungkin tidak memiliki akses yang cukup atau tidak terlibat dalam kehidupan anak setelah perceraian.
3. Ketidaklibatan Emosional
Terkadang, seorang ayah secara fisik hadir tetapi tidak terlibat secara emosional dalam kehidupan anak. Ketidaklibatan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masalah pribadi, kesehatan mental, atau kesibukan pekerjaan.
4. Masalah Sosial dan Ekonomi
Beberapa faktor sosial dan ekonomi, seperti kemiskinan, ketidakstabilan pekerjaan, atau perumahan yang tidak aman, dapat menyebabkan ayah tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan berujung pada ketidakhadiran.
5. Penyalahgunaan Zat
Ketergantungan pada alkohol atau obat-obatan terlarang dapat menyebabkan seorang ayah tidak mampu menjalankan perannya dengan baik, yang dapat mengakibatkan ketidakhadiran fisik atau emosional.
6. Perilaku Kriminal
Ayah yang terlibat dalam aktivitas kriminal atau yang sedang menjalani hukuman penjara sering kali tidak dapat terlibat dalam kehidupan anak, sehingga menimbulkan kondisi fatherless.
Dampak Fatherless pada Anak
1. Masalah Emosional dan Psikologis
Anak yang dibesarkan tanpa sosok ayah sering kali mengalami masalah emosional, seperti rasa kehilangan, kecemasan, dan depresi. Mereka mungkin merasa tidak aman dan memiliki masalah dengan harga diri, yang dapat berdampak pada kepercayaan diri dan kemampuan mereka untuk menjalin hubungan yang sehat di masa depan.
2. Kesulitan dalam Hubungan Sosial
Tanpa teladan positif dari seorang ayah, anak-anak dapat mengalami kesulitan dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang stabil. Mereka mungkin cenderung merasa kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya atau orang dewasa, yang dapat mengakibatkan isolasi sosial.
3. Perilaku Menyimpang
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak memiliki sosok ayah lebih mungkin terlibat dalam perilaku menyimpang, seperti penggunaan narkoba, perilaku kriminal, atau hubungan seksual di usia dini. Ketidakhadiran sosok ayah sering kali berarti kurangnya pengawasan dan bimbingan, yang dapat meningkatkan risiko ini.
4. Prestasi Akademik yang Buruk
Anak-anak fatherless cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang memiliki sosok ayah yang hadir. Ketidakstabilan emosional dan kurangnya dukungan yang konsisten dapat mengganggu kemampuan mereka untuk belajar dan terlibat dalam pendidikan.
5. Kesehatan Mental yang Buruk
Banyak anak yang tumbuh tanpa sosok ayah menghadapi risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan mental. Mereka mungkin lebih rentan terhadap gangguan kecemasan, depresi, dan stres, yang dapat memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
6. Ketidakstabilan Finansial
Dalam banyak kasus, keluarga yang mengalami fatherless menghadapi kesulitan finansial. Kehilangan sosok ayah sebagai penyokong utama dapat menyebabkan masalah ekonomi, berdampak langsung pada kualitas hidup anak, termasuk akses ke pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar.
7. Persepsi tentang Hubungan dan Gender
Anak-anak yang tumbuh tanpa sosok ayah mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang hubungan dan peran gender. Tanpa teladan positif, mereka mungkin kesulitan memahami dinamika hubungan yang sehat, memengaruhi cara mereka berinteraksi di masa depan.
Advertisement