Sukses

Transnistria Jadi Negara yang Tak Diakui Secara Internasional, Simak Fakta-Faktanya

Transnistria adalah negara yang tidak diakui secara internasional.

Liputan6.com, Jakarta Apakah Anda pernah mendengar tentang Transnistria? Negara kecil ini memiliki populasi sekitar 500.000 jiwa dan luas wilayah yang kurang dari 1.000 kilometer persegi. Keberadaannya unik dan kontroversial, karena meskipun memiliki struktur pemerintahan dan identitas nasional sendiri, Transnistria tidak diakui sebagai negara merdeka oleh sebagian besar komunitas internasional. 

Transnistria terletak di antara Moldova di barat dan Ukraina di timur. Wilayah ini dulunya merupakan bagian dari Republik Sosialis Soviet Moldova, saat masih di bawah kekuasaan Uni Soviet. Setelah Uni Soviet runtuh pada akhir tahun 1980-an dan Moldova mulai memisahkan diri serta menjalin hubungan lebih dekat dengan Rumania, situasi politik di kawasan ini menjadi sangat tegang. Pada tahun 1990, Transnistria secara sepihak mengumumkan kemerdekaannya dari Moldova, menciptakan republik sendiri yang tidak diakui secara internasional.

Deklarasi kemerdekaan Transnistria tidak diterima oleh Moldova, dan ketegangan yang sudah memanas sejak tahun-tahun sebelumnya, akhirnya meledak menjadi konflik bersenjata. Perang singkat namun brutal terjadi antara Maret dan Juli 1992, di mana mengakibatkan sekitar 1.500 korban jiwa di kedua belah pihak. Perang ini menimbulkan kerusakan yang signifikan di wilayah tersebut, baik secara fisik maupun sosial.

Kehidupan di Transnistria sendiri memiliki ciri khas yang menarik, dengan pengaruh budaya dan politik yang kuat dari Rusia. Bahasa Rusia digunakan secara luas, dan mata uang yang beredar adalah rubel. Berikut ini fakta-fakta seputar Transnistria yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (7/8/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengenal Lebih Dekat Negara Transnistria

Transnistria adalah wilayah Moldova yang terletak di antara Sungai Dniester dan perbatasan Ukraina. Meskipun secara resmi masih dianggap sebagai bagian dari Moldova, Transnistria memiliki status yang unik dan kontroversial, karena secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaannya dari Moldova pada tahun 1990, saat Uni Soviet runtuh. Selama era kejayaan Uni Soviet, Transnistria sempat menjadi bagian otonom Ukraina serta wilayah tetangga Bessarabia. Pengaruh sejarah ini menyebabkan sebagian besar penduduk Transnistria menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa utama mereka. Ketika Uni Soviet pecah, wilayah ini melihat kesempatan untuk memisahkan diri dari Moldova, yang pada saat itu berusaha menjalin hubungan lebih erat dengan Rumania.

Pada tahun 1992, ketegangan antara Transnistria dan Moldova memuncak menjadi konflik bersenjata yang berlangsung dari bulan Maret hingga Juli. Perang ini menewaskan sekitar 1.500 jiwa dan menyebabkan kerusakan yang signifikan. Konflik berakhir dengan kesepakatan gencatan senjata yang bertahan hingga hari ini. Meskipun demikian, deklarasi kemerdekaan Transnistria tidak diakui oleh komunitas internasional, sehingga wilayah ini secara resmi masih dianggap sebagai bagian dari Moldova. Transnistria sering disebut sebagai "negara yang tak diakui oleh dunia" karena statusnya yang ambigu di kancah internasional.

Sejak deklarasi kemerdekaannya, Transnistria dikuasai oleh kelompok separatis pro-Rusia. Wilayah ini telah lama menerima bantuan dan dukungan ekonomi, politik, hingga militer dari Rusia. Rusia bahkan menempatkan sekitar 1.500 tentaranya di Transnistria sebagai bentuk dukungan nyata terhadap entitas ini. Dukungan ini memperkuat hubungan antara Transnistria dan Rusia, meskipun komunitas internasional tetap tidak mengakui kedaulatan Transnistria. Presiden Transnistria, Vadim Krasnoselsky yang telah berkuasa sejak tahun 2016, secara konsisten menggaungkan prioritasnya untuk mendukung wilayah tersebut bergabung dengan Rusia. Krasnoselsky sering menyerukan keinginan ini dalam berbagai forum resmi, menegaskan tekad Transnistria untuk menjadi bagian dari Rusia.

Hingga hari ini, status politik Transnistria tetap tidak jelas. Meskipun tidak diakui sebagai negara merdeka oleh dunia, Transnistria secara de facto berfungsi sebagai republik presidensial dengan pemerintahan, parlemen, militer, polisi, dan mata uang sendiri. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih menganggap Transnistria sebagai bagian dari Moldova. Di tingkat internasional, hanya tiga entitas yang mengakui Transnistria sebagai negara merdeka: Abkhazia, Republik Artsakh, dan Ossetia Selatan. Namun, ketiga entitas ini juga hanya diakui secara terbatas oleh dunia.

 

3 dari 4 halaman

 Fakta Mengenai Negara Transnistria

1. Pernah Menjadi Bagian dari Moldova

Transnistria, atau Trans-Dniester, adalah sebidang tanah sempit yang terletak antara Sungai Dniester dan perbatasan Ukraina. Wilayah ini memisahkan diri dari Moldova pada tahun 1990. Namun, keberadaan Transnistria sebagai negara merdeka tidak diakui oleh komunitas internasional karena perselisihannya dengan Moldova. Pada bulan September 2006, Transnistria mengadakan referendum kemerdekaan yang hasilnya menegaskan kembali tuntutan mereka, untuk kemerdekaan dan mendukung persatuan dengan Rusia. Namun, hasil referendum ini tidak diakui oleh Moldova maupun komunitas internasional. Meskipun Transnistria secara de facto berfungsi sebagai negara merdeka dengan struktur pemerintahan sendiri, pengakuan internasional yang sah masih belum didapatkan hingga kini.

2. Akar Konflik dengan Moldova

Sejarah konflik Transnistria dengan Moldova berakar dari masa lalu mereka di bawah kekuasaan Uni Soviet. Transnistria sebelumnya merupakan bagian otonom dari Ukraina dan wilayah tetangga Bessarabia. Sebagian besar penduduk di wilayah ini berbicara bahasa Rusia, dan budaya serta identitas mereka sangat dipengaruhi oleh Rusia. Ketika Uni Soviet mulai runtuh, muncul kekhawatiran di Transnistria terhadap nasionalisme Moldova yang meningkat. Pada tahun 1989, Moldova mengesahkan undang-undang yang menjadikan bahasa Moldova sebagai bahasa resmi, menggantikan bahasa Rusia yang sebelumnya dominan. Langkah ini memicu ketegangan di wilayah Dniester. Sebagai tanggapan, pada bulan September 1990, Transnistria mendeklarasikan kemerdekaannya dari Moldova.

Tahun 1991, pasukan paramiliter dari Transnistria mengambil alih lembaga-lembaga publik Moldova di wilayah tersebut, dan pertempuran semakin intensif. Puncak konflik terjadi pada bulan Juni 1992, di mana pertempuran sengit terjadi di tepi kanan Sungai Dniester. Konflik ini mengakibatkan sekitar 700 korban jiwa. Konflik akhirnya mereda setelah penandatanganan gencatan senjata pada bulan Juli 1992, yang diikuti dengan pembentukan zona keamanan demiliterisasi. Meskipun konflik bersenjata berhenti, ketegangan politik antara Moldova dan Transnistria terus berlanjut hingga kini.

3. Hubungan Rusia dengan Transnistria

Keterkaitan Rusia dengan Transnistria telah terlihat sejak awal masa kemerdekaannya. Pada tahun 2001, Moskow mulai memainkan peran penting dalam perundingan damai antara Transnistria dan Moldova. Rusia sering kali menjadi batu sandungan dalam mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Selain dukungan politik, Rusia juga memberikan bantuan keuangan yang signifikan kepada Transnistria. Bantuan ini sangat penting bagi keberlangsungan ekonomi wilayah tersebut yang dikenal memiliki tingkat korupsi yang tinggi, kejahatan terorganisir, dan penyelundupan. Meskipun sering dituduh terlibat dalam penjualan senjata ilegal dan pencucian uang, Transnistria terus menyangkal tuduhan tersebut.

 

4 dari 4 halaman

4. Kaitan Transnistria dengan Perang Ukraina

Situasi geopolitik di kawasan tersebut semakin kompleks dengan keterlibatan Transnistria dalam konteks konflik antara Rusia dan Ukraina. Menurut laporan Al Jazeera, Rusia memiliki sekitar 1.500 tentara di Transnistria, yang disebut Moskow sebagai pasukan “penjaga perdamaian.” Keberadaan pasukan ini menyebabkan kekhawatiran di Kyiv bahwa mereka bisa digunakan untuk menyerang Ukraina dari arah barat. Pada tanggal 2 Februari 2024, Rusia melakukan latihan militer di wilayah Transnistria, yang semakin memperkuat dugaan bahwa kehadiran militer mereka di sana bukan sekadar untuk menjaga perdamaian, tetapi juga untuk melindungi kepentingan Rusia dari Moldova dan mungkin juga untuk menekan Ukraina.

5. Presiden Transnistria Mendukung Langkah Bergabung dengan Rusia

Presiden Transnistria saat ini Vadim Krasnoselsky, adalah pendukung kuat untuk bergabung dengan Rusia. Krasnoselsky, yang memenangkan pemilu pada tahun 2021, telah berulang kali menyatakan dukungannya agar Transnistria menjadi bagian dari Rusia dalam berbagai kesempatan resmi. Krasnoselsky adalah tokoh politik yang berpengaruh di negara tersebut, dengan latar belakang sebagai menteri dalam negeri dari tahun 2007 hingga 2012 dan anggota parlemen pada tahun 2015. Kepemimpinannya terus menggaungkan prioritas untuk mendukung integrasi Transnistria dengan Rusia, yang dilihat sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi dan keamanan wilayah tersebut.

Dalam referendum kemerdekaan yang diadakan pada tahun 2006, mayoritas penduduk Transnistria, yang berjumlah sekitar 465 ribu orang, mendukung pemisahan dari Moldova dan integrasi dengan Rusia. Meskipun hasil referendum ini tidak diakui oleh Moldova maupun komunitas internasional, Transnistria tetap teguh pada pendiriannya. Hingga kini, status politik Transnistria masih belum jelas. Meskipun tidak diakui sebagai negara merdeka oleh dunia, Transnistria berfungsi sebagai republik presidensial dengan struktur pemerintahan, parlemen, militer, polisi, dan mata uang sendiri. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih menganggap Transnistria sebagai bagian dari Moldova. Di tingkat internasional, hanya tiga entitas yang mengakui Transnistria sebagai negara merdeka: Abkhazia, Republik Artsakh, dan Ossetia Selatan. Namun, ketiga entitas ini juga hanya diakui secara terbatas oleh dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.