Sukses

Profil Oei Tiong Ham, Pengusaha Gula Asal Semarang yang Mendunia

Oei Tiong Ham merupakan salah satu pengusaha Tionghoa paling berpengaruh di Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Liputan6.com, Jakarta Oei Tiong Ham, dikenal sebagai "Raja Gula" dari Jawa, merupakan salah satu pengusaha Tionghoa paling berpengaruh di Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Lahir pada tahun 1866 di Semarang, Jawa Tengah, Oei mewarisi bisnis keluarganya yang kemudian ia kembangkan menjadi salah satu konglomerasi terbesar di Asia Tenggara. Kerajaan bisnisnya mencakup berbagai sektor, termasuk perdagangan gula, perkebunan, perkapalan, dan perbankan.

Dikenal karena kecerdasan bisnisnya yang tajam dan kemampuannya beradaptasi dengan perubahan politik, Oei berhasil memperluas pengaruhnya melampaui batas-batas kolonial. Ia membangun hubungan yang kuat dengan pemerintah kolonial Belanda, sekaligus menjaga koneksi dengan komunitas Tionghoa dan pribumi. Strategi bisnisnya yang inovatif termasuk modernisasi pabrik gula dan diversifikasi ke berbagai industri, yang memungkinkan perusahaannya bertahan dan berkembang di tengah gejolak ekonomi dan politik.

Warisan Oei Tiong Ham tidak hanya terbatas pada kesuksesan bisnisnya, tetapi juga kontribusinya terhadap masyarakat. Ia dikenal sebagai dermawan yang mendukung berbagai kegiatan amal dan pendidikan, termasuk mendirikan sekolah-sekolah untuk komunitas Tionghoa. Pengaruhnya dalam dunia bisnis dan masyarakat terus berlanjut bahkan setelah kematiannya pada tahun 1924, dengan perusahaannya yang tetap menjadi pemain kunci dalam ekonomi Indonesia selama beberapa dekade setelahnya. Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi banyak pengusaha generasi berikutnya, menunjukkan bagaimana visi, kerja keras, dan adaptabilitas dapat menghasilkan kesuksesan luar biasa.

Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai profil Oei Tiong Ham yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (7/8/2024).

2 dari 4 halaman

Profil Oei Tiong Ham

Oei Tiong Ham lahir pada 19 November 1866 di Semarang, Jawa Tengah, yang saat itu masih berada di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Ia berasal dari keluarga pedagang Tionghoa yang telah menetap di Jawa selama beberapa generasi. Ayahnya, Oei Tjie Sien, adalah seorang pengusaha yang telah membangun bisnis perdagangan yang cukup sukses.

Mengenai pendidikan formalnya, informasi yang tersedia terbatas. Oei Tiong Ham diketahui tidak menempuh pendidikan tinggi di universitas. Ia lebih banyak belajar langsung dari pengalaman praktis dalam bisnis keluarga. Kemampuan berbahasa dan pengetahuan bisnisnya sebagian besar diperoleh melalui keterlibatan langsung dalam kegiatan perdagangan keluarga sejak usia muda.

3 dari 4 halaman

Awal Perjalanan Bisnis Oei Tiong Ham

Awal karir Oei Tiong Ham dimulai dengan membantu bisnis ayahnya. Pada usia 18 tahun, ia sudah dipercaya untuk mengelola sebagian bisnis keluarga. Setelah kematian ayahnya pada tahun 1900, Oei Tiong Ham mengambil alih kendali penuh atas perusahaan keluarga, Kian Gwan.

Di bawah kepemimpinannya, Kian Gwan berkembang pesat. Oei Tiong Ham memperluas bisnis dari perdagangan umum menjadi produsen dan eksportir gula terbesar di Hindia Belanda. Ia mengakuisisi dan memodernisasi pabrik-pabrik gula, meningkatkan efisiensi produksi, dan membangun jaringan distribusi yang luas.

Strategi bisnisnya yang inovatif termasuk diversifikasi ke berbagai sektor seperti perkebunan, perkapalan, dan perbankan. Ia juga membangun hubungan yang kuat dengan pemerintah kolonial Belanda, yang memberinya akses ke konsesi tanah dan kontrak-kontrak menguntungkan.

Kesuksesan Oei Tiong Ham dalam industri gula begitu besar sehingga ia dijuluki "Raja Gula" dari Jawa. Pengaruhnya meluas hingga ke level internasional, dengan jaringan bisnis yang mencakup berbagai negara di Asia dan Eropa. Pada puncak kejayaannya, Oei Tiong Ham dikenal sebagai salah satu pengusaha terkaya dan paling berpengaruh di Asia Tenggara.

Dalam sepuluh tahun, bisnis Oei Tiong Han melalui OHTC tumbuh dengan sangat cepat, bahkan pendapatannya mampu mengalahkan perusahaan-perusahaan besar pemerintah kolonial Belanda. Ia pun kemudian mampu membuka cabang di London dan Singapura.

OTHC berhasil mengekspor gula sebanyak 200 ribu ton hingga mengalahkan perusahaan Barat dalam kurun 1911-1912. Bahkan, di waktu bersamaan, OTHC sukses menguasai 60% pasar gula di Hindia Belanda.

Berkat besarnya bisnis itu, tak heran kalau Oei Tiong Ham memiliki kekayaan 200 juta gulden. Sebagai catatan, uang 1 gulden pada 1925 bisa membeli 20 kg beras. Jika harga beras Rp 10.850/kg, diperkirakan harta kekayaannya senilai Rp 43,4 triliun. Namun, setelah Oei Tiong Ham meninggal pada 6 Juli 1942. Setelahnya terjadi berbagai masalah yang mendera perusahaan hingga terpaksa runtuh dalam waktu satu malam.

4 dari 4 halaman

Runtuhnya Perusahaan Oei Tiong Ham

Saga Oei Tiong Ham Concern (OTHC) mencapai titik kritis ketika para pewarisnya menggugat Bank Indonesia cabang Amsterdam di pengadilan Belanda. Mereka menuntut pengembalian deposito bernilai jutaan gulden yang disimpan di De Javasche Bank sebelum Perang Dunia II. Kemenangan mereka di pengadilan, yang mengharuskan pemerintah Indonesia mengembalikan dana tersebut, justru menjadi awal dari kejatuhan kerajaan bisnis OTHC.

Oei Tjong Tay, putra Oei Tiong Ham, meyakini bahwa kemenangan ini memicu pemerintah untuk mencari dalih guna menyita seluruh aset OTHC di Indonesia. Tak lama setelah itu, pada 1961, pengadilan Semarang tiba-tiba memanggil para pemegang saham Kian Gwan, inti dari konglomerasi OTHC, atas tuduhan pelanggaran peraturan valuta asing. Ketidakhadiran para pewaris yang tinggal di luar negeri mengakibatkan putusan bersalah, yang berujung pada penyitaan seluruh aset OTHC dan keluarga Oei pada 10 Juli 1961.

Penyitaan ini menjadi dasar pendirian BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) pada 1964. Peristiwa ini menandai lenyapnya jejak konglomerasi OTHC yang telah berdiri kokoh selama puluhan tahun di era kolonial. Keturunan Oei Tiong Ham pun seolah lenyap dari peredaran, menyisakan hanya kisah sejarah tentang kejayaan masa lalu mereka.